Flash Back ( 5 tahun yang lalu)
Seorang wanita setengah baya terbaring diatas pembaringan dengan mata terpejam, disisi tepi tempat tidur seorang laki-laki sedang memegang tangannya. Sedangkan laki-laki yang lain berdiri dengan kepala tertunduk dan tangan terlipat di depan paha berdiri diujung bagian kaki perempuan itu.
“Bandi, aku yakin kamu tahu apa yang harus kamu lakukan,” kata lelaki tua itu tanpa melepaskan genggaman tangannya, tatapan matanya pun sama sekali tidak beralih, memandang wanita itu lekat. Ada sinar yang menunjukkan kesedihan dan penyesalan disana.
“Baik ndoro, akan saya pastikan semua berjalan sesuai dengan keinginan ndoro kakung.”
“Satu lagi, jangan biarkan Sasmito tahu tentang kejadian ini. Biarkan dia berfikir kalau ibunya hanya menderita sakit biasa.”
“Iya ndoro, saya akan mematuhi semua perintah ndoro kakung.”
“Kalaupun nanti akhirnya istriku meninggalkan dunia ini untuk selamanya, biarkan Sasmito berfikir ibunya meninggal karena sakit yang dideritanya.”
Lelaki tua itu menarik nafas panjang. Dibalik keremangan cahaya lampu kamar, tampak kalau tubuhnya masih terlihat gagah dengan tatapan mata yang tajam.
“Aku ingin semua berhenti sampai disini saja. Bandi aku ingin kau memastikan anak, menantu dan cucuku terlepas dari jerat setan ini. Jangan sampai mereka terlibat dalam hal ini, termasuk dengan orang-orangnya.”
...~~~~~~...
Sekarang di Rumah Kakek
Mama Marta masih memeluk tubuh Gadhis dan menuntunnya masuk ke dalam rumah. Gadhis masih menangis dan merajuk karena tidak diijinkan untuk bermain bersama Pria.
“ Sudah menangisnya. Jangan diteruskan , sudah besar kok masih suka nangis?”
“Gadhis kesel sama kakek,” sambil berbicara Gadhis mulai melepaskan semua perlengkapan yang dia pakai, “apa alasan kakek coba melarang Gadhis main sama Pria?” sambil terus menggerutu gadhis membanting tubuhnya diatas ranjang.
Mama tersenyum, kemudian duduk di kursi belajar milik Gadhis, “kan masih ada hari lain. Lain kali kita bilang baik-baik lagi sama kakek, siapa tahu diijinkan, iya kan…”
Gadhis hanya menganggukkan kepala sambil menyusut air mata yang masih menentes.
Ketika kedua ibu dan anak itu sedang asyik ngobrol, terdengar langkah kaki mendekati kamar dan seseorang mengetuk pintu.
“Siapa?” tanya mama.
“Saya Nyonya, Bandi.”
“Oh…Pak Bandi, sebentar pak. Saya akan keluar.”
Setelah berkata, pandangan mama kembali kepada Gadhis, “kalau kakek memanggil mama sekarang, nanti mama bilang sama kakek ya, sudah jangan nangis lagi,” sebelum pergi mama menyempatkan untuk mengelus kepala dan mencium pipi Gadhis, “sudah jangan nagis lagi.”
Mama meninggalkan Gadhis untuk menemui Pak Bandi didepan pintu kamar.
Orang ini benar-benar setia, dari tadi masih menunggu dan tidak beranjak sedikitpun.
“Iya Pak Bandi, ada apa mencari saya?”
“Nyonya dipanggil ndoro kakung dan ditunggu di teras belakang.”
Mama menganggukkan kepala mengiyakan. Mama memperhatikan penampilan Pak Bandi yang berbeda dari biasanya, dia sudah mengenakan jaket dan memanggul tas di punggungnya.
“Mmmm…Pak Bandi mau pergi ke suatu tempat, dandanannya terlihat tidak biasa,” tanya mama penasaran.
Pak Bandi tidak menjawab pertanyaan mama Marta. Dia hanya membungkukkan sedikit badannya dan memutar tubuh meninggalkan mama.
Dasar orang aneh, sama seperti bapak. Ditanya tidak menjawab, aku malah dicuekin.
Sampai beberapa saat mama masih memperhatikan Pak Bandi yang berjalan keluar rumah. Mama baru membalikkan badan setelah tubuh Pak Bandi menghilang dibalik pintu. Sebelum mendatangi kakek, mama masih menyempatkan diri untuk memeriksa meja makan. Apakah hidangan untuk makan pagi sudah disiapkan dengan benar.
“Bik Sumi…” panggil mama. Bik sumi adalah istri Pak Bandi yang juga mengabdi untuk keluarga suaminya.
“Iya Nyonya, ada apa ya?”
“Apa bapak sudah mendapatkan kopi paginya? Saya lihat di meja makan masih belum ada kopi.”
“Sudah nyonya, Ndoro kakung minta kopinya diantar ke teras belakang.”
“Eh….Bik Sumi, memangnya Pak Bandi mau kemana ya, pagi-pagi kok sudah berangkat. Pakai jaket, membawa tas punggung, barangkali Bik Sumi bisa memberi tahu saya.”
“Maaf Nyonya, saya tidak tahu,” hanya itu saja jawaban dari Bik Sumi. Dan itu membuat Mama Marta semakin penasaran.
Disini aku seperti orang asing, sepertinya banyak sekali yang dirahasiakan bapak. Banyak hal yang aku tidak boleh tahu.
Sambil menghembuskan nafas karena sedikit kesal mama tergesa berjalan menuju teras belakang. Dia tidak mau mertuanya terlalu lama menunggu.
“Bapak memanggil saya?” kakek memandang jauh kedepan, bahkan ketika Mama marta sampai didekatnya kakek tidak menyadari.
Kakek baru menoleh setelah mendengar suara menantunya, “Ehm iya, duduklah.”
Mama mengambil duduk di kursi, bersebelahan dengan kakek tapi terpisah oleh meja yang terletak diantaranya.
“Bagaimana kabar Sasmito, suamimu?”
“Mas Sas belum memberi kabar, Pak. Tapi saya yakin dia baik-baik saja. Surat terakhirnya bercerita dia masih sibuk dengan melobi perkantoran. Masih ada pelanggan lamanya yang ingin memesan nasi rantangan untuk pegawainya. Karena itu Mas Sas masih belum bisa berkunjung lagi kesini.”
“Hmmm, aku yakin dia akan baik-baik saja. Suamimu itu laki-laki yang ulet,” kakek menghentikan kalimatnya kemudian menyeruput sedikit kopi panas yang memang disediakan untuknya.
“Bagaimana cucuku, apakah dia masih menangis?”
“Gadhis sudah berhenti menangis pak, tetapi ada hal yang ingin saya tanyakan kepada Bapak.”
“Aku yakin begitu, mengapa aku melarang cucuku untuk bermain dengan anak laki-laki itu bukan?…aku punya alasanku sendiri.”
“Saya tahu bapak pasti punya alasan yang kuat untuk melarang Gadhis bermain dengan anak itu. Tetapi pak, paling tidak harusnya Gadhis diberi tahu apa alasannya. Agar dia mengerti dan tidak kecewa dengan keputusan Bapak.”
“Aku punya alasanku sendiri, kamu apalagi Gadhis tidak perlu mengetahuinya. Jangan khawatir, Gadhis tidak akan bertemu lagi dengan anak laki-laki itu. Karena kalian akan aku kembalikan ke kota untuk berkumpul kembali dengan Sasmito”
“Tapi Mas Sas sama sekali tidak memberi tahu saya Pak.”
“Bandi sudah menjemput Sasmito ke kota. Nanti siang paling lambat sore, mereka berdua akan sampai disini. Sasmito pasti juga sama terkejutnya denganmu mendengar hal ini. Tapi aku yakin itu yang terbaik buat kalian.”
“Kenapa Pak, apa Bapak tidak suka kami tinggal disini,” terlihat jelas sekali kekecewaan di wajah Mama Marta.
“Bukan begitu, aku sangat senang kalian disini. Tetapi ada hal-hal yang tak bisa aku jelaskan kepadamu ataupun kepada Sasmito. Lagi pula yang terbaik bagi sebuah keluarga adalah jika kalian berkumpul bersama.”
Tidak ada lagi yang ingin mama Marta katakan. tetapi diamnya Mama Marta menggambarkan seribu tanya dan kecewa dalam dada.
“Marta…siapkan semua barang-barang kalian, dalam dua atau tiga hari ini, kalian sudah harus pergi dari desa ini. Aku tidak ingin kalian lebih lama tinggal disini.”
“Baik pak. Saya tahu Bapak punya alasan untuk semuanya, dan saya yakin yang terbaik bagi kami adalah mengikuti semua kata-kata bapak.”
“Satu lagi pesanku, jangan biarkan Gadhis berhubungan lagi dengan anak itu. Meskipun hubungan itu hanya sebuah pertemanan.”
Ketika Marta meninggalkan ayah mertuanya dia tahu tak mungkin akan mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Marta undur diri untuk membereskan semua barang-barang yang mereka bawa.
Papa datang agak malam hari itu. Meskipun semua sudah siap, tetapi tidak mungkin akan langsung ke kota pada hari itu juga. Sejak peristiwa kedatangan Pria, kakek melarang gadhis keluar rumah. Untuk beberapa hari berikutnya papa kembali mengurus kepindahan gadhis kembali ke kota.
Tidak seorang teman pun tahu mengapa gadhis tidak masuk sekolah. Sri dan teman-temannya pernah sekali mendatangi rumah kakek tetapi tidak ada jawaban mengapa Gadhis tidak hadir lagi ke sekolah. Pak bandi hanya memberi tahu kalau Gadhis kembali pindah ke kota. Semuanya menjadi misteri.
Bagaimana dengan Pria? Dia kembali menjadi anak laki-laki pendiam. Senyum dan tawa yang sempat terlihat beberapa bulan terakhir hilang sudah. Dia hanya menerka bahwa kepindahan Gadhis kembali ke kota berhubungan dengan kehadirannya di rumah kakek Pomo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments