Dengan sadar, aku menceritakan beban yang ku tanggung kepada Lyra. Benarkah? Apa sekarang kami cukup dekat untuk berbagi kisah? Apa sekarang kami berteman? Aku tidak tahu.
Tapi semenjak dia menolongku, ku rasa dia bisa ku anggap temanku. Yah lebih baik daripada Rani yang tidak memandangku sama sekali. Sejak aku datang hingga aku beranjak pergi dari kediamannya.
Ketika aku menyadari aku dirampok seperti kata Lyra. Ingatanku kembali pada saat aku pergi dari rumah Rani. Mungkin aku lemah karena sedang mengandung. Dan perjalanan jauh yang membawaku ke kota ini membuatku kelelahan akhirnya jatuh pingsan.
"Gi, Gia???" Suara Lyra membuyarkan lamunanku tentang awal mula aku memutuskan pergi.
"Iya, Ra? Emmm sekali lagi makasih ya, Ra. Udah mau nolong aku. Kamu orang baik. Nico gak salah pilih istri deh. Hehe." kataku mencari-cari kata mencairkan suasana kaku yang aku sadari setelah Lyra tau kehamilanku.
"Gi, aku bukannya mau ikut campur. Bukan maksud ingin tau lebih jauh. Tapi apa kamu ke kota ini mau menghindar dan sembunyiin kondisi kamu?"
Lyra mencoba menerka-nerka sambil menepuk pelan bahuku.
Aku diam seolah berfikir. Tapi aku tidak berniat menjawab pertanyaan Lyra. Sampai akhirnya dia bicara lagi.
"Gia, aku kasi kamu ongkos pulang ya. Kamu pulang ya, Gi! Aku mau lelaki itu bertanggung jawab Gi, kamu bicarakan hal ini baik-baik dengan keluargamu. Pasti dapat titik temu nya!"
Ku rasa sebagian kata-kata Lyra adalah benar. Lelaki yang sudah menghamiliku harus bertanggung jawab. Tapi, itu tidak meruntuhkan benteng pertahananku. Karena aku tahu bahkan hubungan kami pun tidak ada restu dari kedua belah pihak keluarga. Aku yang harus tahu diri. Dan aku punya pemikiran sendiri.
"Aku tau, Ra" jawabku pelan tanpa mengalihkan pandangan mataku dari jendela kamar.
"Aku sama dia udah salah, seharusnya kami gak terlalu jauh. Aku bodoh. Aku nggak mencegah dia. Dan dia juga nggak bisa mengendalikan dirinya sendiri. Biar aku jalani ini semua sendiri, Ra. Aku akan jadi orangtua tunggal untuk anak aku. Lagi pula keluargaku gak akan mungkin setuju. Hubungan kami ditentang sama kedua belah pihak keluarga. Biar ini semua, aku yang menanggungnya." jawabku lirih.
Tidak ku dengar Lyra berkata-kata. Dia diam seolah mencoba memahami ada di posisiku.
Sampai akhirnya dia bicara lagi.
"Jadi, kamu memutuskan untuk melanjutkan hidup kamu tanpa suami, Gi? Dalam kondisi begitu? Ah iya, apa dia tau kamu sedang mengandung anaknya, Gi? Siapa dia?"
Lagi-lagi seperti bisa ku baca, pertanyaan Lyra seolah mencari tahu siapa sosok lelaki itu, memastikan kalau itu bukan Nico. Suaminya. Aku tersenyum kecut. Aku tidak licik untuk membebankan semuanya kepada Nico. Mengambil kesempatan disaat ini. Itu sama sekali bukan sifatku. Dan lagi, aku tidak mencintai Nico, kini.
Sama sekali tidak terlintas dipikiranku untuk orang lain yang harus menanggung beban atas kesalahanku. Tapi, Aku bisa paham ketakutan Lyra, Karena Nico mungkin masih ada hati padaku. Entah kenapa aku menangkap itu dari sikap Lyra. Dan atas pertanyaan Lyra kali ini, aku memilih diam saja. Ku jawab siapa laki laki itu pun dia tidak mengenalnya.
"Gi, aku tau kamu mau memendamnya sendiri. Aku ngerti. Meskipun aku nggak berada diposisi kamu. Tapi, aku nggak mau nanti Nico mengajukan diri untuk ikut menanggung bebanmu juga."
kali ini kata-kata Lyra membuat aku syok. Benar saja, dia juga mengira Nico akan menanggung apa yang menjadi bebanku.
"Ra, laki laki itu bukan Nico" ku jawab agar melegakan hati Lyra.
"Aku tau, Gi. Aku tau! Itu memang bukan Nico. Tapi kamu nggak tau kan, Gi? Meskipun hubunganmu dengan Nico udah lama berakhir. Tapi tanpa Nico sadari satu-satunya mantan yang sering dia sebut dan dia ceritakan itu, kamu. Itu nggak menutup kemungkinan kalau dia masih punya rasa sama kamu, Gi! Dan lagi karna rasa itu bisa jadi dia mau membantu kamu. Dia pasti nggak tega sama kamu, Gi. Aku ta--"
Ku sambut kata kata Lyra yang seolah tak akan ada hentinya itu. See? Benar saja dia juga merasakan kalau Nico masih ada rasa padaku.
"Kamu jangan khawatir, makanya siang ini juga antarkan aku pergi dari sini--" belum siap aku bicara panjang kali lebar memutuskan dan merencakan kemana aku akan pergi. Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar nyaring. Disusul suara lelaki yang sangat familiar ditelingaku.
Sontak aku dan Lyra saling memandang satu sama lain.
Tanpa sadar, ku pejamkan mataku.
*"Apa lagi ini, Tuhan??"* Batinku.
Ku lihat Lyra beranjak dan bergegas membuka pintu depan. Sepertinya Nico pulang lebih awal dari seharusnya. karena baru saja beberapa menit lalu Lyra mengatakan Nico akan pulang besok. tapi sekarang apa? dia sudah disini, dalam rumah yang seharusnya tidak ada aku didalamnya.
Sekarang aku tidak bisa menghindar lagi untuk bertemu dengannya. Mau tidak mau ini harus ku hadapi, bertemu Nico kembali. Dalam keadaanku yang seperti sekarang ini.
Samar samar ku dengar pembicaraan mereka. Sekilas ku dengar namaku disebut-sebut.
Tak lama sesosok lelaki yang sudah ada dibenakku beberapa detik lalu muncul dari balik pintu kamar dan disusul Lyra dibelakangnya.
*" Ah.. benar saja itu dia"* gumamku lirih dalam hati.
"Gia?"
"Nico?"
Jawab kami bersamaan. Aku dengan nada biasa karena sudah menduga itu adalah Nico dan Nico dengan nada yang ku tangkap sedikit terkejut mendapati aku berada di rumahnya.
"Gia, tenyata ini benar kamu?" Nico memastikan dia tidak salah lihat. Dan suaranya terdengar lirih.
"Ya" jawabku pendek.
Rasanya aku mau menyembunyikan wajahku ditumpukan bantal agar Nico tidak melihat wajahku kali ini. Wajah yang sekarang penuh Dosa dan kebodohan.
Aku memandangi Lyra. Dan seolah mengerti sinyal dari mataku, Lyra mengajak Nico keluar dari kamar yang ku tempati.
Sesaat kemudian mereka sudah berada diruangan yang berbeda denganku.
Entah membahas apa. Tapi bisa ku pastikan itu ada hubungannya denganku.
Tak lama Nico masuk dengan wajah yang memerah.
"Bagaimana bisa, Gi? Dimana dia? Dimana br*ngs*k itu? Biar ku ajari dia caranya bertanggung jawab!"
Nico mencecarku dengan pertanyaan yang benar benar mengadili ku. Aku yakin Lyra sudah menceritakan secara detail awal mula keberadaanku dirumah mereka.
Yang aku tidak habis pikir, dari pertanyaan dan kata-kata Nico dapat ku pahami dia amat marah bahkan murka dengan kehamilanku. Tapi jelas terlihat dia sangat peduli kepadaku. Dan itupun ditangkap oleh mata Lyra yang ku lihat terpaku menatap suaminya yang berapi-api. seolah Nico sedang menyesali mendapati keadaanku sekarang ini.
Aku benar-benar tidak nyaman berada disini. Mata Lyra seperti memaksaku untuk segera pergi dari rumahnya sekarang juga. Ada seberkas penyesalan disana.
Dia seperti telah melakukan hal yang salah. Benar saja, akupun akan marah jika pasanganku peduli pada wanita lain dan itu didepan mataku.
Aku tidak tau apalagi kata-kata Nico yang akan mengagetkanku dan akan menyakiti hati Lyra. Aku tidak tega bahkan hanya membayangkannya saja.
Setelah mendengar Nico mengumpat dan mengeluarkan emosinya. Aku menyadari kali ini bahwa benar, Nico masih ada rasa kepadaku. entah aku saja yang hanya menduganya atau Lyra? -sejenak ku tatap matanya dalam- ya sepertinya Lyra juga merasakan hal itu di matanya. dia tau arti gelagat suaminya. hingga ku putuskan untuk bersuara.
"Aku mau pulang kerumah orangtuaku saja! aku ucapkan banyak terimakasih untuk kalian. Terutama Lyra. Makasih udah nolong aku. Tapi, maaf sekali lagi untuk merepotkan kalian. Berhubung aku udah gak punya uang karna dirampok. Bisakah aku pinjam uang untuk ongkos? Nanti kalau aku punya uang, pasti akan ku ganti" ucapku lirih berusaha menahan malu.
Aku memilih menatap Lyra lagi, bukan Nico.
"Nggak bisa gitu dong, Gi ! Kata kata Nico yang buat aku tidak habis pikir.
"Kenapa?" Jawab aku dan Lyra kompak.
"Apa kamu udah siap dengan konsekuensinya? Apa kamu siap kalau kamu disuruh gugurkan janin itu? Karna kita tau orangtua kamu nggak setuju sama si br*engs*k itu! Pasti kemungkinan itu ada di list orangtua kamu, Gi! Kita akan hadapi ini sama-sama!"
Hah?-hanya kata itu dalam batinku ketika Nico mencetuskan kalimat yang benar-benar membuat aku dan Lyra terdiam dengan pikiran kami masing-masing.
Dan apa katanya tadi? "Kita" apa maksudnya itu? Ku lirik Lyra yang matanya sudah berkaca-kaca setelah mendengar jawaban suami tercintanya.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
meimei
bah...si Nico...????
mungkin si lira g bisa hamil y...???
2022-01-09
0