Setelah pesta pernikahan yang melelahkan bagi Dara dan Azlan, malam ini mereka begitu tertidur dengan lelapnya . Sampai Azlan tidak mengganti kemeja tertidur di sofa.
Pagi-pagi sekali jam 8an setelah selesai sarapan pagi Dara dan Azlan cek out dari hotel menuju rumah nya Azlan.
Waktu di rumah Azlan mendapat telpon dari abah Kyai nya untuk merenovasi masjid di pesantren nya. Azlan disuruh melihat kondisi dan memastikan semua nya.
Tak lama Azlan pun membawa Dara ke dalam mobil untuk ikut ke pesantren abah Kyai nya di Bogor.Belum istirahat kerumah sudah diajak Azlan ke Bogor kerumah abah Kyai nya.
Hari ini adalah hari pertamanya datang ke pondok pesantren ini bersama dengan istrinya Dara.Bukan untuk menjadi santri. Ia adalah seseorang yang hendak membuat menara masjid bersama anak buahnya nantinya.
Masjid Ash-Shidiq memang sedang dalam proses renovasi. Abah kyai sengaja mendatangkan arsitektur dari luar kota untuk memasang menara masjid.Abah Kyai ini adalah kakeknya Azlan. Abah meminta Azlan untuk merenovasi masjid nya.
Rencananya, menara tersebut akan dibuat menjulang setinggi 10 meter dari lantai ketiga masjid tersebut. Tentu saja dengan berbagai ukiran dan hiasan yang sudah dipilih oleh abah kyai.
Azlan nantinya akan mendatangkan teamnya mulai minggu depan akan membangun menara masjid. Karena berasal dari luar kota, mereka menginap di asrama pondok pesantren.
"Bang! Bang! Bang ! Jangan ngelamun, Bang. Nanti kesambet loh," ucap Heru, salah satu rekan pemuda itu, setengah berteriak. Ia mengayunkan tangan kanannya di depan wajah pemuda bernama Huda itu.
"E-eh, ngagetin aja." Pemuda bernama lengkap Miftahul Huda itu tersadar dari lamunannya saat rekan sesama santri tersebut berteriak di depan wajahnya.
"Kenapa, Bang? Habis liat setan po?" tanya Heru seraya membenarkan posisinya agar duduk di sebelah Huda.
"Bukan liat setan. Tapi habis liat bidadari," balas Huda seraya tertawa kecil memamerkan deretan gigi putihnya.
"Hebat nih Bang Huda, baru hari ini datang ke pesantren ini, udah ketemu bidadari. Ajak-ajak saya napa, Bang," ucap Heru terkekeh mendengar jawaban dari Huda.
"Hahaha takutnya kalau nanti bidadari nya ketemu kamu, malah dia kabur gimana," ledek Huda. Kali ini ia tertawa melihat ekspresi muka Heru yang berdecak mendengar jawaban darinya. Mereka tertawa bersama-sama.
Azlan masih di rumah abah Kyai Nya bersama istrinya Dara. Ini Bukan pertama kali nya Dara berkunjung ke pesantren abah Kyai karena Dara pernah ikut pesantren disini waktu masih SMP. Setelah itu Dara meminta ijin suaminya untuk ke asrama putri.
Sementara itu di asrama putri, tampak Dara dan santri-santri lain sedang duduk di atas ranjang mereka.
"As, kenapa tadi aku ngga dibangunin si? Hampir bolos salat zuhur jemaah tadi kan. Untung masih nemu satu rakaat," ucap Dara dengan nada sedikit kesal ke sahabatnya tersebut.
"Sorry, Mba Dara. Tadi aku pikir kamu masih haid jadi ngga ku bangunin. Lagian kamu tidurnya nyenyak banget, 'kan ngga tega banguninnya," ucap Asma membela diri seraya menunjukkan wajah memelasnya berharap Dara tidak marah padanya.
"Kan tadi pagi kamu tau sendiri kalau aku udah mandi suci," balas Dara masih sedikit kesal.
"Iya iya deh, maaf yaa.. aku lupa. Jangan marah dong, nanti cantiknya hilang loh, hehe," ucap Asma seraya memeluk sahabatnya itu.
Dara dan Asma memang sudah sahabatan sejak mereka sama-sama baru masuk pesantren ini, yaitu saat pesantren dulu waktu SMP . Dan sekarang mereka sudah menjadi seorang mahasiswa semester akhir. Meskipun kuliah diluar pesantren dan berbeda kampus juga jurusan, Asma tetap tinggal di pesantren. Karena bagi mereka, ilmu dunia harus selalu diimbangi dengan ilmu akhirat.
"Iya iya deh, ngga marah kok. Mana mungkin aku bisa marah sama Asma yang comel ini." Dara membalas pelukan dari sahabatnya itu. Persahabatan mereka memang seperti amplop dan perangko, selalu menempel.
Huma langsung menuju lemari pakaiannya, mengambil gamis warna tosca dengan jilbab yang senada dan berlalu menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian.
Setelah dirasa siap, Dara pun meraih tas berisi laptop dan ponsel miliknya diatas lemari.
Semua santri sebenarnya dilarang untuk membawa alat-alat elektronik semacam laptop dan handphone saat berada di lingkungan pondok pesantren.
Namun peraturan ini dikecualikan untuk santri yang bertitle mahasiswa, atau lebih sering disebut mahasantri yang notabene banyak tugas kuliah dan memerlukan alat komunikasi untuk info jadwal kuliah dan sebagainya.
Dara melirik arlojinya lagi, 13.15 WIB. Ia segera keluar kamar untuk berangkat, karena perjalanan dari pesantren menuju rumah abah Kyai.
"Aku berangkat dulu ya, As. Assalamu'alaikum," ucap Dara sambil berlalu meninggalkan kamar.
"Wa'alaikumussalam. Hati-hati," balas Asma yang ucapannya kini hanya didengar oleh angin lalu karena yang diajak bicara sudah langsung menghilang keluar kamar. "Huft".
Asma pun menyelonjorkan kakinya, lalu terbaring diatas ranjang kecil miliknya. Ia mulai menutup mata seraya mengucapkan do'a untuk tidur sejenak menunggu jam madrasah datang.
"Assalamu'alaikum," teriak seseorang dari depan pintu dan langsung saja masuk saja ke dalam kamar.
Asma dikejutkan dengan suara salam tersebut, "Siapa si? Baru nutup mata juga," gumamnya. Ia membuka mata.
"Dara ? Kok udah pulang?" tanya Asma.
"Berangkat aja belum. Handphone aku ketinggalan." Huma sibuk mencari Handphone. Setelah ketemu, ia langsung menghilang pergi keluar kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Dasar tuh anak. Datang tak dijemput pulang tak diantar. Kayak jaelangkung." Asma menghela napasnya kemudian melanjutkan tidurnya yang tadi terganggu oleh Dara .
Arloji di tangan kanannya sudah menujukkan pukul 13.20 WIB. Dara sudah sampai rumah abah Kyai.
"Kenapa ga masuk , Mbak? Ada yang bisa saya bantu?" tanya Azlan basa basi sama istrinya.
Terdengar suara seseorang di belakang Dara yang bertanya padanya. Dara pun berbalik hendak melihat siapa orang itu.
Deg!
Tanpa sengaja pandangan mereka bertemu.
Dara begitu kaget saat melihat orang yang menyapanya itu adalah pemuda yang ia tabrak tadi. Seketika ia tersadar dan langsung menundukkan pandangannya.
Begitupun dengan Azlan jantung Azlan kini benar-benar berdebar tak karuan. Seperti ada ratusan petasan di dalam hatinya.
Sore ini, ujung cakrawala menampilkan pemandangan yang begitu memukau. Rona jingga kemerahan tampak menghiasi ufuk langit sebelah barat. Awan-awan yang tadinya berwarna putih, kini seolah-olah seperti terperciki pewarna yang membuatnya menjadi sangat indah. Siapapun yang melihat pasti akan jatuh cinta.
Dara berdiri sendiri di atas rooftop lanta tiga masjid Ash-Shidiq. Pandangan matanya tertuju ke langit barat. Tempat yang sangat indah untuk menikmati detik-detik sang surya menenggelamkan diri. Tenang dan damai. Pemandangan senja yang selalu disukai oleh Dara.
Hembusan angin sesekali menerpa wajahnya. Angin sore yang mengalun menyejukkan. Mengibarkan jilbab yang ia kenakan. Berkibar bak bendera upacara.
Dari arah belakang, tiba-tiba datang seorang pemuda hendak menemui Dara Ya, pemuda itu adalah Azlan suaminya.. Azlan mengamati Dara dari belakang. Gadis itu memakai kaos merah muda dengan bawahan warna maroon. Dikepala nya terpasang jilbab yang menutupi surainya dengan warna yang senada. 'Ahh, cantiknya' batin Azlan
Azlan memberanikan diri mendekati Dara Perlahan.
"Kamu tau kenapa senja begitu indah?" tanya Azlan yang kini sudah berada di sebelah Dara Senyumnya merekah, menciptakan lesung di kedua pipinya. Sungguh manis.
"Karena senja hadir dengan beribu keajaiban," ucap Dara.
"Cahayanya sekilas namun mampu menggantikan siang dengan malam. Entah apa yang akan terjadi saat gelap datang. Kita tak pernah tau. Namun itulah keindahannya. Senja hadir membawa berbagai rahasia yang akan disuguhkan sang malam," ucap Dara . Ia membalas senyuman Azlan . Kini ia berani menatap Azlan.
Pandangan mereka bertemu. Seperti ada sesuatu yang mengunci pandangan mereka.
"Benar. Keindahan senja memang sekejap mata, namun kecantikannya tak akan pernah sirna di hati siapapun yang menatapnya," ucap Azlan..
"Seperti kecantikan mu," lanjut Azlan Kini tangannya berhasil menyentuh pipi Dara, mengelusnya. Begitu lembut.
Deg!
Dara tak bisa menyembunyikan ekspresinya. Pipinya begitu merah merona. Ia tertunduk malu mendengar ucapan Azlan . Pipinya terasa sangat panas. Ah! Jangan tanya lagi tentang jantungnya. Kini debaran jantungnya seperti suara genderang peperangan. Azlan bisa mendengarnya.
Melihatnya tertunduk, Azlan memberanikan diri mengangkat wajah Dara dengan tangannya. Wajah Dara kini sudah terangkat. Pandangan mata Azlan tak bisa lepas dari mata Dara . Kini mereka saling pandang lagi.
"Sebenarnya, sejak pertama melihatmu, saya merasakan ada sesuatu yang aneh dengan hati saya," ucap Azlan, memberanikan diri.
"Tiap kali kita bertemu, jantung saya seperti mau meledak. Saya jatuh hati kepadamu, Dara . Saya mencintaimu," ucap Azlan terus terang.
Ia memandang lekat-lekat gadis di depannya itu. Gadis yang beberapa hari ini selalu membayangi pikirannya. Tangannya kini menggenggam kedua tangan kecil milik Dara . Tak ingin membiarkannya pergi darinya.
Dara erdiam mendengar perkataan Azlan
"Saya juga mencintaimu, kaka " ucap Dara tersenyum.
Bagai tersiram hujan di tengah kemarau panjang, Azlan begitu bahagia. Senyumnya begitu merekah. Yes! Perasaannya terbalaskan.
Cup!
Ia mencium kening gadis itu. Lalu menariknya perlahan kedalam pelukannya. Begitu erat. Dara yang sedikit kaget dengan perilaku Azlan , hanya bisa terdiam.
Kini Dara membalas pelukan Azlan. Kedua lengannya ia tautkan ke tubuh Azlan sangat erat. Terasa sangat nyaman. Dara menenggelamkan kepalanya di dada Azlan Sementara Azlan terus saja mencium kepala Dara . Aroma gadis ini sungguh membuatnya jatuh hati.
Mereka berdua tenggelam dalam perasaan cinta ditemani indahnya suasana senja sore itu. Hembusan angin pun ikut menari-nari bahagia. Seolah dunia hanya milik mereka berdua.
"Tapi, bagaimana jika Abah Kyai tau tentang hubungan kita?" tanya Dara. Kini ia melepas pelukannya dari Azlan.
Azlan memegang kedua pipi Dara mengelusnya perlahan.
"Tidak usah takut. abah Kyai merestui kita," ucap Azlan meyakinkan Huma.
Ia melirik ke arah bibir Dara.
Tangannya kini bergeser ke bibir Dara Mengelus lembut benda kenyal itu. Merah merona, tanpa sentuhan lipstik. Namun sangat manis.
Azlan mendekatkan wajahnya ke wajah Dara. Tak ada jarak diantara mereka. Hidung mereka kini bertemu. Azlan bisa merasakan hembusan napas Dara yang mengenai wajahnya.
Tanpa aba-aba, Azlan langsung ******* bibir Dara yang sedari tadi sudah menggoyahkan imannya.
Cup!
Dara tidak melawan, ia membalas kecupan Azlan. Kedua benda kenyal itu kini saling menempel seolah tak ingin terlepas.
Ini pertama kalinya Azlan Mencium seorang gadis. Entah apa yang merasukinya, ia begitu berani melakukan hal itu.Eh.. bukan udah syah mahram nya.
Dara melingkarkan kedua tangannya ke leher Dara Sementara tangan Azlan kini sudah berada di belakang tubuh Dara .
Dewi asmara tersenyum melihat sepasang pemuda pemudi yang kini tengah di mabok asmara itu.
"Astaghfirullohal'adzim!" teriak Azlan.
"Ayo Dara, sudah sore kamu mandi disini kita akan menginap! " titah Azlan sementara Dara hanya mengangguk.
" Kalo baju kamu nanti aku minta pinjem punya mba Asri ya! " ucap Azlan dan diangguki Dara.
Mereka pun turun dan menuju rumah abah Kyai senja itu sebentar lagi memasuki maghrib.
Azlan dan Dara memasuki rumah abah Kyai dan abah menyuruh mereka untuk mandi dulu, sementara Azlan mandi di kamar Abah nya, karena abah sudah lama di tinggal Nyai nya, cuma Azlan cucu yang boleh masuk kamar abah Kyai.
"Nawaitul ghusla lirof'il khadasil akbari fardhol lillahi ta'ala."
Byur! Byur!
Ia mengguyurkan air ke seluruh tubuhnya. Tanpa ada yang terlewatkan. Segar sekali. Meskipun harus berlomba dengan hawa dingin.
Setelah ritual mandi selesai, Azlan langsung mengenakan baju koko, sarung, serta pecinya. Ia berniat pergi ke masjid untuk bermunajat kepada Tuhan Semesta Alam.
Pada Malam harinya
Azlan sebenarnya memang sering melanggengkan qiyamul lail setiap malamnya. Namun kali ini memang lebih pagi dari biasanya. Karena mimpi itu, tentunya.
Ia segera berangkat menuju masjid. Suasana pesantren masih amat sepi. Hanya suara jangkrik dan hewan-hewan malam lainnya yang terdengar. Beruntung cuaca sedang baik. Terlihat langit penuh dengan ribuan bintang. Pemandangan yang sangat indah.
Jam dinding di masjid tepat menunjuk pukul 02.00 WIB. Suasana masjid masih kosong, hanya Azlan sendiri yang ada di sana. Santri-santri memang jarang ada yang bertahajud jam segitu. Kebanyakan santri mulai mendatangi masjid pukul 03.00 WIB atau 03.30 WIB mendekati subuh.
"Allahu Akbar." Azlan mulai menjalankan ritual ibadah Sunnah nya. Kegiatan yang sangat mendamaikan jiwa.
Waktu dimana ia bisa berduaan dengan Sang Maha Pengasih dan Penyayang. Mengadu, merayu, dan meluapkan segala beban yang ada di hatinya. Waktu dimana Allah turun ke langit dunia, menjanjikan ampunan dan kemustajaban do'a kepada siapapun yang terbangun untuk beribadah kepada-Nya.
"Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati hamba-Nya, jika memang dia adalah wanita yang tepat untuk menjadi jodoh hamba, maka arahkan perasaan hamba ini agar tetap di jalan yang Engkau ridhoi. Namun jika perasaan hamba ini, adalah hal yang salah dan menjerumuskan kepada dosa, maka hilangkan lah perasaan hamba kepadanya."
Azlan mengadukan segala isi hatinya pada Sang Maha Esa. Berdo'a agar dirinya senantiasa di jalan yang lurus. Yaitu jalan yang diridhoi Allah, bukan jalan dimurkai, bukan pula jalan orang-orang yang sesat.
Setelah selesai berdzikir dan berdo'a kepada Allah, Azlan segera mengambil mushaf Al-Qur'an yang ada di masjid. Berusaha menghilangkan bayangan mimpi yang tadi mebangunkan tidurnya.
Mushaf dibuka, dan ia segera melantunkan Surah Ar-Rahman dengan khusyuk. Surah yang berarti Yang Maha Pengasih itu ia lantunkan dengan suara merdunya. Ayat per ayat terus ia resapi. Berusaha masuk kedalam makna surah tersebut.
"Masya Allah, siapa itu ya?" ucap Dara
Dara juga hendak melaksanakan salat malam di masjid. Namun saat sampai di pintu masjid, ia mendengar suara bacaan Al-Qur'an yang sangat merdu. Ia pun terpesona dengan lantunan ayat Al-Qur'an tersebut.
"Merdu sekali," gumam Dara.
Azlan yang merasakan ada seseorang yang berbicara di belakangnya langsung menghentikan bacaannya dan menoleh ke arah itu. Terlihat seorang gadis memakai mukena sedang memperhatikannya.
"Itu Dara kan," gumam Azlan
Dara yang kepergok sedang memperhatikan Azlan langsung kelabakan dan salah tingkah. Ia benar-benar tidak tau kalau suara lantunan Al-Qur'an tadi berasal dari Mas Azlan suaminya.
Dengan segera, Dara berjalan cepat menjauh dari pintu masjid. Saking salah tingkahnya, ia sampai tersandung pembatas salat yang terbuat dari besi. Menimbulkan suara sedikit gaduh.
Azan hanya bisa tersenyum melihat polah Dara yang salah tingkah. "Lucu sekali istiku itu."
Sementara Dara , ia merutuki kebodohannya. Jangan ditanya, ia kini sedang menahan malu yang minta ampun. Bisa-bisanya tadi ia terpergok sedang memperhatikan Mas Azlan .Mau ditaruh dimana mukanya kini.
"Bodoh, bodoh," ucapnya.
👋🙋Haii readers,
Extra panjang ya..
Semoga suka 👍ya
Tinggalkan jejak like dan komwelnya.
🙏💕Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Little Peony
Like like like
2021-06-19
0
zien
hadir💗💗🌹🌹
2021-05-17
0
Ria Diana Santi
5 like n rate di awal, ya!
Mari tetap saling dukung! 🥰🤗
2021-04-15
0