Bagian 04.
Oleh : Surya Panuntun
Demikianlah selanjutnya, ketika Kyai Bahuwirya telah meninggalkan banjar kademangan, Ki Wilaga dan kemenakannya telah memilih salah satu bilik yang ada.
Keduanya memutuskan untuk tidur didalam satu bilik yang sama karena keadaan didalam bilik cukup luas dan tersedia amben yang cukup besar untuk tidur mereka berdua.
Sesaat ketika keduanya telah berada didalam bilik dan duduk ditepi amben, untuk sesaat keduanya telah terdiam dalam sikapnya. Anak muda yang bernama Jatmika itu terlihat memejamkan matanya.
Nampaknya kedua orang tersebut tengah memusatkan panggraitanya sambil menajamkan pendengaran wadagnya untuk sekedar mengetahui keadaan di sekitar tempat itu.
Dalam sikapnya yang demikian, keduanya tengah berupaya menyerap bunyi yang bisa dianggapnya mencurigakan serta tanda tanda yang tidak sewajarnya lainnya disekitar tempat tersebut.
Dan sekejap kemudian, anak muda yang bernama Jatmika itu telah membuka kedua matanya. Sambil menarik nafasnya dengan dalam anak muda bernama Jatmika itu berdesis lirih.
“Sebuah kademangan yang subur. Letaknyapun sangat strategis dan menguntungkan.”
“Ya. Dan tak jauh disebelah utara dari kademangan ini, ada sebuah tempat yang dipercayai sebagai patilasan dari Prabu Brawijaya ketika raja Majapahit itu tengah melakukan perjalanan jengkarnya menuju puncak Gunung Lawu sebelum akhirnya dikabarkan telah moksa.” berkata Ki Wilaga seolah ingin menanggapi desisan dari kemenakkannya.
“Ya paman, sebuah patilasan yang berada dikelebatan hutan Srigati alas Ketonggo. Dari tempat itu kalau kita terus menyusur ke arah utara hingga menembus wilayah Awen yang dipagari oleh kelebatan hutan bambu serta menyeberangi kali Dadung, kita akan memasuki hutan jati yang dikabarkan wingit dan angker.”
“Di ujung hutan jati itulah terdapat sebuah padukuhan bernama Randublatung yang merupakan pintu gerbang menuju ke wilayah Djipang Panolan.”
“Sementara itu, kalau kita menelusur ke arah Timur, ada sebuah hutan kecil sebelum kita memasuki padukuhan Kopenan juga padukuhan Bangsalan sebelum akhirnya kita juga dihadapkan pada penyeberangan lainnya dari Kali Dadung untuk memasuki wilayah Purbaya.” berkata Ki Wilaga melengkapi keterangan dari kemenakannya.
“Bukankah pengawasan wilayah Purbaya dipercayakan kepada Ki Ajar Reksogati.” tanya Jatmika.
“Demikianlah yang Aku ketahui ngger.” Jawab Ki Wilaga.
“Bagaimana pendapat paman dengan orang yang menyebutkan dirinya sebagai Ajar Reksogati tersebut.” tanya Jatmika lebih lanjut.
Sesaat Ki Wilaga terdiam mendengar pertanyaan Jatmika. Namun tak lama kemudian Ki Wilaga berkata.
“Aku meyakini bahwa Ki Ajar Reksogati tidak akan melibatkan dirinya.”
“Namun demikian,” kata Ki Wilaga lebih lanjut.
“Kalau toh akhirnya orang tersebut ikut mencampuri persoalan yang ada, apa boleh buat?”
Sambil menganggukkan kepalnya Jamika berkata.
“Bagaimanapun kita memang harus memperhitungkan kemungkinan Purbaya melibatkan dirinya. Pada saatnya Aku akan memerlukan untuk mengetahui bagaimanakah sikap sebenarnya dari orang yang bernama Ajar Reksogati.”
Sejenak kemudian keduanya telah kembali terdiam. Ki Wilaga terlihat mulai merebahkan badannya diamben serta memejamkan matanya. Sementara Jatmika masih saja duduk ditepian amben. Matanya menatap kearah nyala api dari lampu dlupak yang temaram.
“Aku mempunyai perasaan yang kurang mapan terhadap orang tua bernama Kyai Bahuwirya itu.” kembali terdengar desis Jatmika.
Tanpa membuka matanya, Ki Wilaga menjawab.
“Jangan hiraukan dukun ternak itu. Apa yang telah mengganggu perasaanmu terkait dengan keberadaan orang tua itu.”
“Entahlah Paman, perasaanku hanya kurang mapan setiap kali melihat orang tua itu. Bukan terkait atas pekerjaan atau kemampuan yang ada didalam dirinya, tetapi ada sesuatu yang seolah tersembunyi dari orang tua yang menyebut dirinya sebagai Kyai Bahuwirya itu.”
“Jangan pikirkan dulu orang tua itu. Beristirahatlah, dan kalau mungkin, tidurlah barang sekejap, masih ada waktu yang cukup untuk tidur karena tengah malam masih akan datang beberapa saat lagi.” berkata Ki Wilaga kepada kemenakkannya.
Kemenakkan Ki Wilaga yang bernama Jatmika itu hanya terdiam saja dan tidak menanggapi lebih lanjut. Bahkan terlihat kemenakkan Ki Wilaga itu juga membaringkan badannya disisi Ki Wilaga meskipun matanya masih saja menerawang memandangi langit langit bilik tersebut.
------------
Sementara itu malam kian merambat pelan menuju puncaknya. Beberapa orang masih terlihat berada di banjar kademangan. Bahkan beberapa saat sebelumnya Ki Jagabaya juga berada di banjar itu untuk sekedar melihat lihat keadaan di kademangan.
Namun Ki Jagabaya tidak terlalu lama berada di banjar kademangan karena Ki Jagabaya memang sedang nganglang ke beberapa sudut padukuhan induk.
Ki Jagabaya adalah seorang bebahu yang menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang Jagabaya. Hampir setiap saat, Ki Jagabaya selalu menyempatkan waktu untuk nganglang ke setiap sudut sudut padukuhan.
Bahkan disiang hari seringkali Ki Jagabaya menjelajahi beberapa wilayah kademangan hingga sampai ke ujung bulak bulak yang masih menjadi wewengkon dari kademangan Dawungan.
Di banjar sendiri, beberapa orang masih terlihat saling bercerita tentang bermacam persoalan. Biasanya mereka saling menceritakan tentang perkembangan padi dan palawija yang sedang ditanamnya disawah dan dikebunnya masing masing.
Beberapa diantaranya hanya sekedar saling bercerita tentang persoalan apa saja yang terkadang cerita itu sendiri tidak ada ujung pangkalnya.
Sebagian yang lainnya terlihat sedang bermain macanan ataupun mul mulan. Satu dua orang justru ada yang telah tertidur dengan lelapnya.
Keadaan banjar akan mulai menjadi sepi ketika malam telah semakin mendekati puncaknya. Beberapa orang yang ada dibanjar satu persatu akan beranjak pulang menuju rumahnya masing masing.
Meskipun demikian ada saja orang orang yang telah terlanjur tertidur biasanya menjadi malas untuk bangun dan berjalan pulang. Mereka lebih memilih untuk meneruskan tidurnya dibanjar.
Dan malam ini, ketika petugas ronda telah memukul kentongan dalam nada dara muluk, orang orang yang kebetulan tidak sedang dalam tugas ronda telah mulai pulang kerumahnya masing masing. Tinggal beberapa orang yang masih berada di banjar padukuhan termasuk dua orang yang telah tertidur lelap.
“He Kerta, berapa orang temanmu yang bertugas ronda malam ini.” tiba tiba dari arah pintu regol banjar terdengar suara pertanyaan.
“Ooo, Ki Jagabaya. Kami berempat Ki Jagabaya. Apakah Ki Jagabaya habis pulang dari nganglang.” jawab orang yang dipanggil Kerta oleh Ki Jagabaya.
Tanpa menjawab pertanyaan, Ki Jagabaya justru telah melanjutkan pertanyaannnya kembali.
“Siapakah yang telah tertidur itu.”
“Adi Katijo dan Ki Sengkon. Keduanya tidak sedang dalam tugas ronda, tapi memilih untuk tidur dibanjar malam ini.” berkata orang yang bernama Kerta menjawab pertanyaan dari Ki Jagabaya.
“Baiklah.., aku hanya sekedar memastikan siapa saja yang bertugas ronda dibanjar ini. Aku memang baru saja nganglang ke beberapa sudut padukuhan.” berkata Ki Jagabaya.
“Apakah Ki Jagabaya akan melanjutkan nganglang.” tanya Kerta.
“Tidak, aku akan pulang.” jawab Ki Jagabaya singkat.
“Apakah Ki Jagabaya tidak ingin menemani kami barang sebentar. Kami bermaksud memasak ketela pohon yang dicampur dengan gula aren. Kami juga akan membuat wedang jahe untuk menghangatkan badan. Bukankah Ki Jagabaya menyukai ketela pohon yang dicampur dengan gula aren.” teriak salah salah satu peronda yang berbadan gemuk.
“He....Ki Kasno, apakah kau bersungguh sungguh. Aku pelintir lehermu kalau kau hanya ingin menggoda seleraku.” jawab Ki Jagabaya yang nampaknya memang telah tertarik dengan tawaran orang yang bernama Ki Kasno itu.
“Sebelum Ki Jagabaya datang, kami sudah berniat untuk memasaknya. Biarlah kami akan menyalakan perapiannya terlebih dahulu. Silahkan Ki Jagabaya duduk dibanjar, aku dan Kang Kerta akan memasaknya.” berkata orang yang bernama Kasno.
“Baiklah, aku akan menunggu ketela itu menjadi masak. Jangan lupa taburi sedikit garam agar rasa manis gula arennya menjadi gurih.” berkata Ki Jagabaya sambil merebahkan badannya di sudut banjar.
Sesaat kemudian terlihat dua orang itu mulai sibuk untuk mempersiapkan peralatan yang akan dipergunakannya untuk memasak ketela pohon. Peralatan tersebut nampaknya memang telah dibawanya dari rumah termasuk gula dan bahan bahan lainnya.
Sementara itu terlihat orang yang bernama Kasno itu telah turun dari banjar untuk membuat perapian yang akan dipakainya untuk memasak.
-----
Bersambung Bagian 05.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
🆓🇵🇸 Jenahara
up up up up up up up
2023-04-26
1
zakky Jamil
lanjut
2021-07-22
0