Bagian 02.
Oleh : Surya Panuntun
Ketika itu, senja mulai merambat perlahan menuju malam. Meskipun gelap belum sepenuhnya datang, terlihat beberapa penduduk kademangan Dawungan mulai menyalakan lampu dirumahnya masing masing.
Di beberapa rumah bahkan terlihat obor obor biji jarak terpasang di kedua sisi pintu regol sebagai penerangan tepi jalan. Pada saat malam benar benar telah datang, obor obor tersebut akan mulai dinyalakan untuk menerangi jalan jalan induk kademangan.
Tak jauh dari pintu gerbang kademangan, terlihat dua orang berjalan memasuki padukuhan induk. Kedua orang tersebut terus melangkahkan kakinya menyusuri jalan utama padukuhan.
Satu dua orang penghuni padukuhan yang kebetulan melihat kedua orang yang belum dikenalnya tersebut terlihat telah memandangi sekilas, namun sekejap kemudian orang orang itu tidak memperdulikannya lagi.
Bagi mereka bukanlah sesuatu hal yang aneh kalau ada orang asing yang belum dikenalnya memasuki kademangannya. Dan hal yang demikian memang sudah sering terjadi.
Mungkin mereka adalah pedagang yang berasal dari luar kademangan yang sedang kemalaman dalam perjalanannya atau mungkin juga seseorang yang kebetulan ingin berkunjung ketempat saudaranya yang kebetulan saudaranya tinggal di kademangan Dawungan atau bahkan mungkin juga orang tersebut hanya sekedar melintas saja dijalanan induk Kademangan.
Ketika kedua orang itu melewati sebuah rumah yang kebetulan dihalaman rumah itu ada seseorang yang sedang menyiapkan lampu untuk dinyalakan dipendapa rumahnya, kedua orang tersebut telah berhenti sejenak.
Salah satu dari kedua orang itu terlihat memasuki halaman rumah dan mendekat kearah orang yang sedang bersiap menyalakan lampu yang berada di pendapa rumah.
“Maaf Kyai, dimanakah rumah dari pemimpin kademangan ini, atau barangkali rumah dari salah satu bebahu padukuhan ini,” bertanya salah satu dari kedua orang asing itu.
Sejenak penghuni rumah itu terdiam, dipandanginya orang yang berada dihadapannya. Sekilas terlihat penghuni rumah itu melemparkan pandangannya kearah orang yang berdiri ditepi jalan.
Masih sambil memegangi lampu yang belum sempat dinyalakannya, orang itu berkata
“Maaf, siapakah kisanak?, dan apakah orang yang berdiri ditepi jalan itu adalah kawan dari kisanak juga.” berkata penghuni rumah sambil matanya menatap kearah orang yang berdiri ditepi jalan.
“Benar Kyai, orang itu adalah kawan seperjalananku, atau lebih tepatnya kawanku itu adalah kemenakanku.”
Sambil menganggukan kepalanya, penghuni rumah itu berkata lebih lanjut.
“Kalau kisanak tidak berkeberatan aku mengetahuinya, siapakah kisanak dan orang yang kisanak sebut sebagai kemenakan kisanak itu serta apa tujuan dan keperluan kisanak menanyakan rumah pemimpin kademangan atau rumah bebahu dari kademangan ini”.
“Namaku Wilaga Kyai, sedang kemenakanku itu adalah Jatmika. Kami berdua sedang kemalaman dalam perjalanan. Kami bermaksud untuk sekedar singgah di banjar padukuhan agar kami bisa menumpang istirahat malam ini. Untuk keperluan itulah maka Kami berniat menemui bebahu kademangan untuk meminta ijinnya, itupun kalau pemimpin kademangan ini tidak berkeberatan menerima kami untuk beristirahat dibanjar”.
Sambil menarik nafas lega penghuni rumah itu berkata.
“Maafkan sebelumnya kisanak, aku mungkin terlalu banyak bertanya. Kalau keperluan kisanak seperti yang kisanak sampaikan itu, marilah.., biar aku sendiri yang mengantar kisanak menemui bebahu kademangan.”
Untuk sesaat pemilik rumah itu menghentikan perkataannya. Lalu sambil memperlihatkan lampu dlupak yang masih belum dinyalakannya orang itu melanjutkan kata katanya.
“Tapi tunggulah sebentar. Biarlah aku menyelesaikan pekerjaanku ini terlebih dahulu. Panggilah kemenakanmu itu kesini dan naiklah ke pendapa sementara aku akan meneruskan pekerjaanku untuk menyalakan lampu.”
“Terima kasih Kyai, atas kesediaan Kyai mengantarkan kami berdua menemui bebahu kademangan”, berkata orang itu sambil memberi isyarat kepada orang yang disebutnya sebagai kemenakannya itu untuk memasuki halaman rumah.
Untuk selanjutnya terlihat kedua orang itu telah menaiki pendapa. Sementara penghuni rumah itu telah melanjutkan kembali kesibukkannya untuk menyalakan lampu yang ada dipendapa serta beberapa lampu yang ada didalam rumahnya.
Beberapa saat kemudian, terlihat penghuni rumah itu telah keluar kembali dari dalam rumahnya dan berjalan menuju pendapa untuk menemui kedua orang yang sedang duduk menunggunya.
“Marilah Ki Wilaga dan juga angger Jatmika, sesuai janjiku, aku akan mengantarkan kalian berdua menemui salah satu bebahu kademangan. Kebetulan rumahnya tidak terlalu jauh dari sini.” berkata penghuni rumah itu kapada dua orang yang sedang duduk dipendapa rumahnya.
“Maaf Kyai, kami berdua belum mengetahui nama atau barangkali sebutan dari Kyai.”
“Oo maaf Ki Wilaga..., Aku sampai lupa memperkenalkan diriku sendiri.”
Lalu sambil duduk dihadapan kedua orang tamunya, penghuni rumah itu telah memperkenalkan dirinya.
“Orang orang dikademangan ini mengenalku dengan nama Bahuwirya. Mereka memanggilku Kyai Bahuwirya.”
“Sekali lagi kami berdua mengucapkan terima kasih atas kesediaan Kyai Bahuwirya mengantarkan kami menemui bebahu kademangan,“ berkata Ki Wilaga.
Sambil menganggukan kepalanya, penghuni rumah yang ternyata bernama Kyai Bahuwirya itu berkata.
“Ki Bekel tentu tidak akan berkeberatan dengan maksud kisanak berdua. Di banjar padukuhan ada beberapa bilik yang cukup layak untuk sekedar beristirahat dan bilik bilik tersebut memang dipersiapkan bagi orang orang yang kebetulan ingin menginap karena kemalaman di perjalanan.”
“Terima kasih Kyai. Kami hanya akan menumpang istirahat untuk satu malam saja karena di kesokkan harinya kami harus melanjutkan perjalan kami.”
“Kalau Aku boleh mengetahuinya kemanakah sebenarnya Ki Wilaga dan angger Jatmika bepergian.” tanya Kyai Bahuwirya.
Untuk sesaat orang yang disebut dengan Ki Wilaga itu terdiam. Namun sesaat kemudian terdengar perkataannya.
“Perjalananku sebenarnya tidak mempunyai tujuan yang pasti Kyai. Aku hanya sekedar menuruti kemanapun kaki ini melangkah.”
Terlihat Kyai Bahuwirya mengerutkan keningnya mendengar keterangan dari Ki Wilaga. Namun sebelum Kyai Bahuwirya memberikan tanggapannya terdengar orang yang disebut dengan Ki Wilaga itu telah menyambung kembali keterangannya.
“Aku melakukan perjalanan karena sedang menemani kemenakkanku. Nampaknya kemenakkanku mempunyai keinginan untuk dapat mengetahui betapa luasnya negeri ini.”
Sambil menggukkan kepalanya Kyai Bahuwirya berkata.
“Nampaknya kisanak berdua sedang melakukan sebuah perjalanan pengembaraan.”
“Mungkin semacam itulah Kyai meskipun pengembaraan yang sedang aku lakukan saat ini hanyalah untuk sekedar menambah pengetahuan bagi kemenakkanku. Ia ingin meluaskan cakrawala berpikirnya.” jawab orang yang bernama Ki Wilaga.
Kyai Bahuwirya hanya terdiam sambil mengangguk anggukkan kepalanya.
Bagaimanapun Kyai Bahuwirya mengetahui bahwa pada kebanyakkannya, orang yang sedang melakukan sebuah perjalanan pengembaraan biasanya dilandasi oleh satu keinginan terhadap maksud maksud khusus yang ingin dicapainya.
Mungkin seseorang tersebut sedang menjalani sebuah laku yang berkaitan dengan ilmu kanuragan yang dimilikkinya atau mungkin juga berkaitan dengan ilmu ilmu lainnya.
Untuk sekilas Kyai Bahuwirya memandang ke arah Ki Wilaga dan Jatmika. Kyai Bahuwirya mulai dapat merasakan bahwa kedua tamunya nampaknya bukanlah orang orang kebanyakkan.
Bahkan ketika Kyai Bahuwirya memandang ke arah anak muda yang bernama Jatmika, Kyai Bahuwirya mulai menyadari bahwa anak muda tersebut nampaknya menyimpan sesuatu didalam dirinya.
Beberapa saat kemudian terdengar Kyai Bahuwirya berkata.
“Baiklah kisanak, marilah... Aku akan mengantar kalian berdua menemui salah satu bebahu kademangan.”
Demikianlah untuk selanjutnya, ketiga orang itu akhirnya berjalan beriringan menuju kerumah salah satu bebahu kademangan.
Perjalanan itu hanyalah perjalanan yang pendek saja karena rumah bebahu kademangan memanglah tidak terlalu jauh dengan rumah dari Kyai Bahuwirya.
Sesaat kemudian ketika ketiganya sampai didepan regol sebuah rumah yang tidak terlalu besar terdengar Kyai Bahuwirya berkata.
“Inilah rumah dari salah satu bebahu kademangan. Ia seorang bekel. Tunggulah disini, biar aku yang memanggilnya kedalam rumahnya“.
Tanpa menunggu jawaban, Kyai Bahuwirya melangkah menaikki pendapa dan berjalan menuju kearah pintu rumah Ki Bekel. Namun sebelum Kyai Bahuwirya mengetuk pintu terlihat pintu telah terbuka dan Ki Bekellah yang justru telah keluar dari dalam rumahnya.
-----
Bersambung Bagian 03
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
🆓🇵🇸 Jenahara
up
2023-04-26
0
Nikodemus Yudho Sulistyo
the best lah. padat ceritanya.
salam dari PENDEKAR TOPENG SERIBU
2021-06-13
1
Asep Dki
ceritanya nusantara...manttaapp
2021-05-31
1