Kinan dan Nenek sedang menonton drama televisi di ruang tengah yang sempit. Rumah Kinan memang tidak besar, berukuran 5 x 8 meter. Hanya terdiri dari ruang tamu kecil, ruang tengah -yang juga berfungsi sebagai ruang makan, dapur, kamar mandi dan dua kamar tidur di lantai bawah. Lantai atas terdiri dari dua kamar, gudang sempit dan balkon yang biasa dibuat menjemur baju.
Tidak ada satupun AC di rumah Kinan. Kalau cuaca panas mereka akan membuka jendela dan mematikan sebagian lampu. Satu kipas angin hanya boleh berputar di ruang tengah. Semua serba minimalis di rumah ini. Di depan rumah tidak ada teras yang luas. Teras sempit itu hanya sebagai tempat parkir sebuah motor butut peninggalan Kakeknya. Motor itu biasa digunakan Bima untuk bekerja atau mengantar Shan sekolah. Sungguh, teras Kinan semakin terlihat menyedihkan.
Seorang maling pun sepertinya akan berpikir ulang untuk masuk ke rumah Kinan. Resikonya terlalu besar tapi apa yang didapatkan tak akan sesuai dengan ekspektasi. Pagar besi depan rumah pun sudah berkarat dan tua. Kalau pagar dibuka maka akan berderit suara berisik, oleh karenanya pagar itu tidak pernah ditutup.
Ada beberapa tanaman di depan rumah Kinan. Itupun hanya 5 pot yang semuanya berisi bunga mawar dan bunga melati. Tidak ada bunga mahal disini. Semuanya adalah punya Nenek.
Ya, rumah ini memang milik Nenek. Kinan dan Bima sejak kecil ikut dengan Kakek dan Nenek. Ibu Kinan meninggal ketika melahirkan Kinan. Sedang Ayahnya meninggal setahun setelahnya. Menjalani hidup yang berat bukan hal baru bagi Kinan dan kakaknya. Kakek hanya bekerja sebagai penjual mie. Nenek hanya ibu rumah tangga biasa yang sering membuat kue jika ada pesanan. Rumah ini mereka dapatkan dari hasil menabung kakek dan bantuan pemerintah untuk veteran perang. Kakek Kinan adalah pejuang kemerdekaan.
Tak heran, Kinan dan Bima hanya mampu bersekolah hingga tingkat SMA. Itupun mereka sudah sangat bersyukur. Setelah itu Kinan bekerja membantu Kakeknya di kedai sedang Bima menjadi sopir truk di toko bangunan.
5 tahun yang lalu Kakek meninggal dunia. Sakit Liver mengambil nyawanya. Terlalu lelah bekerja dan menjadi pecandu rokok membuat Kakeknya harus mengidap penyakit itu selama bertahun-tahun. Sejak saat itu, karena sangat terpukul Kinan memutuskan untuk menutup kedai dan bekerja di luar. Menatap kedai hanya membuat hatinya hancur mengingat Kakek. Lebih baik disewakan dan uangnya bisa dipakai untuk kebutuhan sekolah Shanju.
“Sepertinya ada yang mengetuk pintu, coba kau lihat!” perintah Nenek sesaat setelah terdengar seseorang mengetuk pintu depan.
Kinan dengan malas berdiri dan melangkah menuju pintu. Sudah selarut ini masih ada tamu, pikirnya. Pintu dibuka perlahan. Sesosok manusia terlihat samar dalam teras yang gelap itu. Kinan memicingkan mata melihat dengan tidak percaya. Laki-laki yang ada di depannya pun hanya bisa diam tercekat.
“Boss? Ah..maksudku Raditya, Kenapa kau bisa kesini?” tanya Kinan penuh selidik.
Mereka masih saling bertatap satu sama lain.
“Aku mencari nenek yang tinggal di rumah ini” Jawab Raditya.
Kinan masih menyerngitkan dahi. Laki-laki menyebalkan yang memecatnya kini ada di depannya mencari neneknya. Dipandangnya tubuh Radit dari bawah hingga atas. Laki-laki itu hanya mengenakan sepatu kets, celana Jeans panjang dan kaos putih yang dirangkap kemeja biru tua. Baru kali ini dia melihat mantan bosnya berpakaian tidak rapi seperti biasanya. Rambutnya acak-acakan dan wajahnya sedikit berkeringat.
“Siapa yang datang? Kenapa kau berdiri di depan pintu?” suara Nenek menyadarkan Kinan dari pengamatannya.
Radit melihat ke arah nenek dengan tersenyum simpul. Apa yang dia cari sekarang ada di hadapannya. Nenek tak kalah terkejut dengan apa yang dilihatnya. Senyumnya lebar menyambut lalu mempersilahkan Radit masuk.
"Ya ampun, anak tampan. Masuk..masuk..ayo masuk!" ucap Nenek. Kinan yang masih tercengang hanya diam menunggu penjelasan.
“Kenapa kau diam saja. Ayo buatkan minum buat tamu kita!”
“Tidak mau. Aku tidak mau membuatkan minuman lagi untuknya” jawab Kinan dengan ketus. Radit yang melihat hanya bisa menahan senyum. Ia memahami kenapa Kinan bicara seperti itu.
“Apa maksudmu? Tidak sopan, cepat buatkan!” Nenek melihat Kinan dengan melotot. Menyuruhnya untuk segera masuk dan melakukan apa yang dia suruh.
Dari dalam dapur, pikiran Kinan berkecamuk tidak mengerti. Apa hubungan Nenek dengan Raditya?
Beberapa menit kemudian Kinan kembali muncul di ruang tamu dengan nampan berisi teh hangat. Dengan kasar ditaruhnya cangkir itu di depan Radit. Kembali Nenek mendesis dan melotot melihat tingkah cucunya yang tidak sopan. Kinan duduk di samping Nenek.
“Kenapa kau duduk disini? Apa dia tamu mu?” Nenek bertanya dengan sedikit menyindir. Radit tersenyum mendengarnya. Kinan seolah tak percaya Nenek mengatakan itu kepadanya. Sebenarnya apa hubungan dua orang ini? gayanya seperti sedang pacaran saja.
Kinan masuk dengan mulut manyun. Nenek membuatnya malu dihadapan Radit. Sesekali terdengar mereka tertawa kecil. Gaya Nenek seperti gadis yang sedang dikencani pacarnya saja. Di usia setua itu masih juga genit dengan seorang pemuda. Bima yang turun ke ruang tengah pun ikut bertanya-tanya dengan tamu Nenek. Selama beberapa jam kakak beradik itu hanya mencoba untuk menguping pembicaraan yang ada di ruang tamu.
Jam menunjukkan pukul 11.00 malam. Tidak sabar dengan kondisi seperti ini Kinan keluar dengan marah. Di belakangnya, mengikut Bima yang mencoba menahan Kinan.
“Ini sudah jam sebelas malam. Tidak sopan seorang pemuda bertamu ke rumah seorang wanita sampai selarut ini”
“Siapa yang bertamu? Nak Radit ini akan tinggal dirumah kita.” jawaban Nenek membuat Kinan dan Bima serentak berkata,
“APA? TINGGAL DI RUMAH KITA???”
Nenek hanya tersenyum lebar dan mengangguk.
“Kalian duduklah! Akan kujelaskan semuanya”
Kinan duduk di samping nenek dan Bima di samping Radit. Di ruang tamu kecil itu hanya ada empat kursi.
“Ini namanya Nak Raditya. Dia yang membeli kalung Nenek pada waktu itu. Dan sekarang dia mau mengembalikan kalung itu pada Nenek. Dia berniat untuk tinggal dirumah kita selama beberapa hari saja. Dia diusir oleh keluarganya dan tidak punya apa-apa lagi. Karena dulu sudah menolong Nenek, ada baiknya kita membalas budinya dengan mengijinkan dia tinggal di rumah kita”
“Sampai kapan?” tanya Bima. Radit melihatnya dan hanya terdiam. Bima jadi tidak enak hati.
“Maksudku, bukan berarti kami tidak menghendaki mu tinggal disini. Kau sudah berbaik hati menolong Nenekku, tidak mungkin aku tidak membalas kebaikanmu, akan tetapi bukannya kau orang kaya? Rumah kami sangat sederhana, dan kehidupan kami sangat pas-pasan. Apa kau sanggup tinggal bersama kami?”
Kinan menahan emosi mendengar kakaknya bicara dengan sok baik seperti itu. Orang seperti Radit tidak mungkin bisa hidup di rumah kecil seperti ini. Tidak mungkin.
“Aku tidak mempunyai uang, hanya kalung ini yang kupunya. Tadinya aku ingin menjualnya namun dulu Nenek bercerita bahwa kalung ini adalah peninggalan suaminya. Jadi lebih baik kukembalikan saja kepada Nenek. Anggap saja sebagai biaya aku tinggal disini. Aku bersedia melakukan apapun kalau kalian menerimaku. Aku akan sangat berterima kasih pada kalian semua” Suara Radit membuat hati Kinan bergetar. Entah apa yang berbeda, laki-laki yang di depannya ini seperti bukan mantan Bosnya dulu.
Hanya dalam hati dia masih bertanya-tanya, apa benar seorang Raditya Abhimanyu diusir oleh keluarganya? Dia adalah satu-satunya penerus nama Abhimanyu, kenapa tiba-tiba berubah menjadi pemuda gelandangan yang tidak punya apa-apa? hmm.
“Kalau begitu kau boleh tinggal disini. Kau bisa tidur denganku di atas. Tapi jangan komplain ya, kamarku sangat sempit” ujar Bima. Radit mengangguk.
“Atau kau mau tidur di kamarku?” Tanya Nenek tiba-tiba. Sontak Bima dan Kinan terkejut,
“NENEK!!!”
“Aku kan hanya bercanda!” Nenek tersenyum genit. Radit melihat Kinan yang masih menatapnya dengan tajam. Mungkin wanita itu masih menyimpan dendam kepadanya. Namun entah mengapa ia merasa senang bisa melihat Kinan kembali.
...***...
Pagi ini bertambah satu porsi nasi goreng di meja makan. Meja makan itu hanya meja berukuran lebar 1 meter, panjang 2 meter, dan setinggi lutut. Tidak ada kursi karena semua makan dengan duduk bersila di atas karpet. Kalau waktu makan sudah selesai, meja kembali di sandarkan di dinding dan ruang tengah berubah menjadi ruang nonton televisi seperti sedia kala. Setiap space di rumah Kinan harus dimaksimalkan.
Semua orang sudah berada di ruang tengah. Shanju yang tidak mengerti apa-apa tentang Raditya hanya bisa bingung melihat orang asing ada di rumahnya. Kinan yang mengerti hanya diam saja. Rasanya dia masih malas bicara tentang kepindahan Radit ke rumahnya.
“Shan, ini Paman Radit, dia akan tinggal dirumah kita sementara waktu” Bima mengenalkan Radit kepada keponakan satu-satunya itu. Shan bersalaman dengan Radit.
"Hai Paman! Namaku Shanju. Ken Shanju" Shanju mengenalkan diri dengan riang. Kinan melirik tidak suka.
“Hari ini kau pergi sekolah dengan pamanmu, Ibu harus pergi ke pasar untuk beli keperluan kedai. Nanti siang baru ibu jemput.” Shan mengangguk mendengar perintah ibunya.
Ibu??? Kenapa anak kecil ini memanggil Kinan dengan sebutan Ibu? Jadi Kinan sudah punya anak? Radit terdiam lama merespon apa yang dilihatnya. Berulang kali matanya melihat Shan dan Kinan secara bergantian. Dia ingin bertanya, tapi entah kenapa sepertinya tidak enak saja menanyakannya.
“Kau punya kedai Kin?” tanya Radit memecah keheningan. Semua mata langsung tertuju padanya.
“Kalian sudah saling mengenal?” tanya Bima.
“Iya, dia itu mantan Bossku yang kemarin Kak” Kinan menjawab pelan. Lalu kembali menunduk.
“Oh…ternyata Paman yang memecat Ibu dulu?” Nenek melirik Shan yang bicara polos.
“Maaf ya kalau dulu cucuku ini tidak becus bekerja. Membuatkan kopi saja harus diulang sampai 18 kali. Pasti sangat menjengkelkan bagimu mempunyai karyawan bodoh seperti dia”
Bima dan Shan menahan tawa mendengar kata 18 kali. Radit hanya melihat Kinan sambil tersenyum. Cerita konyol seperti itu masih sempat-sempatnya diberitahukan ke keluarga. Wanita ini polos sekali, gumam Radit dalam hati.
“Sudah. Tidak perlu dibahas lagi. Apa kau masih akan pergi ke kantor?” Tanya Kinan kepada Radit. Yang ditanya hanya menggeleng pelan.
Kenapa bertanya sebodoh itu? orang yang diusir dari keluarganya mana bisa kembali bekerja kembali di perusahaan keluarga?
“Kalau kau tidak punya aktivitas apapun hari ini, ikutlah denganku ke pasar dan ke kedai. Aku butuh orang untuk membantuku menata kedai”
Radit terdiam. Ke pasar?
“Kau tidak mau?” desak Kinan dengan sinis.
"Aku mau” jawab Radit pelan.
Baru kali ini ada orang yang menyuruhnya selain ayah dan ibunya. Memikirkan hal ini membuat pikirannya kembali ke rumah. Semoga ayah dan ibunya baik-baik saja menyadari dia pergi diam-diam dari rumah seperti ini.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Nunung Nurhasanah
hhmmmm.. curigasion yak..
2022-09-19
0
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝔀𝓲𝓱 𝓪𝓼𝔂𝓲𝓴 𝓷𝓲𝓱 𝓬𝓮𝓻𝓲𝓽𝓪𝓷𝔂𝓪 𝓶𝓪𝓴𝓲𝓷 𝓴𝓮𝓻𝓮𝓷👍👍👍👍👍👍👍👍
2022-09-19
0
Siti Rohmah
lah kok tiba - tiba di usir yah apa masalanya ini
2022-09-16
0