- Alibi Gia -

Malam ini aku merapikan tas dan barang-barang bawaanku yang Kemarin mungkin sudah berserakan dijalanan sebelum dipunguti oleh Lyra. Dan dimasukkan asal kedalam Tas ku.

Aku memastikan lagi barang apa saja yang hilang. Selain uangku, dan perhiasan seadanya yang aku pakai, ku rasa tidak ada lagi yang hilang. Dompet, surat-surat serta kartu identitasku masih utuh.

Rampok itu menguras habis uang dalam dompetku hingga tandas. Ya aku tidak punya uang lagi sekarang.

Lalu sekarang aku harus apa? Sejenak aku berpikir, belum sempat aku menemukan jawaban aku harus apa dan kemana. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar.

*. tok tok tok *

Aku bangkit dan membuka pintu.

Ku lihat ada Lyra yang tersenyum. Tapi senyumnya kali ini seperti sangat terpaksa. Itu yang aku lihat dari sudut pandangku.

"Kenapa, Ra?"

"Makan malam dulu ya, Gi!" Ucapnya sambil tetap menyunggingkan senyum yang amat dipaksakan.

Aku diam sambil mencari-cari alasan.

"Gi, kamu boleh aja nolak makan. Gak enak ya sama aku? Aku tau kok! Tapi Kita bahas itu nanti ya. sekarang Kamu makan ya! Pikirin noh yang disitu!" Katanya sambil menunjuk perutku yang masih rata.

Akupun mengangguk. Aku mengikuti langkah Lyra menuju ruang makan. Setelah ku sadari, rumah Lyra dan Nico cukup nyaman. Tidak terlalu kecil dan tidak juga begitu besar. Rumah yang rapi. Tetapi sepi. Aku baru menyadari mereka memang hanya tinggal berdua saja. Karena sejak awal aku berada disini, aku sudah menempati kamar tamu mungkin. Dan tidak keluar dari kamar itu sama sekali. Kamar mandinya juga sudah ada didalam kamar.

Jadi ini pertama kalinya aku menyusuri ruangan dirumah ini. Sepintas saja aku mengamatinya.

Lalu aku tiba diruang makan yang dilengkapi dengan empat kursi dan satu meja persegi. Cukuplah untuk mereka yang notabene tinggal berdua saja.

Ku lihat Nico sudah duduk seperti menunggu dan Lyra menyusul duduk tepat disampingnya. Aku memilih duduk didepan Lyra.

"Ayo makan, Gi! Jangan sungkan." Ucap Lyra sembari menyodorkan aku nasi dan lauk-pauknya.

Aku hanya mengangguk. Sambil ku ambil secukupnya. Kami makan dalam diam. Hanya ada suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring seperti bersahut-sahutan.

"Besok kamu aku antar sampai ke bandara Gi! Kamu harus benar-benar pulang. Karena itu keputusanmu!" Ucap Nico tiba-tiba memecah keheningan diantara kami bertiga.

Aku ingat siang tadi, Nico bersikeras menentangku pulang kerumah orangtuaku karena dia takut aku menggugurkan janinku atas permintaan orangtuaku. Terlebih dia takut lelaki itu tidak siap dengan kehamilanku. Dia takut aku melakukan hal diluar batas. Mengakhiri hidup, misalnya.

Lyra diam saja sembari terus tetunduk menyadari suaminya selalu lebih dominan dalam pembicaraan kami.

Sementara aku, menentang keras keputusan Nico karena aku berujar aku juga punya keputusan sendiri dan Nico tidak berhak atas pilihanku.

Akhirnya dengan berat hati dia menerima keputusanku dengan syarat aku tidak boleh menyesalinya. Karena jika aku punya bahkan sedikit saja penyesalan atas keputusanku, jangan salahkan kalau dia akan mengambil alih dan masuk lebih jauh dalam masalahku. Itu ancamannya.

Aku tidak paham maksud dari Nico yang berujar mengambil alih. Mengambil alih apa? Aku bersikap masa bodoh. Dan tetap bersikeras ingin pulang ke kotaku. Ku lirik Lyra mematung dengan segala keributan aku dan Nico. Melihatnya begitu aku jadi makin tidak enak hati dan ingin segera pergi dari sini.

"Ku rasa kita udah nggak perlu membahasnya lagi, Co. Aku udah mutusin buat balik. Dan aku rasa ini udah Clear. Anggap aku nggak pernah kesini. Dan jalani hidup rumah tangga kalian baik-baik!"

Ku lihat Lyra yang seolah tidak mendengar pembicaraan ini. Karena lagi-lagi dia hanya diam tanpa kata.

"Gi, kenapa keras kepalamu nggak pernah berubah sih?" Nico dengan sengaja menghempas pelan sendok dan garpunya sampai terdengar suara khas benda itu berdenting menyentuh piring.

"Aku memang keras kepala, Co. Tapi kamu nggak perlu segitunya, nggak usahlah kamu ngantarin aku. Aku juga bukan anak kecil. Toh aku bisa sampai disini sendiri. Pulang pun pasti bisalah sendiri!" Ketusku.

"Yang bilang kamu anak kecil siapa? nyampek sini memang sendiri. Tapi dalam kondisi pingsan dan uang udah nggak ada sama sekali. Yang begitu apa bisa dilepasin lagi sendirian? Kalo kecolongan lagi emang kamu pikir ada yang mau nolong kamu. Beruntung itu gak berulang kali juga, Gi! " Sindir Nico.

Aku diam. Aku mengakui kebodohanku. Tapi bukan berarti aku setuju diantar Nico besok. Aku punya rencana lain. Aku sudah jauh-jauh ke kota ini. Dan gara-gara Nico aku harus pulang? Nggak!

Aku cuma beralibi bilang pulang biar Nico taunya aku nggak berada dikota ini lagi.

Biar dia nggak mencampuri urusanku lagi. Soal uang yang ku pinjam untuk ongkos, ya nggak sepenuhnya bohong sih, memang itu mau ku jadikan ongkos untuk aku pergi dari rumah Nico dan cari tempat untuk tinggal. Bukan untuk pulang ke kotaku.

Syukur-syukur masih nyisa tuh uang, kan bisa aku jadikan modal usaha. Jualan apa kek. Nanti aku pikirin.

"Co, kamu boleh aja bilang aku keras kepala. Bodoh. Atau apapun lah. Tapi kamu lupa ya, Co. Kamu juga punya istri. Ya kali kamu nggak pernah minta pendapat dia." cecarku yang akhirnya membuat Nico mengalihkan pandangannya dari aku ke wanita disampingnya. Lyra.

"A,aku..." Jawab Lyra ragu-ragu karena pandangan Nico kearahnya.

"Ngomong aja gih, Ra. Dirumah kamu ini" kataku menyunggingkan senyum setelah aku mendapati Lyra kembali bersuara semenjak diam dari awal mula makan tadi.

"Aku rasa yang dibilang Mas Nico ada benernya, Gi! Lebih baik kamu kami antar aja. Biar lebih aman."

*"Hmmm, aku tau Lyra mau memastikan juga aku beneran balik kampung. Hahahaha"* kali ini batinku berbicara.

Niat Lyra itu bukan semata-mata untuk kebaikanku, tapi lebih tepatnya untuk kebaikannya dan Nico. Sikap waspadanya patut ku acungi jempol. Tapi dengan dia bersikap begitu aku jadi tahu arah pemikirannya.

*"Yayaya aku paham kok, lagi pula aku tidak berniat sedikitpun soal Nico. Lyra terlalu parno"* batinku lagi.

"Ya kalau itu mau kalian ya nggak apa sih. Tapi boleh nggak tiketnya aku beli sekarang sendiri?" kataku tidak tahu malu. Ku rasa urat maluku sudah putus ketika mereka berdua sudah tahu aib ku.

"Ya udah, berapa nomor rekening kamu?" Nico mengeluarkan ponselnya.

See? Semudah itu? Nico memang selalu royal perkara uang.

Akupun memberitahu Nico beberapa digit angka nomor rekeningku. Ponselku memang tidak hilang ketika dirampok. Karena ponselku berada di saku celana jeans ku. Mungkin tidak sempat atau apa tapi ku anggap itu keberuntunganku.

Tidak lama suara masuk pesan baru diponselku yang aku tau itu pasti pesan mobile banking.

Aku terkejut melihat nominal yang ditransfer Nico.

Mataku membulat sempurna. Lalu aku melirik Nico yang masih menatap ponselnya sambil menyunggingkan Smirk khas nya di sudut bibirnya.

Seolah bisa ku baca, sepertinya Nico tau dan bisa menebak pikiranku. Kalau aku pasti tidak akan pulang kerumah orangtuaku. Dan aku membutuhkan banyak uang.

Aku diam dalam pikiranku menerka-nerka pikiran Nico. Ya, ku rasa Nico memang tahu niatku.

*"Sial! Aku ketahuan."* Umpatku dalam hati.

Ku lirik lagi Nico dalam diamku. Dia seperti menahan senyumnya. Sebodo amat lah ! Intinya aku harus keluar dulu dari rumah ini. Karena aku benar-benar tidak nyaman dengan berada diantara Nico dan Lyra.

Serta sikap Lyra yang semakin diam semenjak kepulangan Nico. Apalagi sejak Nico terlihat peduli padaku. Membuatku semakin tidak enak hati. Aku mau pergi dari mereka. Yang aku pun tidak tau tujuanku kemana.

"Terima kasih banyak ya. Aku nggak tau bakal bisa balas kalian pake apa. Dan soal uang ini, aku pasti ganti nanti kalo aku udah kerja ya. Pelan-pelan pasti aku ganti. Aku janji." Ucapku sambil mengacungkan dua jari membentuk huruf V.

"Nggak usah dipikirin Gi! Yang penting kamu sampai dirumah orangtuamu dengan selamat. Itu udah buat kami lega."

Udah tau kan itu jawaban siapa. Itu jawaban Lyra. Setelah diamnya membuat aku bertanya-tanya. Sekarang dia terlihat Lega dan mulai tersenyum seperti biasa. Bukan senyum keterpaksaan lagi. Aku tau dia lega aku akan pulang. Tapi dia nggak tau aja berapa uang yang dikirimkan suaminya ke aku. Kalau dia tahu, mungkin dia makin syok dan nggak bisa tersenyum lagi melihat wajahku ini.

Aku balas senyuman dia dengan setulus hati. Bagaimanapun, dia sudah menolong aku. Aku memutuskan undur diri lebih dulu dari meja makan.

Aku masuk kamar. Dan memikirkan strategi apa yang akan ku jalani besok.

Dengan uang dua puluh lima juta yang sudah masuk ke rekeningku.

*"Wah mau aku apain ya ini duit?"* Lagi lagi aku tersenyum kecut.

Bisa bisanya aku mengambil jatah Lyra. Ya seharusnya Nico memberikan uang ini kepada Lyra. itu lebih cocok. dia kan istrinya.

Tapi aku dengan sisa-sisa keserakahanku diam saja saat menerima uang ini. Dan berusaha tidak terjadi apa-apa. Entah apa yang ada dalam benak Nico sebenarnya waktu dia mengirimi uang sebanyak ini padaku. Yang jelas kalau dalam benakku pastinya uang ini sangat menguntungkan untuk bekalku di kedepan hari.

Dapat ku pastikan memang dia tau kebohonganku. Tapi selain itu? Aku mencoba tidak berpikir yang lain-lain.

Ah Aku tidak tau dia berpikir apa. Aku tidak bisa menebak isi kepala lelaki itu meski dia pernah menjalin hubungan denganku. Justru aku lebih sering membaca isi kepala Lyra. Mungkin karena kami sesama wanita.

Dan Lyra dengan diamnya, Apa dia sebenarnya tau ulah suaminya?

Kali ini aku memilih tidak menerka-nerka pikiran Lyra.

Dari kejadian ini, Aku bisa menyimpulkan bahwa Nico benar-benar masih menaruh hati padaku. Entahlah! Dari caranya, kepeduliannya dan dari uang ini ku rasa cukup membuktikannya.

Tapi, lagi-lagi ku tekankan, sedikitpun tidak terlintas dalam pikiranku untuk memanfaatkannya. Biarlah ini untuk yang pertama dan terakhir.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

meimei

meimei

Nico...jamu bermain api..

2022-01-09

0

lihat semua
Episodes
1 - Sadar -
2 - Bertemu Nico -
3 - Alibi Gia -
4 - Masa Itu -
5 - Pergi -
6 - Lyra -
7 - Semangat dan Mimpi -
8 - Erick Darell Ravendra -
9 - Usaha Gia -
10 - Keadaan tanpa Gia -
11 - Pertemuan tak Terduga -
12 - Perkenalan pertama kali -
13 - Kejadian Tak terduga -
14 - Kedatangan Tamu Special -
15 - Pertemuan berujung bencana -
16 - Antara Erick dan Arga -
17 - Penjelasan -
18 - Kepulangan Erick-
19 - Teman Baru -
20 - Sekilas tentang Arga -
21 - Restu dan Sebuah Pesan Baru -
22 - Rekan Bisnis -
23 - Bersama Arga -
24 - Kenyataan Pahit -
25 - Kedatangan Erick -
26 - Pulang -
27 - Menuju Rumah Calon Mertua -
28 - Hari yang sama ditempat berbeda -
29 - Seperti Mimpi -
30 - Galau dan Perkara Hutang -
31 - Visual -
32 - Kembali lagi -
33 - Percakapan Kakak dan Adik -
34 - Menghilangnya Gia -
35 - Mencari Gia -
36 - Menemui Nico -
37 - Perasaan Mikha -
38 - Cemas -
39 - Figura Foto -
40 - Curhat -
41 - Menuju Hari H -
42 - The Wedding -
43 - Selanjutnya -
44 - Malam Panjang -
45 - Serangan Kaget -
46 - Babak Baru -
47 - Aktifitas -
48 - Keputusan Arga -
49 - Duka dan Semangat -
50 - Cemburu -
51 - Bertemu kembali -
52 - Tidak Percaya Diri -
53 - Tertunda -
54 - Pindah -
55 - Tempat Tinggal Baru -
56 - Sakit -
57 PENGUMUMAN !!!
58 - Donor -
59 - Sulit Menang -
60 - Gugup -
61 - Pulang Kerumah -
62 - Makan Malam -
63 - Pesta -
64 - Canggung -
65 - Bersikap Baik-baik Saja -
66 - Setelah Dua Tahun -
67 - Clue -
68 - Berkumpul -
69 - Tanya? -
70 - Menuntut Penjelasan -
71 - Masa-masa Menyakitkan -
72 - Pembicaraan Konyol -
73 - Taxi Online -
74 - Marry Me? -
75 - Membereskan -
76 - Kerelaan Nico -
77 - Bertemu Mama Anna -
78 - Sebuah Pesan -
79 - Akhir -
80 Bonus Chapter
81 PROMO
Episodes

Updated 81 Episodes

1
- Sadar -
2
- Bertemu Nico -
3
- Alibi Gia -
4
- Masa Itu -
5
- Pergi -
6
- Lyra -
7
- Semangat dan Mimpi -
8
- Erick Darell Ravendra -
9
- Usaha Gia -
10
- Keadaan tanpa Gia -
11
- Pertemuan tak Terduga -
12
- Perkenalan pertama kali -
13
- Kejadian Tak terduga -
14
- Kedatangan Tamu Special -
15
- Pertemuan berujung bencana -
16
- Antara Erick dan Arga -
17
- Penjelasan -
18
- Kepulangan Erick-
19
- Teman Baru -
20
- Sekilas tentang Arga -
21
- Restu dan Sebuah Pesan Baru -
22
- Rekan Bisnis -
23
- Bersama Arga -
24
- Kenyataan Pahit -
25
- Kedatangan Erick -
26
- Pulang -
27
- Menuju Rumah Calon Mertua -
28
- Hari yang sama ditempat berbeda -
29
- Seperti Mimpi -
30
- Galau dan Perkara Hutang -
31
- Visual -
32
- Kembali lagi -
33
- Percakapan Kakak dan Adik -
34
- Menghilangnya Gia -
35
- Mencari Gia -
36
- Menemui Nico -
37
- Perasaan Mikha -
38
- Cemas -
39
- Figura Foto -
40
- Curhat -
41
- Menuju Hari H -
42
- The Wedding -
43
- Selanjutnya -
44
- Malam Panjang -
45
- Serangan Kaget -
46
- Babak Baru -
47
- Aktifitas -
48
- Keputusan Arga -
49
- Duka dan Semangat -
50
- Cemburu -
51
- Bertemu kembali -
52
- Tidak Percaya Diri -
53
- Tertunda -
54
- Pindah -
55
- Tempat Tinggal Baru -
56
- Sakit -
57
PENGUMUMAN !!!
58
- Donor -
59
- Sulit Menang -
60
- Gugup -
61
- Pulang Kerumah -
62
- Makan Malam -
63
- Pesta -
64
- Canggung -
65
- Bersikap Baik-baik Saja -
66
- Setelah Dua Tahun -
67
- Clue -
68
- Berkumpul -
69
- Tanya? -
70
- Menuntut Penjelasan -
71
- Masa-masa Menyakitkan -
72
- Pembicaraan Konyol -
73
- Taxi Online -
74
- Marry Me? -
75
- Membereskan -
76
- Kerelaan Nico -
77
- Bertemu Mama Anna -
78
- Sebuah Pesan -
79
- Akhir -
80
Bonus Chapter
81
PROMO

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!