Bu Puji kembali merenung guna mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu. Hari dimana dirinya kedatangan seorang tamu dengan ciri-ciri persis Seperti Gavin? bedanya, pria yang datang tempo hari membawa Buket Bunga, sedangkan yang sekarang ada didepan matanya tidak. Benar, pria tampan ini adalah dirinya! Bu Puji mengambil kesimpulan penuh keyakinan.
"Kamu yang waktu itu membawa Bunga untuk putri, Saya?" Seru Bu Puji Yakin. tapi itu tidak penting. seketika Bu Puji menghemaskan tangan Gavin.
Teo tersadar begitupun dengan Adel yang ada didekat Gavin, walupun dirinya masih belum sepenuhnya sadar tapi Adel mendengar jelas ucapan ibunya itu.
Jadi, orang itu Mas Gavin? Gumam batin Adel yang terus menatap Gavin. tatapan mata menyiratkan rasa tidak percaya? apa alasan pria yang dirinya kenal dengan predikat pria kasar itu memberinya bunga.
Bukan hanya Adel. Teo juga merasa bingung mendengar ucapan Bu Puji! buru-buru Teo beranjak bangun dan menarik kemeja Gavin.
mata Teo nampak memerah menahan rasa yang tidak bisa dijelaskan. lalu tangannya mencengkram kuat kemeja Gavin. "Apa yang kamu pikirkan Huh... apa! Kenapa kamu bisa berfikir seperti itu, Gavin." Teo bersuara sedikit nyaring merasa tidak percaya sang sahabat bisa berbuat hal yang belum pernah dirinya lakukan kepada Adel, memberi bunga tidak ada didalam kamus hidupnya.
Gavin berusaha melepasan cengkarama menyakitkan itu. "Aku hanya ingin meminta maaf." dalihnya.
"Omong kosong." Sangkal Teo. "Apa yang kamu inginkan, Gavin? apa?"
"Berhenti!" Bu Puji bersuara nyaring untuk mererai ketegangan antara Teo Dan Gavin. kemudian mata Bu Puji melirik sekitar seolah memberi isyarat agar Teo tidak membuat keributan.
Suster dan beberapa Pasien nampak terheran-heran melihat adegan yang tengah berlangsung, tapi mereka hanya diam menyaksikan adegan bak sinetron itu.
Terpaksa Teo melepaskan Gavin dan memilih mundur. akan tetapi tatapan mata mengintimidasi seakan enggan berpaling.
Sejenak suasanya menjadi hening. sampai Bu Puji menarik paksa Adel yang masih terlentang lemas diatas ranjang perawatan penuh amarah, dan memaksa Adel untuk berjalan. "Pulang! kita pulang." Seru Bu Puji dingin.
"Mah, ada apa Mah?" Tanyanya bingung melihat tingkah sang ibu yang belum pernah dilihatnya. mungin Adel berpikir penyebab marahnya sang ibu yakni keberadaan Teo!
Dengan penuh tanya Adel menyeret kaki lemasnya untuk mengimbangi tarikan tangan sang Ibu seraya mencuri pandangan kearah belakang, dimana Teo dan Gavin masih diam di posisinya.
"Ya alloh, kenapa Engkau memberikan cobaan seberat ini." Ucap Lirih Bu Puji disela langkah lebarnya meninggalkan ruang UGD.
Ruangan bercat kuning dengan aroma khas itu kembali normal, suara gaduh seketika hilang, dan sekarang Teo kembali menghampiri Gavin yang masih diam mematung.
Sebelum bersuara. Teo menghela napas panjang, lalu matanya menatap Gavin datar. "Dengar ini? apapun kondisi dan situasinya, aku yang akan menikahi Adel!"
Mata Gavin membulat sempurna, tak lama kepalanya menggeleng. "Kau mungkin sudah tau, anak siapa yang ada didalam rahimnya. dan-
"Aku tidak perduli!" Kemudian Teo mendekati daun telinga Gavin membawa napas memburu. "Aku yang akan menjadi ayah dari bayi itu, dan aku tidak perduli siapa ayahnya."
Kembali Gavin menggelengkan kepala menandakan dirinya tidak setuju dengan bisikan Teo. "Kau sudah gila! aku yang akan menikahinya." seru Gavin lantang. "Tunggu?" Gavin menatap Teo lekat. "Kalian tidak mempunyai status, bukan? jadi-
"Gavin, jangan melewati batas." Teo memberi ancaman dengan menunjuk wajah Gavin. rahangnya mengeras, kedua tangannya mengepal merasakan marah. "Aku sangat mencintainya kamu pun tau itu, bukan? tapi sekarang kenapa kamu ingin mengambilnya dariku Gavin, kenapa.?" Mata Teo mulia berkaca-kaca membayangkan betapa cobaan ini amatlah berat.
Tegang, ruangan itu kembali mencekam padahal disana beberapa penjaga siap mererai. akan tetapi tatapan Teo seakan meminta mereka untuk tidak ikut campur.
Sejenak Gavin diam untuk mencerna jawaban apa yang bisa diberikan. lalu Gavin membuka bibirnya. "Baiklah Teo, kalau itu maumu! tapi bagaimana dengan keluargamu? apa mereka bisa menerima kabar ini! ingatlah satu hal, anak yang dikandungnya adalah anakku. apa mereka akan menerima kenyataan itu? katakan Teo? apa kamu bisa menjamin kalau dia akan baik-baik saja dan membuatnya bahagia?" Terang Gavin lantang. suaranya terdengar bergetar.
Seketika Teo diam. pernyataan Gavin membuatnya merenung dan berpikir Keras.
Gavin menyingsingkan tawa hambar. "Apa keluargamu mau menerimanya dengan keadaan dia mengandung anakku?" Kalimat itu Gavin ulang untuk menyadarkan Teo.
Teo hanya mampu memejamkan kedua matanya. dan melenggeng pergi tanpa memberi jawaban atas pertanyaan bertubi-tubi yang dilayangkan Gavin.
Gavin sendiri menatap kepergian Teo tanpa ingin mengejar atau sekedar meminta penjelasan. perginya Teo menyiratkan tanda tanya besar? apa dia menyerah dan merelakan sang pujaan hati diambil Sahabatnya!
Wajah Gavin berubah sendu. matanya berkedip cepat meloloskan buliran bening yang sedari tadi ia tahan. "Aku benar-benar bodoh...kenapa aku melakukan hal menjijikkan itu? sekarang aku harus menjadi pria jahat karena dirimu...Teo, maafkan aku..."
.
.
Teo berjalan gontai menyusuri jalan yang diskat berbatasan dengan area taman rumah sakit. tatapan matanya kosong, tubuhnya ia biarkan tersapu semilir angin yang datang menyapa. tidak ada waktu untuk menikmati sejuknya udara disore itu karena baginya, keindahan apapun yang saat ini tercipta itu hanya sebuah ilusi saja. Teo merasakan dunia seketika runtuh! tubuhnya seakan melayang layang mengikuti kemana angin membawanya. kabar yang baru saja dirinya dengar benar-benar membuatnya seperti orang bodoh yang ditinggalkan dunia. hancur lebur itu yang saat ini dirasakannya, angan-angan dan harapan untuk bisa bersama sang pujaan hati sirna sudah berganti dengan rasa kecewa yang amat sangat luar biasa.
Kecewa kepada takdir Tuhan, kecewa akan perbuatan bejat Gavin yang membuat semua mimpinya hancur, dan semua seolah menghakiminya.
Teo berhenti berjalan mengabaikan orang-orang yang berlalu lalang sambil memperhatikannya. lalu kepalanya mendangah menatap langit sore yang berwarna Jingga, sampai bibirnya terbuka.
"Tuhan, katakan padaku? haruskah aku merelakannya? Katakan Tuhan..katakan?" Ucapnya lirih meratapi nasib cintanya yang seakan sulit berpihak padanya.
Adel, apa yang harus aku lakukan?
.
.
Gang berkelok Adel lewati tanpa bisa menolak genangan air yang terjadi disetiap langkahnya. kaki mungilnya kotor dan lecet. Bu Puji seperti Robot yang terus menarik pergelangan tangan putrinya tanpa memberi penjelasan dengan sikap kasarnya.
Para tetangga yang melihat itu terheran-heran? apalagi wanita yang selalu tersenyum ramah dan terkenal baik kini nampak berbeda! ada apa gerangan? begitulah Kira-kira Para Tetangga berpikir, tanpa ingin mencari tahu mungkin saja ada masalah didalam keluarganya.
Sepanjang perjalanan Adel terus bertanya kenapa sikap wanita paruh baya itu menjadi berubah, apakah keberadaan Teo membuatnya bersikap demikian? akan tetapi, bibirnya rapat sampai Taksi yang membawa keduanya berhenti didepan Gang, Adel belum mendapatkan jawaban.
Takut dan kebingungan semua rasa itu tergambar nyata di wajah pucat Adel yang terus menahan tubuh gontainya, ingin rasanya ia merengek akan tetapi sang ibu seakan enggan mendengar.
Setelah perjuangan cukup panjang Adel dan bu Puji sampai dirumah.
Bu Puji bergegas merogok tasnya dan mengeluarkan benda kecil yang diyakini kunci. lalu dengan kasar pintu ia buka, dan seketika Bu Puji menghempaskan tubuh Adel keatas Sofa.
Adel meringis mendapatkan perlakukan kasar yang baru dirinya terima selama hidup. ibu yang lemah lembut kini berubah menjadi monster yang menakutkan.
"Hiks... hiks...Mah, ada apa Mah? kenapa Mama memperlakukan Adel seperti ini? apa salah Adel hiks...hiks..." Decitnya sambil terisak.
Bu Puji menghampiri Adel membawa air mata dan tanganya melayang diudara.
Plakk.....
Suara itu menggema. Adel tersungkur kesamping dengan pipi yang mulai memerah, satu tanganya meraba permukaan kulitnya yang terasa panas!
"Mama..." Adel bergumam di posisinya.
Bu Puji belum bersuara. dirinya sibuk memandangi tanganya yang bergetar selepas menampar wajah Adel.
Belum juga Bu Puji memberi alasan kenapa dirinya menampar sang Putri. pintu yang tertutup kini terbuka! menampakan sosok pria dengan wajah lelahnya.
Adel dan Bu Puji menoleh kearah sosok itu.
"Papa." Adel bergegas mendekati sang ayah yang masih mematung di ambang pintu membawa wajah bingung, ditambah sang putri menangis.
Seketika Adel memeluk Papanya dan menangis tersedu-sedu.
"Mah, ada apa?" Tanya sang suami sambil mengelus kepala Adel.
Bu Puji menurunkan tanganya dan berjalan kearah sofa lalu ia duduk. "Tutup pintunya, Pah!" Pinta Bu Puji datar.
Sang suami menutup pintu tanpa bertanya terlebih dahulu. "Ayo, sayang." Pria berseragam Coklat itu berjalan bersama Adel yang masih terisak didalam pelukannya.
Kini ketiganya duduk diatas Sofa.
Bu Puji menatap Adel dengan linangan air mata yang mana membuat sang suami mengerutkan keningnya bingung. "Mah, ada apa? katakan Mah? apa ada sesuatu yang terjadi?" Sang suami terlihat cemas dan bergantian melirik Bu Puji dan Adel.
"Adel Pah...hiks...hiks...Adel... Putri...putri Kita Hamil...hiks... hiks..."
"Apa?" Sang suami beraksi sama. terkejut dan tidak percaya. "Apa yang Mama katakan?" Ucapnya meminta kepada Bu Puji untuk mengulang kalimatnya.
Adel berhenti menangsi. tubuhnya membeku! jantungnya seakan ingin meledak, kalimat yang dilontarkan Sang Ibu sama sekali tidak ia mengerti. akan tetapi, ditengah diamnya tanpa sadar Adel meraba perutnya dengan wajah datar. bahkan ketika sang Ayah menghempaskan tubuhnya ia seakan mati rasa.
Plakk....
Adel tersadar dari lamunannya ketika rasa panas kembali ia rasakan ditempat yang sama. tapi Adel membiarkan rasa nyeri dan kata-kata pedas sang ayah, pasalnya Adel memilih bergulat didalam benaknya bertanya kenapa ada bayi dalam rahimnya? siapa gerangan ayah si Bayi?
"Aku....aku Hamil? ba-bagaimana bisa? Ak-aku.." Gumamnya terbata-bata.
"Siapa yang sudah menghamil kamu, Adelia? Katakan? Siapa?" Tangan Sang Ayah menarik Adel kasar. mungkin akan meninggalkan bekas disana, matanya menuntut jawaban atas pertanyaannya. "Dengan siapa kamu melakukan hal menjijikkan itu Adelia? katakan hiks...hiks...kenapa Adelia.." Pria paruh baya itu menagis merasakan kehancuran, Putri semata wayangnya kini mengandung anak tanpa ada ikatan pernikahan.
Adel memberi respon dengan gelengan kepal berteman derayan air mata yang mana membuat sang Ayah semakin murka.
Lagi-lagi Adel bungkam. otaknya seakan mati! sedangkan Bu Puji menangis sambil memukul-mukul dadanya merasa terpukul dengan keadaan Adel, bagaimana kalau para tetangga tahu? bagaimana dengan Keluarga? apa yang akan mereka katakan kalau sampai berita memalukan itu tersebar, perlakuan seperti apa nanti yang Keluarga kecil itu terima dari para tetangga. membayangkan itu membuat Bu Puji semakin terpukul, dirinya tidak memikirkan perasaan Adel yang masih belum sadar dengan kehamilannya.
Lalu Sang Ayah kembali melayangkan tangannya dan siap menampar Adel yang masih diam mematung, akan tetapi! pintu yang tadi tertutup kini dibuka dan mengejutkan keluarga kecil itu.
"Berhenti, jangan sakiti dia...Saya, saya akan bertanggung jawab!" Ucap Pria itu mantap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Bumiku18
lanjut
2021-04-04
0
jihan R.A
kasian Adel😭ak harap itu Gavin
2021-04-03
0
jeni
Kasian ya Adel..jadi ikut sedih...aku berharap orang itu Gavin Thor...karena anak yang dikandung Kasih adalah Anak Gavin jadi Teo jangan membuat keputusan seperti itu ya thor...semangat up lagi ya thor cantik 😍
2021-04-03
0