Kinan menutup Koran dengan lemas. Nenek dan Bima yang sedari tadi melihatnya hanya bisa bergumam dalam hati. Baiklah, kita hitung mundur, 3…2…1…
“Aaaaaaaaaaarrggghhhh…. Kenapa sulit sekali cari kerja” Kinan berteriak dengan keras. Itulah yang terjadi. Nenek dan Bima serentak menutup telinga mereka.
“Sudah turunkan tangan kalian. Tidak sopan. Ada orang bicara malah menutup telinga” Kinan menggerutu kesal.
“Kau itu berteriak bukan bicara. Sebagai wanita ada baiknya kau rubah sifatmu yang suka teriak-teriak seperti itu. Kekanak-kanakan!” Ungkap Bima kesal.
“Aku kan hanya sedang kesal, Kak” jawab adiknya dengan kepala tertunduk lesu. Beberapa helai rambutnya jatuh menutupi wajah.
"Coba kau cari di internet. Kau ikut itu banyak situs pencarian kerja. Sekarang jarang sekali orang pasang lowongan kerja di koran."
"Kau tahu Kak, ponselku ini rusak. Sudah tiga hari ini aku tidak bisa menghubungi siapa-siapa. Kau mau membelikan ku ponsel baru?"
Bima terdiam sejenak, lalu menimpali "Aku akan coba berhutang pada bosku, nanti akan kubelikan"
"Tidak perlu! Aku masih belum membutuhkan ponsel"
Dua minggu menjadi pengangguran membuat Kinan stress. Dia harus menghidupi dan membiayai sekolah Shanju. Kalau tidak bekerja lalu dapat uang darimana? Wanita 29 tahun, status janda, wajah pas-pasan, lulusan SMK Tata Boga, pekerjaan terakhir Office Girl (tambahan: Dipecat) dan punya seorang anak laki-laki yang bersekolah di SD (Masa depannya masih sangat panjang). Wah.. Kepala Kinan seolah mau pecah memikirkannya.
“Kalau memang tidak ada lowongan, kau buka usaha saja”
Kinan melirik ke arah Nenek.
“Usaha apa? Jangan bilang, aku harus meneruskan usaha kedai mie punya Kakek”
Nenek tersenyum sambil mengangguk cepat. Wajah Kinan kembali tertunduk. Jawaban yang tidak ia harapkan.
“Aku rasa ide Nenek boleh juga. Kau pandai memasak kalau kembali meneruskan kedai, bukankan itu peluang yang cukup bagus?”
“Tapi Kak, kedai itu sekarang kan sedang ku sewakan. Lagipula banyak pedagang makanan di sekitar kedai kita. Pesaingnya banyak sekali”
“Kau bilang pada penyewa kalau mulai awal bulan nanti, kau tidak lagi menyewakannya. Lagipula kulihat juga tokonya sering tutup. Jangan khawatir tentang pesaing. Tempat kedai kita kan di dekat jalan, sudah banyak perkantoran dan sekolah, jadi pasti akan ada banyak konsumen disana.”
“Membuka usaha juga butuh modal. Gaji 3bulan ku saja tidak cukup untuk merehab kedai dan beli bahan. Aku dapat uang darimana?”
“Aku ada sedikit tabungan kalau kau mau”
Kinan melihat kakaknya dengan serius. Lalu melirik ke arah Nenek yang sedang berpikir.
“Kau bisa jual kalungku, kalau masih belum cukup, kita bisa pinjam saudara beberapa. Bagaimana?” Kinan melihat sayu Neneknya. Kemudian menggeleng perlahan.
“Itu kalung dari Kakek, Aku tidak mau menjualnya”
...***...
Radit menghempaskan badannya ke sofa. Ibu Merliana dengan penuh kasih sayang mengelap keringat di kening anak laki-lakinya itu. Radit yang kepayahan hanya bisa diam diperlakukan seperti itu oleh Ibunya.
“Kau ini sudah berusia 30 tahun masih saja bertingkah seperti anak kecil.”
Radit bangkit mengambil orange juice yang ada di meja. Selepas jogging, paling enak minum yang segar-segar. Hari ini Radit jogging lebih lama dari hari biasa. Maklum, ini hari minggu. Dia tak perlu berpacu dengan waktu untuk berangkat ke kantor. Jogging adalah hal yang tidak bisa dilepaskan Radit setiap hari.
“Ibu sudah bicara dengan ibunya Nuri. Bagaimana kalau hubungan kalian diresmikan secepatnya? Kalian akan bertunangan”
Air jeruk di mulut Radit hampir saja keluar ketika ia mendengar ibunya bicara tentang pertunangan. Segera ia menatap ibunya dengan raut tidak suka.
“Ibu tidak suka kalau kau menyerngitkan dahi seperti itu. Sampai kapan kau akan dingin kepada Nuri. Ayolah! Bukalah hatimu padanya. Bukankah kalian sudah berteman sejak sekolah dulu. Nuri itu gadis yang cantik, anggun, dan sangat serasi denganmu. Keluarganya juga sudah sangat baik dengan kita, Nak"
"Tahu begini aku tidak mau pulang dari Amerika" seloroh Radit dengan cueknya.
"Lalu kalau kau tak mau pulang siapa yang akan menggantikan ayahmu?"
Raditya menghela nafas. Dia tak mau berdebat lagi dengan ibunya.
"O ya, Nanti siang antar ibu ke pertokoan emas di pinggir kota itu ya?”
“Mau apa? Beli emas di Mall dekat sini kan bisa?” Tanya Radit dengan malas.
“Ibu mau pesan cincin untuk Nuri. Kudengar toko-toko emas di pinggir kota sangat terkenal dengan emasnya yang bagus. Banyak pengrajin emas yang berkualitas disana, kalau beli disini tidak ada yang istimewa. Aku ingin sesuatu yang baru, yang lebih tradisional”
Radit hanya menggeleng dan meninggalkan Ibunya yang sedang tersenyum bahagia.
...***...
Orang-orang hilir mudik dengan berisik. Beberapa tampak asyik melihat emas dalam etalase. Pertokoan emas disini lebih ramai daripada yang ada di Mall. Kelihatanya pun semua orang bebas masuk dan keluar melihat-lihat toko. Permata Indah, Gajah Emas, Surya Naga, Kilau Berkah dan yang lainnya adalah beberapa nama toko yang berjejer di sepanjang area pertokoan pinggir kota.
Tidak ada satupun nama yang mencantumkan kata Gold, Jewel, Diamond atau yang biasa lazim dipakai gerai emas di Mall besar. Para pramuniaga pun berbusana sangat sederhana, ada yang seragam ada yang tidak. Senyum mereka ramah menyapa kepada siapapun yang masuk ke toko mereka.
Radit duduk menunggu Bu Merliana yang sedang sibuk berbicara dengan salah satu pegawai toko emas. Sesaat kemudian Ibunya datang menghampiri dengan senyumannya yang khas. “Aku akan masuk ke tempat pembuatannya, aku ingin langsung bicara pada pengrajinnya. Pegawainya mau mengantarku ke dalam, kau mau ikut?”
Radit menggeleng. “Aku tunggu disini, Ibu masuklah!”
“Lalu bagaimana dengan modelnya, kau tak ingin ikut mendesainnya?”
Bu Mer hanya manyun melihat anaknya yang menggelengkan kepala untuk kedua kalinya. Ya sudah kalau begitu!
Radit asyik memainkan game di ponselnya. Tapi tak berselang lama, aktivitasnya agak terganggu ketika hidungnya mencium aroma yang aneh. Bau minyak kayu putih. Radit menoleh ke arah nenek yang duduk tepat disampingnya. Pantas saja, gumamnya dalam hati.
Sebenarnya dia tidak ingin sok dekat dengan orang lain yang tidak dikenalnya, tapi dari tadi nenek tua itu menunduk sambil sesekali terisak. Ayolah Radit, gunakan perasaanmu!
“Nenek, kenapa?” tanyanya sangat pelan.
Wanita tua itu melihat Radit dengan menyipitkan mata. Mencondongkan diri lalu menjauh. Kemudian kembali mendekat. Radit yang tak paham dengan tingkah si nenek hanya bisa diam menunggu jawaban. Nenek itu kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan kacamata. Dipakainya dengan perlahan.
Sesaat kemudian nenek itu tertawa lebar sambil menepuk pipi Radit dengan halus.
“Benar kata cucuku, dengan memakai kacamata ini aku bisa melihat laki-laki tampan dengan jelas , kalau begitu aku akan memakainya setiap hari”
Radit memasang senyum terpaksa. Menyesal juga bertanya seperti tadi.
“Nenek sedang apa? Kenapa tadi begitu sedih?” Radit melepaskan tangan wanita tua itu -yang masih menempel di pipinya- dengan hati-hati. Pemandangan ini sangat tidak lucu kalau dilihat orang-orang. Kesannya seperti laki-laki muda bermesraan dengan nenek tua di tempat umum.
“Aku hendak menjual emas, tapi mereka menolak membeli karena aku tidak punya surat pembeliannya. Kalaupun mau, mereka menawarnya terlalu rendah. Padahal aku sangat membutuhkan uang saat ini” wajah nenek itu terlihat sangat menyedihkan.
“Apa kau mau membelinya, anak muda?”. Belum sempat Radit menjawab, nenek itu mengeluarkan sebuah kalung dari dalam tasnya. Lalu menyerahkan kepada Radit.
“Coba kau rasakan, ini cukup berat bukan? Aku jamin ini asli, nyawaku sebagai garansinya. Ini hadiah dari suamiku sebelum ia meninggal. Aku sangat menyukainya namun Cucuku membutuhkan uang untuk memulai usahanya. Jadi kumohon bantulah nenek tua ini ya?”
Raditya terdiam, hatinya tidak tega melihat wajah nenek tua itu. Ada kejujuran dibalik raut mukanya. Namun, buat apa ia membeli sebuah kalung emas?
...***...
Semua orang memasang ekspresi yang sama, cemas. Nenek hilang dari tadi siang. Dan hingga sore begini, Nenek belum pulang. Kinan melihat jam dinding ruang tengah, jarum pendek menunjuk Angka 3.
Kemana orang ini? kalau mau pergi jalan-jalan harusnya pamit terlebih dahulu.
Kecemasan merekapun akhirnya sirna dengan munculnya sosok nenek yang membuka pintu ruang tamu. Kinan, Shan dan Bima menarik nafas lega.
“Eh, kalian sudah berkumpul disini. Seharusnya tidak perlu repot-repot menungguku seperti itu” Nenek duduk bersila di karpet bergabung dengan mereka. wajahnya tampak sangat ceria dan lain dari biasanya.
“Kenapa Nenek gembira seperti ini? sebenarnya Nenek darimana?”
“Aku baru saja berkencan dengan laki-laki muda yang sangat tampan. Badannya tinggi, rambutnya rapi dan sangat wangi. Dia juga sangat baik, dia membelikan ku makan siang dan mengantarku pulang. Ya Tuhan, hari ini aku merasa seperti berselingkuh dari Kakekmu”
Nenek tertawa kecil. Wajahnya terlihat sangat merah. Sedangkan dua cucu dan satu cicitnya hanya bisa diam melihat tingkahnya yang sedikit berlebihan.
“Apa Nenek sedang demam? Nenek tidak apa-apa?” Tanya Bima dengan cemas diikuti anggukan Kinan dan Shanju. Melihat wajah yang tidak percaya, Nenek membuka tas dan mengeluarkan setumpuk uang. Seisi ruangan hanya melongo melihatnya. Dan Nenek tersenyum puas melihat wajah-wajah seperti itu.
“Aku tadi menjual kalungku pada seorang pemuda tampan di pertokoan emas dekat pasar. Berkat paras cantik dan keahlian ku berakting, aku bisa menjual kalungku sebesar 10 Juta. Padahal sebenarnya tidak semahal itu kalau dijual. Hebat bukan?” Nenek memegang kedua pipinya sambil berkedip centil pada cucu-cucunya.
“Untuk apa Nenek menjual kalung peninggalan Kakek itu? dan siapa pemuda yang Nenek ceritakan?” Kinan menatap serius neneknya.
“Ini untuk buka kedai mie kita, Kinan sayang. Kakekmu akan jauh lebih senang kalau kau mau melanjutkan usahanya daripada melihatku menyimpan kalung itu. Sudahlah pakai saja uang ini untuk tambahan modal kedai mie kita. Bagaimana?” Nenek menatap Kinan dengan memohon. Shanju dan Bima pun ikut menatapnya.
“Baiklah..baiklah.. Kalau semua ingin aku melanjutkan kedai, aku akan melakukannya. Mulai bulan depan aku akan berjualan mie. Puas semuanya?”
Semua bertepuk tangan tanda setuju. Walau dalam hati Kinan agak dongkol karena terpaksa menyanggupinya.
“Aduh…aku lelah sekali, Nenek ke kamar dulu ya?"
“Nenek, tunggu! Nenek belum beritahu kami, siapa pemuda itu?” Nenek melihat wajah Kinan dengan serius.
“Kau iri ya denganku? Nenek baru saja berkencan dengan pemuda tampan dan kaya, kau sudah ingin tahu siapa dia. Sudahlah… besok-besok kalau bertemu lagi dengannya akan kukenalkan padamu”
Kinan hanya meringis tak percaya wanita 75 tahun itu bicara seperti gadis SMA. Waaa..sepertinya Nenek benar-benar demam.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Siti Fatimah
nenekny wae kek gini...pantes....nurun ke cucuny.....
2022-11-19
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓷𝓮𝓷𝓮𝓴 𝓷𝓪𝓻𝓼𝓲𝓼 𝓫𝓪𝓷𝓰𝓮𝓽 𝓷𝓲𝓱😅😅😅😅😅
2022-09-19
0
ayudesy subardo
nenek kinan gokil jg ternyata 🤣🤣
2022-09-17
0