(Beberapa Hari Kemudian)
Rossa tengah duduk bersama Zello di sebuah resto room private, bukan untuk makan, melainkan menunggu kedatangan seseorang, Veron.
Di sana mereka duduk berdampingan di sofa. Rossa dengan wajah antusias, berbeda dengan Zello yang berwajah malas. Rossa yang paham suasana hati Zello mengapit Lengannya dan membisikkan kalimat di telinga Zello. Sudah lama Rossa mengenal Zello, kalimatnya seperti hipnotis yang membuat Zello meraih pinggang Rossa dengan satu tangannya. Sehingga tidak ada jarak di antara mereka.
Hembusan nafas Rossa yang terus menyapu lehernya. Membuat Zello mengikis jarak bibir mereka, menempel dengan sempurna, merengkuh kenikmatan dari bibir Rossa. Sementara tangannya bekerja aktif di pinggang Rossa. Ciuman mereka semakin dalam, semakin buas, tangan Zello terulur beralih ke rok yang dikenakan Rossa menyapunya naik.
Kreek.
Tangan Zello yang berada di paha Rossa langsung terhenti, dan melepaskankan ciumannya.Menatap datar orang yang mengganggu kesenangannya.
“Masf-maaf. Sepertinya saya datang terlalu cepat.” Mereka yang berbuat, tetapi wajah Veron yang memerah. Entah karena malu atau karena ikut panas.
Sedikit canggung Veron berbalik berniat keluar lagi, tahu diri tidak ingin mengganggu aktivitas mereka yang tengah dilanda asmara.
“Tidak perlu. Duduk!”titah Zello membuang nafas kasar merasa terganggu, tetapi dia juga tidak mau berlama-lama dengan urusan ini.
Perlahan Veron menatap Zello, membenarkan pendengarannya, takut salah dengar. Setelah sekian detik nggak ada kata yang keluar dari bibir Zello lagi, Veron dengan perlahan duduk di sofa berhadapan dengan mereka.
Veron yang awalnya canggung sekian detik langsung berubah santai, merasa Zello juga tidak mempermasalahkan kejadian barusan.
Veron tersenyum dengan mimik pertemanan ketika Zello menyapu penampilannya. Veron yakin penampilannya akan diterima oleh pria yang ada dihadapannya itu. Hari ini Veron menggunakan kemeja rosepink dan celana jeans panjang. Siapa yang tidak tertipu dengan penampilan manisnya ini, wanita dengan perempuan Memakai kemeja, bukankah terlihat seperti wanita baik-baik. Tetapi senyum di wajah Veron berubah kecut melihat pandangan Rossa yang seolah mencibir. Yang akhirnya membuat Veron sendiri melihat penampilannya sendiri.
Bahkan, Rossa mendesah frustasi melihat penampilan Veron.
“Apa kamu tidak punya pakaian lain? Kamu akan bertemu dengan keluarga Zello." Tandas Rossa.
“Aku memang belum mempersiapkannya. Ini masih jam empat sore. Bukankah bertemu dengan keluarganya saat makan malam nanti,” ujar Veron.
“Yasudah, terserah. Tetapi yang saat jamnya nanti kamu ganti pakaian!” Rossa menyandarkan tubuhnya di sandaran soda, memosisikan tubuhnya lagi duduk dengan santai dan elegan.
“Siapa namamu?” Zello angkat suara, tentunya nggak bakal diam dengan orang yang ada di depannya. Ia harus melihat bibit bobot wanita yang duduk di depannya, meskipun hanya sandiwara saja.
“Ailia Veron Monic. Anda bisa memanggil saya Lilie,” sahut Veron.
Zello memasang muka datar dan bibirnya meluncurkan kata “ok.”
Selepas mereka melakukan sedikit perkenalan, mereka kembali saling membuka obrolan, ya walaupun cuma tentang alur yang akan Veron perankan. Setelah satu jam lebih. Mereka akhirnya mengakhiri pertemuan mereka, Veron keluar menuju butik, sementara Zello dan Rossa pergi ke hotel.
*
Veron yang mempunyai tubuh proporsial tidak susah untuk mendapatkan dress yang ia inginkan. Dia juga langsung memakainya di butik itu.
Masih banyak waktu yang ia miliki sebelum dapat telefon dari Rossa maupun Zello.Ia memutuskan untuk bersantai di sebuah cafe nggak jauh dari butik tersebut. Memainkan gawai dan mengirim beberapa pesan ke teman dekatnya. Nggak lama temannya membalas pesan Veron, yang membuat Veron tersenyum lega.
Lima belas menit berlalu, Veron mengarahkan pandangannya melihat seseorang datang ke mejanya.
Teman Veron, Anita. Dengan ceria langsung duduk di kursi yang membuat mereka bisa berhadapan. “Lilie,” ucap ceria Anita.
“Kamu benar-benar bisa diandalkan. Terima kasih,” ucap tulus Veron.
“Kamu ini bicara apa? Bukankah kita memang sudah berteman lama.” Anita menatap penampilan Veron dan tersenyum menggoda. “Apa kau ingin berkencan?”
“Tentu saja. Memang cuma kamu yang bisa berkencan.” Veron melipat tangannya di dada dan duduk dengan santai.
“Ambillah baju di butikku. Bukankah kamu sudah memang seperti bekerja di sana. Anggap saja upah hahaha.” Anita tergelak teringat dengan ulah konyol Veron yang sering datang ke butiknya untuk cek-cek barang dengan dalih supaya semua karyawannya beranggapan kalau Veron bekerja di butiknya.
“Diamlah! Nanti aku akan memilih gaun paling mahal di sana tiga potong bahkan lebih.”
Anita terlalu baik untuk Veron, setiap Veron ke butiknya, Anita nggak pernah mau menerima uang baju yang ia pilih. Sehingga Veron hanya sesekali ambil baju dari butik Anita.
“Kenapa kamu nggak kerja benaran saja di butikku? Aku akan menggajimu dengan tinggi. Kamu nggak perlu kerja di tempat terkutuk itu lagi,” ucap Anita serius.
“Dan aku akan menjawab dengan sama,” sahut Veron. Ia membuka lipatan tangannya dan beralih menaruh tangannya di atas meja. “Aku akan berhenti dari sana kalau aku sudah menikah.”
Setelah menuturkan kalimat itu, Veron langsung membetulkan posisi duduknya supaya lebih nyaman.
Anita mengangguk pelan dan menatap intens Veron.“baiklah.”
Anita sedikit paham dengan kondisi Veron. Yang tidak Anita paham adalah pekerjaan Veron di klub itu. Setahu Anita, Veron bekerja di klub sebagai waittres klub, dan Anita sendiri sudah terbiasa dengan orang asing yang selalu datang ke butiknya untuk mengorek identitas Veron. Ya, Anita tentunya paham kenapa Veron mendrama sesekali ke butik Anita 'Veron tidak ingin tahu identitas dirinya yang bekbekerdi klub diketahui oleh keluarga kekasih Veron'.
Siapa yang sangka, selain pekerjaan Veron, Anita juga tidak tahu jika pacar yang selalu dikenalkannya hanyalah kekasih bohongan. Seperti kekasih yang akan ia kenalkan sebentar lagi.
“Aku akan ke butikmu besok. Siapkan saja gaun untukku!” ucap Veron serius.
“Yaya, baiklah. Datanglah bersama kekasih barumu. Aku penasaran seperti apa wajahnya?” Goda Anita.
Veron sedikit mendongakkan wajahnya ke atas, berusaha mengingat wajah pria yang baru saja ia temui beberapa puluh menit yang lalu. “Dia tampan dan tentunya dia sangat menarik,” sahut Veron mantap.
Veron berharap tidak akan salah mengenali wajah Zello nanti saat ia menjemputnya. Pertemuan baru sekali dan hanya sesaat, sedangkan dirinya terlalu sering mendapatkan wajah baru tiap malam di ranjangnya, membuat wajah Zello menyatu dengan para pelanggannya.
“Setiap kamu membicarakan kekasihmu, kamu selalu memasang wajah seperti ini 'terlalu datar'.” Tekan Anita. “Kamu menjalin Hubungan dengan mereka atas nama cinta tidak? Sama sekali tidak tergambar di senyum maupun di matamu,” imbuh Anita.
'Tentu saja tanpa cinta' Veron membatin. Tapi, apa itu cinta? Veron yang sudah bekerja di klub sedari remaja, merasa tidak perlu dan tidak pantas mengenal cinta ataupun kekasih. Sebenarnya, apa itu cinta?
Sudah banyak obrolan yang mereka bahas, sampai waktunya ada notif pesan masuk dari ponsel Veron, otomatis menjeda perbincangannya.
Veron yang sudah melihat isi pesan langsung memandang Anita.
“Dia akan segera datang.”
“Yaa, aku belum puas berbincang denganmu,” keluh Anita.
“Aku akan mengenalkannya ke kamu.”
Nggak butuh waktu lama, pandangan Veron tertuju dengan pintu masuk Cafe anda Resto di sana. Ternyata dengan mudah Veron mendapatkan wajah Zello, bukan karena ingat wajah rupawan Zello. Tetapi karena aura bos-bos besar di dirinya, dingin. Memang wajah Zello sangat dingin terhadap orang asing. Apalagi dengan wanita yang menjelma jadi kekasih bayarannya. Matanya menembus diri Veron dengan tajam.
'Astaga apa dia tidak bisa berakting sedikit. Bukankah kalau kita di muka umum adalah sepasang kekasih' Veron membatin kesal. Veron membuang nafas kasar dan langsung menampilkan senyum manisnya. Namun senyum manis Veron berkurang merasakan kakinya yang tengah di tendang-tendang oleh Anita dari kolong meja.
"Kenapa?" tanya Veron kesal, mengelus kakinya yang kena tendangan bertubi-tubi oleh Anita.
“Lilie, jangan bilang dia adalah kekasihmu?" Mata dan wajah Anita tercengang dengan pria yang tengah berjalan ke arah mereka. "Astaga, dia benar-benar tangkapan yang sempurna." Imbuh Anita.
Anita nggak ada hentinya memandang kagum Zello. Bahkan, matanya berbinar penuh cinta.
Penampilan kasual Zello memang sangat menawan, meskipun aura Bos dengan wajah congaknya juga bertengger di sana. Tetapi, tidak mengurangi ketampanan Zello. Mata Anita berbinar seakan sedang melihat idolanya.
Veron menggigit bibir tipisnya, melihat raut Zello yang nggak ada ekspresi manis-manisnya sama sekali.
Zello sudah berdiri di samping meja mereka, yang langsung disambut dengan pelukan Veron. “Tuan Agra, tampilkan senyummu sedikit!" Veron berbisik lembut dan tidak lama melepaskan tangannya dari pinggang Zello.
"Sayang, kenalkan ini teman sekaligus atasanku. Nit, ini pria kesayangan aku" Veron memperkenalkan Zello dan Anita dengan ceria.
Zello mengulurkan tangannya, menjabat tangan Anita. "Senang bisa bertemu denganmu. Tapi mohon maaf, kami sedang buru-buru." To the poin Zello dan langsung menggenggam tangan Veron erat. Menuntun Veron keluar restoran dengan mesra. Tapi itu hanya yang terlihat, yang sebenarnya terjadi ... Veron meringis nyeri mendapati pengelangan tangannya di genggam Zello terlalu kuat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments