Pagi ini suasana panti begitu ramai karena bertepatan dengan hari minggu. Jadi, sekolah libur. Anak-anak panti yang besar sedang bekerja bakti membersihkan panti dan yang kecil sedang asyik bermain. Semua dipenuhi oleh perasaan bahagia. Hingga sebuah mobil mewah masuk ke halaman panti disusul beberapa mobil yang tak kalah mewahnya yang terparkir di depan gerbang. Mobil itu mengalihkan pandangan semua anak yang sedang beraktivitas membuat aktivitas mereka pun terhenti. Semua bertanya-tanya siapa orang yang datang bertamu.
Dari balik kemudi keluar pria paruh baya yang setengah berlari menuju pintu penumpang untuk membukakan pintu.
Ceklek...suara pintu terbuka dan menampilkan sosok pria yang tampan. Dengan pakaian yang mahal di mata anak-anak panti. Semua anak tersenyum dan hormat menyambut tamu itu. Hal ini sudah biasa mereka lakukan karena panti mereka sudah sering kedatangan tamu yang biasanya memberikan donasi untuk panti mereka.
Bu Retno, kepala panti sudah menanti kedatangannya di depan pintu. Mereka saling bersalaman dan Bu Retno segera mengajak orang itu ke ruangannya. Tapi sebelum dia pergi mengikuti Bu Retno, dia meminta pengawalnya untuk membawa semua barang yang dibawanya masuk ke panti. Ada sembako, alat tulis, dan berbagai mainan yang dibawanya. Semua anak yang melihat itu sangat senang.
Di sisi lain, Langit masih sibuk berkemas dibantu Jingga di sampingnya.
"Apa sudah masuk semua, Kak?"
"Kakak rasa sudah!"
"Itu celengan Kakak kok nggak dimasukin juga?" tunjuk Jingga celengan di atas meja.
Langit segera mengambil celengan itu dan memberikannya untuk Jingga.
"Ini untuk kamu. Masih ada sedikit uang di dalamnya. Kamu bisa menggunakannya!"
"Jangan, Kak! Ini kan uang Kakak. Dengan susah payah Kakak mengumpulkan uang ini. Aku nggak bisa menerimanya lagian Jingga juga sudah punya celengan sendiri."
"Sudah, kamu jangan nolak!" paksa Langit.
"Tapi Kak, sudah banyak yang Kakak berikan pada ku sedangkan aku tidak pernah memberikan apapun pada Kakak!" ucap Jingga sedih sambil menunduk.
"Berikan aku senyum mu Jingga, itu melebihi hadiah apapun!" ucap Langit jujur.
Mendengar ucapan Langit membuat Jingga terharu dan langsung memeluk Langit.
"Aku menyayangi mu, Kak!" ucap Jingga memeluk Langit.
"Aku juga!" jawab Langit membalas pelukan Jingga sambil membelai lembut kepala Jingga.
Hingga ketukan pintu dan panggilan seseorang melerai pelukan mereka.
"Langit, kamu dipanggil Bu Retno ke ruangannya!" panggil salah satu temannya yang tadi mengetuk pintu dan Langit hanya mengangguk sebagai balasan.
Langit berjalan sambil membawa tas di pundaknya yang sudah membesar berisi barang-barangnya. Hanya barang penting saja yang akan dia bawa. Di belakangnya berjalan Jingga yang mengikutinya. Jingga sengaja membuat jarak dengan Langit. Sampai di depan ruang Bu kepala, Langit segera mengetuk pintu itu. Tak menunggu lama suara dari dalam menyuruhnya masuk. Entah perasaan apa yang saat ini Langit rasakan. Sebentar lagi dia akan bertemu dengan Ayah yang belum pernah dilihatnya. Haruskah dia merasa senang? Atau membencinya yang tak pernah ada untuknya selama ini.
Setelah Langit membuka pintu dan masuk ruangan, dia langsung melihat sosok Ayahnya. Benar, wajah kami memang mirip. Dia segera berdiri dari duduknya dan membuka kedua tangannya sambil tersenyum berharap Langit datang dan memeluknya. Namun semua itu tidak terjadi karena Langit hanya diam terpaku di tempatnya. Tak ada sorot kecewa dari sosok itu. Seolah dia memahami apa yang terjadi. Dan sekarang Ayah Langit lah yang berjalan mendekat dan langsung memeluk anaknya. Anak yang selama ini tidak bisa dia temui dan peluk sekarang ada dipelukkannya. Tak terasa air matanya mengalir. Air mata bahagia karena saat seperti inilah yang telah lama ia nantikan.
"Maaf, maafkan Ayah, Nak! Karena baru mencari mu sekarang. Maafkan Ayah mu ini, Nak!"
Hanya ucapan itu yang keluar dari mulut Ayah Langit. Langit masih diam dalam pelukkan Ayahnya sama sekali tidak merespon apapun. Dia tidak menjawab ataupun membalas pelukan Ayahnya. Dengan berat hati Ayah Langit mengurai pelukannya. Di ciumnya kening Langit. Setelah itu dia kembali menegakkan tubuh nya dan menghapus air matanya sebelum memutar tubuhnya menghadap Bu Retno yang masih berdiri terpaku di samping kursi kebesarannya.
"Terima kasih karena telah menjaga anak saya, Bu!" ucap Ayah Langit sambil menjabat tangan Bu Retno. Sekarang mereka sudah berada di samping mobil yang tadi membawa Ayah Langit ke panti.
"Sama-sama Pak Lesmana ( ayah Langit). Sudah menjadi tanggung jawab saya menjaga semua anak di panti ini!" balas Bu Retno.
"Sebagai tanda terima kasih, saya akan menjadi donatur tetap di panti ini, Bu!" Betapa bahagianya Bu Retno saat mendengar semua itu dan segera dia mengucapkan terima kasih.
"Disana nanti jadi anak yang patuh sama orang tua ya, Nak!" nasihat Bu Retno pada Langit yang dari tadi hanya diam sembari membelai kepala Langit dengan lembut. Langit hanya menganggukkan kepala.
Pak Lesmana segera masuk ke dalam mobil setelah pintu mobil dibuka oleh sopir. Namun Langit masih saja diam di sisi mobil. Diedarkan pandangan matanya melihat teman- temannya di panti. Teman yang selama ini hidup bersamanya. Tapi dimana Jingga. Dari tadi Langit tidak melihatnya. Langit terus saja mencari keberadaan Jingga hingga sebuah panggilan menyadarkannya.
"Cepat masuk ke mobil, Nak! Kita harus segera pergi!" panggil Lesmana dari dalam mobil.
Langit pun menurut dan segera masuk ke mobil. Namun saat akan menutup mobil dia melihat sosok yang sedari tadi dicarinya. Langit membuka kembali pintu mobil dan keluar. Dia berlari dan langsung memeluk Jingganya dengan erat. Untuk sesaat mereka berpelukan. Hingga suara Jingga memintanya untuk melepaskan pelukannya.
"Kak lepas, tangan ku sakit!" ucap Jingga berpura-pura cemberut.
"Maaf, Kakak terlalu bersemangat karena setelah ini Kakak tidak tahu kapan lagi Kakak bisa memeluk mu!" jelas Langit. Jingga mengangguk.
"Jaga diri Kakak ya!"
"Kamu juga. Jangan cengeng biar nggak digodain anak panti yang lain!"
"Iya, Kak!" balas Jingga mencoba sekuat tenaga menahan tangisnya. Dengan susah payah dia menampilkan senyumannya.
"Langit! Ayo,nak! Kita harus segera pulang!" panggilan itu memutus percakapan keduanya.
"Kakak, pergi!" ucap Langit sambil mengusap kepala Jingga. Langit segera berbalik dan cepat masuk ke mobil. Semua anak di panti melambaikan tangan melepas kepergian Langit. Sedangkan di dalam mobil, Langit segera menangis. Dia sudah tidak bisa menahan air matanya untuk keluar. Lesmana segera mendekap tubuh anaknya. Dia sedih melihat anaknya menangis. Tapi dia berjanji setelah ini hanya kebahagiaan yang akan Langit rasakan. Mungkinkah Lesmana bisa mewujudkan janjinya itu?
Di tengah jalan Lesmana mengambil ponsel dari dalam saku jasnya. Dia menekan satu nomer untuk dihubunginya.
"Bagaimana persiapannya? Sudah beres semua?" tanya Lesmana pada seseorang disana.
"........."
"Kerja bagus. Lalu bagaimana dengan Nyonya? Jam berapa dia tiba?"
"......."
"Lakukan sesuai rencana. Saya akan menaikkan gajimu jika acara hari ini berjalan lancar!"
"......"
"Ya. Saya akan sampai tepat waktu."
Itulah percakapan Lesmana dengan lawan bicaranya. Langit tak begitu memperdulikannya.
"Pak, sebelum pulang kita ke pemakaman dulu!" perintah Lesmana pada sopirnya. Setelah dia melihat arloji di tangan kirinya. Masih ada waktu sebelum acara sehingga dia ingin pergi ke pemakaman dulu.
"Kita mau ke pemakaman si - siapa, Pak?" akhirnya keluar juga suara Langit. Walaupun Langit masih gugup tapi dia penasaran saat Ayahnya ingin mengajaknya ke pemakaman. Perasaannya langsung tidak enak. Sedangkan Lesmana yang akhirnya bisa mendengar suara anaknya merasa sangat bahagia sebelum dia tersadar makam siapa yang akan dia datangi sebentar lagi. Rasanya tidak sanggup dia memberitahu Langit.
"Panggil aku Ayah, Nak! Nanti kamu juga akan tahu setiba kita disana!" Akhirnya hanya penjelasan itu yang bisa dia sampaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
M Fabian
😭😭😭 syedih langit n jingga berpisah
2022-06-06
0
Watilaras
untung yg bawa bapak nya
2021-07-24
0
Watilaras
hadiah bunga untuk mu Thor 💐
2021-07-24
0