Raditya duduk bosan di ruangannya. Ia memandangi cangkir kopi yang ada disampingnya. Radit teringat Kinan. Entah kenapa wanita aneh itu terlihat menarik di mata Radit. Wajahnya manis dengan senyum yang selalu ceria. Ia juga wanita yang sederhana, ia selalu menguncir rambutnya dan beberapa helai poni membingkai wajahnya dengan sempurna.
Kinan mempunyai kecantikan yang natural. Kecantikan itu yang membuat Radit ingin selalu melihatnya. Ia bertemu dengan banyak wanita cantik, bahkan lebih cantik dari Kinan tapi ada sesuatu yang selalu mencuri perhatian Radit dari wanita itu. Wajah Kinan seperti magnet, dan Raditya adalah paku baja. Ia tak berdaya untuk mengacuhkannya begitu saja.
Namun, sepertinya Radit bukanlah orang yang bisa mendekati wanita dengan baik. Ia bahkan harus berpura-pura marah dan menyuruh Kinan untuk mengganti kopi belasan kali hanya agar ia bisa melihat wajah wanita itu. Ia tak punya alasan lain. Dan bahkan ketika Kinan bersembunyi di kolong meja kerjanya, ia tertegun melihat wajah gugup Kinan yang malah membuatnya menarik.
Tak lama lamunan Radit tersadarkan. Terdengar ketuk pintu dan suara laki-laki.
“Masuklah!”
“Ada apa Boss?” Bang Miko berdiri di depannya.
“Duduklah! Aku ingin bicara denganmu”
Bang Miko terkejut mendengarnya. Belum hilang ingatannya tragedi Kinan dipecat, semoga kali ini bukan gilirannya. Tidak bisa ia bayangkan wajah istrinya dirumah jika tahu dia dipecat dari perusahaan Abhimanyu.
Radit melihat wajah ketakutan Bang Miko dengan tersenyum.
“Kenapa Bos tersenyum?” Bang Miko bertanya dengan sedikit hati-hati. Suaranya pun dibuat sangat pelan, berbeda dengan kesehariannya yang suka tertawa keras dan berbicara lantang.
“Kenapa kau ketakutan seperti itu? memangnya wajahku sangat menyeramkan?”
Bang Miko menggeleng dengan cepat, “Wajah Bos hanya tidak bisa berekspresi.”
Radit menarik nafas dalam lalu mengambil cangkir kopi. Beberapa detik dilihatnya cangkir itu lalu diberikan kepada Bang Miko.
“Minumlah!” Bang Miko menyerngitkan dahi lalu meminum kopi yang diberikan Radit.
“Rasanya enak Boss, apa Boss tidak suka?” Radit memandang mimik wajah Bang Miko dengan serius.
“Mulai besok, jangan buatkan kopi lagi. Kopi buatanmu tidak enak sama sekali”
Bang Miko kembali meneguk kopi kemudian mengecapnya beberapa kali. Sebenarnya ada apa dengan lidah orang ini? tidak ada yang aneh dengan kopinya. Apa yang sebenarnya dia cari?
“Kenapa melihatku seperti itu?”
“Sebenarnya Boss kenapa? Kopi ini tidak berbeda dengan kopi yang lain. Karyawan yang lain tidak pernah komplain dengan masalah kopi. Mereka meminum kopi yang sama dengan Boss. Dulu Boss menyuruh Kinan beberapa kali membuatkan kopi untuk Boss, sampai akhirnya Boss mau meminumnya, Apa itu kopi yang Bos suka?”
Raditya tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Kopi yang dia buat semua sama, dari awal aku menyuruh mengulangi sampai akhir pun rasanya tetap sama.”
“Lalu kenapa tidak menyuruhku mengulanginya lagi Bos?”
“Karena kau bukan Kinan” Jawab Radit dengan cepat. Kedua alis Bang Miko menyatu.
“Memangnya ada apa dengan Kinan?” Bang Miko memandang wajah Radit dengan penuh tanda tanya. Lidah Radit seolah tercekat didalam. Kenapa aku tiba-tiba bilang seperti itu?
“Apa kau akan membuatkan kopi sebanyak 18 kali untukku? Kau mau?” Radit berkilah.
Bang Miko hanya bisa nyengir. “Kalaupun rasanya sama dari awal sampai akhir, kenapa masih tetap menyuruhnya melakukan hal yang berulang-ulang? Harusnya Boss tahu perasaannya, dia sangat marah dan malu dilihat karyawan-karyawan yang lain. Seperti orang bodoh saja diperlakukan seperti itu.”
"Begitukah?"
“Boss tidak pernah tertekan seperti kami, Boss selalu hidup nyaman tanpa pernah disuruh oleh orang lain. Semua yang Boss inginkan bisa didapatkan dengan mudah. Semua dalam kendali mu, Boss. Bahkan membuat orang terlihat bodoh di depan umum pun mudah bagimu.”
Radit masih diam mendengar celoteh Bang Miko.
“Hidupmu terlalu sempurna jadi kau menganggap orang lain yang lemah sebagai mainan mu tanpa memikirkan perasaan mereka”
Mata Radit menatap lurus ke depan. Ruangan jadi terasa sangat sunyi. Bang Miko menahan hasrat untuk buang air kecil. Selain dinginnya AC yang memenuhi ruangan, tatapan Radit yang seperti itu membuat badannya semakin menggigil. Dalam hati, dia menyesali kata-katanya yang terlalu jujur. Boss pasti marah. Harusnya jangan bicara seperti itu Miko. Kalau kau dipecat gara-gara salah bicara, bagaimana???
“Jadi selama ini seperti itu kalian melihatku. Ya sudahlah..kau boleh pergi!”
Wajah Bang Miko pucat pasi. Melihat wajah Bos tanpa ekspresi seperti itu apa artinya? Kata-kata ‘kau boleh pergi’ apa maksudnya? Jangan-jangan aku di pecat?
“Ma..ma..maafkan saya Boss. Saya tidak bermaksud untuk tidak sopan seperti itu, sungguh! Tolong jangan pecat saya Boss.. saya masih punya anak istri untuk dihidupi. Maafkan saya…tolong maafkan saya” Bang Miko memohon sambil berlutut. Kedua tangannya menelangkup, wajahnya memelas.
Radit terkejut mendengar rengekan Bang Miko. Tadi begitu berapi-api mengkritik sekarang pucat pasi ketakutan.
“Siapa yang memecat mu, Bang? Aku hanya menyuruhmu keluar dari ruangan ku.”
Bang Miko menelan ludah. Keringat dinginnya masih menetes. Radit melihatnya dengan heran. Kenapa lagi orang ini?
“Kenapa masih disini?" Radit mulai tak sabar.
“Boss!”
“Ya?”
"Tolong berjanjilah untuk tidak memecat saya”
"Iyaaaa"
"Apapun yang terjadi ya Boss?"
"ck.. iyaa..iyaaa"
Bang Miko berdiri dengan sangat perlahan. Raditya mengendus bau tidak menyenangkan. Ia lalu melihat celana Miko yang basah. Miko hanya tersenyum.
"Maaf Boss, saya tidak bisa menahannya lagi"
"JATMIKO!!!!!"
...***...
Makan malam kali ini tidak seperti makan malam sebelumnya. Ada dua keluarga yang berkumpul membuat suasana sedikit ramai walaupun masih terasa kaku. Hidangan di meja makan juga lebih mewah dan lebih banyak dari biasanya. Tiga pria dewasa dan tiga wanita dewasa duduk menikmati setiap makanan yang tersaji.
Beberapa pelayan nampak menuangkan minuman pada gelas-gelas Kristal yang mewah. Sesekali terdengar pujian atas makanan yang masuk ke dalam mulut. Yang lain mengangguk dan tersenyum. Di meja makan, setiap gerak-gerik diperhatikan. Tidak boleh ada suara pisau atau sendok yang berderit dengan piring atau mangkuk. Siku tak boleh menyentuh meja. Mulut harus mengunyah dengan pelan. Semuanya harus terlihat sangat berhati-hati.
Setelah hidangan penutup dinikmati, suasana kembali agak cair. Bu Merliana membuka percakapan dengan meminta maaf karena hanya bisa menghidangkan makanan seadanya. Semua orang yang ada disana tahu bahwa itu hanya basa-basi. Semua hidangan yang tersaji bukan hidangan yang apa adanya. Bahkan bisa disebut berlebihan untuk ukuran enam orang.
“Kulihat sejak Radit bekerja di kantor, hubungan kalian semakin dekat” Bu Merliana melihat Nuri dengan tersenyum ramah. Nuri yang salah tingkah hanya bisa mengangguk sambil melihat Radit yang terus mengunyah tanpa menanggapinya.
“Nyonya Merliana ini tahu saja. Sekarang, Nuri semakin rajin dan bersemangat pergi ke kantor sejak Radit pulang dari Amerika. Setelah hampir sepuluh tahun tidak bertemu, akhirnya mereka bisa bersatu kembali” Bu Tina menimpali. Nuri melihat ibunya dengan malu-malu.
“Itu mungkin jodoh, Bagaimana kalau kita lanjutkan hubungan mereka lebih serius lagi. Jadi kita bisa secepatnya menjadi keluarga” Bu Merliana semakin semangat bicara.
Semua orang tertawa kecil. Radit hanya tersenyum mendengar obrolan membosankan itu. Hari ini keluarga Darmawan datang untuk jamuan makan malam yang diadakan keluarga Abhimanyu. Sebenarnya ini bukan kali pertama keluarga Nuri berkunjung ke rumah Radit. Nyonya Merliana Abhimanyu dan Nyonya Tina Darmawan adalah teman dekat. Mereka aktif berperan di yayasan sosial yang dibentuk oleh keluarga Abhimanyu. Sebagai sesama sosialita, mereka sering pergi bersama.
Karena kedekatan itulah kenapa dari kecil Radit dan Nuri sudah berteman. Masuk dalam sekolah yang sama sampai SMA. Hingga akhirnya Radit memilih melanjutkan kuliah di Amerika dan mereka berpisah. Nuri lebih memilih untuk kuliah di universitas dalam negeri. Setelah lulus kuliah, Nuri bekerja untuk perusahaan Abhimanyu atas rekomendasi Bu Merliana. Sedang Radit memutuskan untuk bekerja di Amerika.
Radit pun sebenarnya tidak ada niat untuk kembali pulang. Tinggal jauh dari rumah membuatnya lebih dewasa, akan tetapi ketika Ibunya menelpon dan bilang ‘kau pulang atau Ibu akan bunuh diri’ Radit seolah tak punya pilihan lain.
“Bagaimana kalau minggu depan kita adakan pertunangan?” tanya Bu Merliana dengan penuh harap.
Radit melirik ke arah ibunya. Wajah Nuri berubah menjadi merah persis seperti strawberry yang dimakannya.
“Apa tidak kau tanyakan dulu pada mereka, Bu?” tukas Pak Bastian.
Semua mata lalu tertuju pada Radit yang hanya diam dari tadi. Merasa diperhatikan Radit hanya bisa tersenyum dengan terpaksa. Kaki Nuri menyenggol kaki Radit. Seolah menyuruhnya untuk bicara sesuatu.
“Biarkan kami yang memutuskan. Kalian semua tidak perlu khawatir” seisi ruangan terdiam mendengar suara Radit yang berat.
Pak Bastian melihat gelagat anak lelakinya dan mencoba untuk mencairkan suasana, “Seorang laki-laki memang butuh ketenangan dan privasi untuk melamar wanita yang dia cintai, bukan begitu Pak Darmawan?”
“Ah..ya.ya.ya.. anak muda jaman sekarang tidak suka kalau orang tua terlalu ikut campur masalah mereka. Kita beri waktu pada mereka untuk menikmati masa-masa muda mereka” ayah Nuri menjawab dengan bijaksana. Meja makan kembali riuh oleh tawa
Malam belum begitu larut. Jarum jam masih menunjukkan pukul 9. Jamuan makan malam telah selesai. Radit kembali masuk kamar. Entah kenapa dari tadi pikirannya tidak menentu. Sejak tadi siang ia memikirkan kata-kata Bang Miko tentang dirinya.
Benar juga. Seumur hidup hingga sekarang belum pernah Radit mendapatkan kesulitan dalam hidupnya. Dia pintar, kaya dan juga tampan. Semua yang dia inginkan akan tersedia dengan sendirinya. Hal seperti itu membuat perasaannya beku. Kadang, dia merasa bosan dengan hidupnya sendiri. Radit juga sangat sukar sekali mengerti perasaannya sendiri. Bagaimana bisa dia memahami perasaan orang lain kalau dia sendiri belum memahami perasaannya? Ia seperti belum menemukan jati dirinya.
Mata Radit melihat sesuatu yang berkilau di lantai. Radit mengambil benda itu. Ternyata sebuah kalung emas yang ia beli dari seorang nenek di toko emas kapan lalu. Lama dipandangnya kalung itu. Tiba-tiba saja ia mendapatkan ide. Sesungging senyum terukir manis di wajahnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳
hahahaahhaa wkkwkwkwkwkwk 🤣🤣🤣🤣🤣🤣😂😂😂😂
karyawan gk ada akhlak semua.. memalukan semua. kemarin kinan kentut.. sekarang miko kencing dicelana diatas kursi. giillaaaa..
😂😂🤣🤣🤣
2023-06-11
0
Kumala Yessi
👍👍👍💋💋💋💛💛💛💘💘💘❤❤❤💝💝💝💝💯💯💯💚💚💚💚
2022-10-05
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝓪𝓹𝓪 𝔂𝓰 𝓪𝓴𝓪𝓷 𝓭𝓲 𝓵𝓪𝓴𝓾𝓴𝓪𝓷 𝓡𝓪𝓭𝓲𝓽 𝔂𝓪🤔🤔🤔🤔🤔🤔
2022-09-19
0