Siang ini sepulang sekolah Langit mampir ke pasar untuk membeli sandal yang sudah ia janjikan pada Jingga. Tadi pagi sebelum berangkat sekolah, Langit membuka celengannya dan mengambil beberapa lembar uang yang sekiranya cukup untuk membeli sandal. Keadaan pasar saat siang hari memang tidak terlalu ramai dan Langit menyukainya. Karena dengan begitu dia bisa leluasa memilih tanpa harus berdesakkan. Langit berjalan dari lorong ke lorong untuk mencari sandal yang menurutnya pantas dipakai oleh Jingga. Sampai akhirnya dia menemukan juga sandal yang menurutnya cocok.
Langit segera memanggil pelayan di toko itu. Memintanya untuk mengambilkan stok sandal yang ada di dalam sesuai dengan sandal yang dipegangnya. Dia menyebutkan warna dan ukuran sandalnya pada pelayan toko itu. Karena warna sandal yang dipegangnya berwarna pink sedangkan dia menginginkan warna merah. Untungnya warna pilihannya itu ada. Entah kenapa Langit sangat suka saat Jingga memakai apapun yang berwarna merah. Setelah mendapatkan yang ia inginkan Langit segera menuju kasir untuk membayarnya. Langkah kakinya begitu ringan menuju jalan pulang ke panti. Janjinya untuk membelikan sandal sudah dia penuhi. Dan nanti Langit ingin memberi kejutan pada Jingga. Langit sudah tidak sabar melihat raut kegembiraan di wajah cantik Jingga.
Sesampainya di panti, Langit segera menuju kamarnya. Dia menaruh bungkusan plastik yang berisi sandal di atas ranjangnya. Di kamar Langit dihuni oleh delapan anak termasuk dirinya. Dengan ranjang yang bertingkat, Langit tidur di ranjang bawah. Segera Langit mengambil baju ganti dari lemari dan segera mengganti seragamnya dengan baju itu.
*******
Tok..tok..tok...suara pintu diketuk. Dan pelakunya adalah Langit. Sekarang dia ada di depan pintu kamar Jingga. Beberapa saat pintu terbuka namun bukan Jingga yang membukanya. Langit meninggalkan kamar Jingga dengan lemas karena dia tidak bertemu Jingga. Kata temannya tadi Jingga keluar karena sedang belajar kelompok. Akhirnya dengan langkah lunglai dia kembali ke kamarnya. Membaringkan tubuhnya di atas ranjang kemudian terlelap.
*******
Di depan panti asuhan, Langit menunggu Jingga yang tak kunjung pulang. Dari tadi ia berjalan mondar mandir kesana kemari. Sudah jam 6 tapi Jingga belum juga pulang. Langit sangat khawatir karena langit sudah mulai gelap dan juga mendung. Awan hitam sudah menutupi keindahan langit sejak sore tadi walaupun sampai sekarang belum menitikkan air matanya. Dengan membawa payung Langit mencoba mencari Jingga. Siapa tahu bisa menemukan Jingga di tengah jalan. Dari pada mondar mandir nggak jelas di depan panti. Baru beberapa langkah, rintik hujan pun mulai turun. Dari rintik menjadi deras dengan sesekali diiringi bunyi petir yang menggelegar. Langit mempercepat langkahnya melalui jalur yang biasa mereka lewati. Rasa khawatirnya semakin menjadi karena belum menemukan Jingga. Semoga tidak terjadi apa-apa padanya, pinta Langit dalam hati.
Di emperan toko yang sudah tertutup, ada bocah kecil yang sedang berteduh. Bajunya sudah basah namun karena hujannya yang sangat lebat membuat dia terpaksa berteduh. Entah kapan hujan akan reda sedangkan waktu semakin malam. Terbesit rasa takut dalam diri bocah itu.
Tubuhnya sudah menggigil, bibirnya sudah membiru, dan telapak tangannya pun juga sudah berkeriput. Menandakan bahwa dia benar-benar kedinginan.
"Ayo, pulang!" Suara yang sangat dikenalinya tanpa harus melihat siapa orangnya.
"Kakak, kok ada disini?" tanya Jingga yang agak terkejut melihat Langit yang ada di sampingnya.
"Dari tadi Kakak nyariin kamu. Sudah malam dan juga hujan tapi kamu belum pulang. Kakak khawatir takut kamu kenapa- napa." balas Langit.
"Yuk...!" lanjutnya sambil mengarahkan payung ditengah keduanya. Mereka berdua berjalan pulang membelah derasnya hujan di bawah payung.
"Maaf ya Kak, kalau selalu merepotkan Kakak!" ucap Jingga sambil memandang wajah Langit yang lebih tinggi darinya.
"Sudahlah nggak perlu minta maaf. Kakak suka melakukan ini. Jadi, jangan merasa bersalah!" balas Langit.
"Lagian kenapa belajar kelompok sampai selarut ini pulangnya? Seharusnya kalau sudah tahu mau hujan bisa pulang cepet kan?" tanya Langit.
"Sebenarnya tadi jam 4 sudah kelar belajar kelompoknya, Kak. Tapi waktu mau pulang aku ketemu sama seorang Nenek yang lagi sibuk nyari alamat anaknya. Makanya aku bantuin Nenek itu nyari rumah anaknya!" terang Jingga.
"Trus udah ketemu?"
"Udah, Kak. Setelah memastikan itu memang rumah anaknya, aku langsung pamit biar nggak kehujanan tapi ternyata tetap aja terjebak hujan. Untung Kakak datang. Makasih ya, Kak!" ucap Jingga tulus. Langit hanya tersenyum manis membalasnya.
Malam itu Langit yang hendak menuju kamar mandi, mengurungkan niatnya dan berbalik arah. Tadi dia tidak sengaja melihat Jingga yang dipapah kedua temannya menuju ruang kesehatan. Dan pemandangan itu langsung menarik perhatian Langit. Apa Jingga sakit karena kehujanan tadi? Pertanyaan itu membuat Langit mempercepat langkahnya menuju ke ruang kesehatan. Dan benar saja dugaannya. Jingga sakit dan sekarang dia sudah rebahan di atas ranjang ditemani kedua temannya tadi. Langit segera masuk dan meminta kedua teman Jingga untuk kembali ke kamarnya. Mereka berdua pun menurut dan segera pergi meninggalkan ruangan. Sekarang hanya ada Langit dan Senja. Tak berapa lama muncul Bu Dewi yang bertugas di ruang kesehatan. Beliau segera menghampiri Jingga sambil membawa obat dan air hangat. Bu Dewi memberikan paracetamol untuk menurunkan panas. Tak lupa Bu Dewi juga mengompres Jingga dengan air hangat supaya panasnya segera turun.
"Langit, kamu tidurlah Nak. Sudah malam nanti gantian kamu yang sakit kalau kurang istirahat..!" nasihat Bu Dewi. Namun Langit yang keras kepala sama sekali tidak beranjak dari tempat duduknya.
"Biarkan saya disini Bu, saya ingin menjaga Jingga. Biarkan saya saja yang mengompresnya!" pinta Langit tulus. Melihat ketulusan Langit, Bu Dewi merasa tersentuh. Dan iya menyetujuinya. Segera Bu Dewi memberikan kain kompres itu kepada Langit.
"Ibu ada di ruangan itu!" kata Bu Dewi menunjuk biliknya.
"Nanti kalau kamu capek dan ngantuk, kamu tidur di ranjang sini saja!" lanjutnya.
"Iya, bu." jawab Langit. Sepeninggalan Bu Dewi, dengan telatennya Langit mengompres Jingga. Dilihatnya Jingga yang sudah terlelap. Mungkin obat yang diminumnya tadi menyebabkan ngantuk karena setelah minum obat Jingga langsung terlelap.
Seperti biasa setiap malam Bu kepala panti suka memantau keadaan panti. Bu Retno namanya. Wanita paruh baya yang begitu baik dan penyabar. Dia adalah ibu bagi kami semua disini. Saat melewati ruang kesehatan, Bu Retno menghentikan langkahnya. Dia memasuki ruang itu yang pintunya terbuka separuh karena jika pintu itu terbuka pasti sedang ada yang sakit. Matanya berbinar melihat pemandangan di depannya. Sungguh indah sekali. Dia melihat Langit yang dengan telatennya sedang mengompres Jingga. Langit benar-benar anak yang baik. Melihat itu membuat Bu Retno senang sekaligus merasakan kesedihan.
Bu Retno teringat pada orang yang menemuinya seminggu yang lalu. Orang yang mengaku sebagai orang tua Langit. Bukan mengaku tapi dari semua bukti yang ditunjukkannya, dia memang benar Ayahnya Langit. Dan katanya seminggu kemudian dia akan datang kembali untuk menjemput anaknya. Dan seminggu kemudian yang dimaksud itu adalah lusa. Karena kesibukkannya membuat Bu Retno lupa menyampaikan hal itu pada Langit. Dan saat ini, saat dia bertemu dengan Langit barulah dia mengingat semua. Tapi bagaimana dia harus memulai menyampaikannya. Melihat kedekatan mereka berdua selama ini, mampukah dia memisahkan keduanya. Sanggupkah dia melihat kesedihan di hati kecil mereka.
Namun bagaimanapun Langit berhak tahu dan mau tidak mau dia harus kembali ke keluarganya. Dengan langkah berat Bu Retno mendekati Langit. Dia mengusap puncak kepala Langit dengan lembut.
"Kamu nggak capek dan ngantuk, Nak?" tanya Bu Retno.
"Ini sudah malam, dari tadi Ibu lihat kamu ngompres Jingga, pasti itu melelahkan. Sekarang istirahatlah biar Ibu yang gantiin kamu disini. Besok kamu juga harus sekolah kan? Jadi, istirahatlah sekarang!" perintah Bu Retno yang membuat Langit terpaksa menurut.
Langit berjalan menuju ranjang lainnya tapi masih di ruangan yang sama. Jujur sebenarnya Langit pun sudah mengantuk dan capek sekali. Saat ingin menutup matanya, terdengar Bu Retno memanggil namanya. Mengurungkan niatnya yang ingin segera terlelap. Kini Langit mendudukkan dirinya di atas ranjang.
"Iya bu, ada apa?" tanya Langit setelah dia duduk.
"Ehm, besok sepulang sekolah, kamu temui Ibu di ruangan Ibu. Ada sesuatu yang ingin Ibu sampaikan kepada mu. Dan itu sangat penting Langit." jawab Bu Retno.
"Iya, Bu. Besok sepulang sekolah saya akan langsung menemui Ibu!"
"Besok siang sepulang sekolah jangan sampai lupa ya, Langit! Kamu harus langsung temui Ibu. Sekarang tidurlah!" ingatkan Bu Retno lagi dan Langit pun hanya mengangguk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Fitria Dafina
Mereka akan terpisah 😭😭
2021-09-01
1
Miamia
pisah trs pas udah besar ketemu pasti,,,
2021-08-13
0
Watilaras
mengingat kan aku kaya di drama endless love heeee
2021-07-24
0