Berlalu meninggalkan kafe Kejora, Ara bersumpah untuk tidak akan pernah datang ke kafe itu lagi. Namun Ara lupa bahwa pertemuannya dengan Hans tidak akan berhenti di kafe kejora, masih ada banyak pertemuan lagi.
Sejauh Ara melangkah meninggalkan kafe pandangannya terus menggelap. Kepalanya sakit bukan main. Nafasnya mulai tersengal-sengal.
Bruk.
Ara tidak pingsan, ia hanya jatuh terduduk di tepi trotoar jalan yang berjarak 20 meter dari kafe Kejora.
Menunduk, meremas rambut kasar dengan sebelah tangan dan satu tangan lagi memukul dadanya. Ara berusaha melepaskan bebannya. Berharap ia bisa bernafas dengan normal kembali.
"Maaf, kamu kenapa?" Tiba-tiba ada suara asing menyeruak di pendengaran Ara.
"Iya." Hanya jawaban singkat itu yang mampu Ara berikan, tidak perduli apa pertanyaan yang didengar, penglihatannya masih menggelap.
"Maaf ya.. Aku pegang bahunya ya buat bantu kamu berdiri. Kita pindah duduknya di dekat kursi sana ya.." Hanya anggukan kecil yang mampu Ara berikan kali ini.
Krek.
"Ini minum dulu. Airnya masih baru belum aku minum." Tanpa dijelaskan Ara juga tau dari suara tutup botol yang baru dibuka itu.
Menatap si pemberi air, Ara merasa tidak asing dengan wajah di sampingnya itu. Senyum di bibir pemuda itu sangat manis menurut Ara.
Untuk sekian detik Ara sempat terdiam menikmati sosok yang mirip kucing saat menampilkan senyumannya. Meski Ara tidak menyukai kucing, namun siapa yang bisa menolak bila yang mirip kucing itu cowok ganteng.
Bima Eka Ridho (Woo Do Hwan)
Mata yang masih buram itu tetap mampu berfungsi dengan baik bila dihadapkan sosok makhluk Tuhan yang tampan. Terkutuk lah Ara yang mudah jatuh pada pesona manis dan cowok ganteng.
Meraih botol minuman dengan tangan bergetar, Ara berusaha mengulas senyum manis diwajahnya, "Makasih bang."
"Kamu kenapa? Ada yang sakit? Maaf ya kalau kelewatan, tadi abang lihat kamu kayak kesakitan banget." Pertanyaan sarat akan kekhawatiran terucap.
"Gak kenapa-kenapa kok bang. Cuma sesak nafas aja." Tidak bohong sepenuhnya, memang benar Ara sesak nafas tadi.
"Abang cucunya Nek Imah ya?" Sekarang Ara benar-benar sadar siapa orang di sampingnya itu.
"Iya. Kita pernah ketemu di warung Bang Buna 2 kali pas Abang antar Nenek titip kue. Berarti kita udah ketemu 3 kali sama ini." Lagi-lagi senyum manis ditampilkannya.
Bima, itulah nama pemilik senyum manis itu. Umurnya kisaran 25 atau 27 tahun, seorang yatim piatu cucu satu-satunya Nenek Halimah. Masih menyelesaikan beasiswa pendidikan kedokteran pada salah satu universitas di kota Y. Informasi tentang Bima bersih. Bahkan kabar berduaan dengan perempuan hanya bersama neneknya saja. Sebenarnya ini bersih atau miris?
Jangan tanya bagaimana Ara tahu tentang Bima sebelum berkenalan. Berterimakasih pada pusat informasi ibu-ibu di warung kecil Bang Buna. Dari informasi tetangga sebelah hingga tetangga seberang ada di warung Bang Buna, tanpa perlu bertanya, cukup pasang telinga dengan benar saja.
Kembali pada situasi kebersamaan Ara dan Bima saat ini berada pada level kecanggungan tinggi. Botol minuman di tangan Ara resah harus diperlakukan seperti apa.
Jika botol minuman yang masih berisi separuh air itu dikembalikan rasanya tidak sopan karena sudah diminum. Tapi jika disimpan kok sepertinya Ara lebih tidak tahu diri.
"Habisin aja minumannya dek." Kalimat sederhana yang membuyarkan kegundahan Ara dengar juga akhirnya.
Tanpa Bima sadari ada hati yang menghangat kala panggilan 'dek' terucap. Iya, perasaan Ara menghangat. Rasanya sudah lama sekali tidak ada yang menyebutnya 'dek' selain Ega.
"Makasih ya bang. Kalau gitu Ara pulang duluan ya." Beranjak dari duduknya Ara mulai tidak enak hati menyita waktu Bima.
"Kamu gak bawa motor kan?? Pulang sama abang aja ya.. Lagian kita satu arah jalan pulang dek."
Tentu saja dengan tidak tahu malunya lagi Ara menerima tawaran Bima. Lumayan bisa menghemat uang jajannya, selain itu ia juga malas mencari ojek.
...----------------...
"Sayang.. kok bisa pulang sama Bima kamu nak?" Belum juga Ara melepas sepatunya sudah dicerca pertanyaan oleh sang Mama.
"Iya Ma. Tadi ketemu di jalan terus kakak numpang, lumayan hemat ongkos." Mencoba menampilkan senyuman tengil, Ara berharap Mama Lauritz tidak menyadari kegundahan hatinya.
"Sejak kapan kalian dekat?" Pertanyaan menelisik Mama Lauritz bak detektif Conan sudah kumat beraksi lagi.
Belum juga Ara memberikan jawaban, Mama Lauritz sudah memotong, "Besok di warung Buna bakalan heboh nih. Siap-siap aja ada gosip Bima bonceng cewek selain nek Imah ini." Terkekeh geli Mama menampilkan senyum yang mencurigakan
"Mama mau gosip sama Papa dulu deh." Berlalu meninggalkan Ara yang mematung dan terbengong takjub. Bisa-bisanya Mama Lauritz santai saja membahas pusat informasi di tempat Bang Buna, apalagi anak gadis satu-satunya pasti akan jadi topik ghibah ibu-ibu rumpi.
Sepertinya rumor tentang Bima sebagai menantu idaman para ibu-ibu juga termasuk di dalamnya Mama Lauritz sebagai salah satu Fans.
...----------------...
"Rara"
'*H*ans lagi. Sialan!' Hanya Hans yang sering memanggilnya dengan nama itu.
Mendongak mantap menatap seseorang yang sangat ingin dihindari, namun sudah di depan mata Ara saat ini.
"Kemarin harusnya aku kasih hasil akumulasi data perairan ini sama kamu." Menyerahkan map merah di atas meja Ara, tanpa dipersilakan Hans duduk di kursi seberang Ara.
"Aku disini sampai jam makan siang selesai. Mau bahas datanya sambil makan siang bareng?" Sejujurnya Ara sudah muak dengan sikap baik dan nada lembut yang Hans tunjukan tidak berubah dari zaman sekolah dulu.
Ingin sekali Ara menghindar sekali lagi, namun ia tahan. Ara bertekad dan menguatkan hatinya untuk bersikap profesional saja layaknya asisten dosen menghadapi partner asing.
"Lebih baik kita bahas sekarang aja. Aku punya waktu 30 menit sebelum masuk kelas lagi." Berucap dengan santai Ara mulai membuka lembaran kertas dalam map merah itu. Tapi percayalah saat ini kepala Ara sudah berdenyut hebat.
Belum juga Hans sempat merespon, Ara sudah memotong dengan berbagai pertanyaan terkait pengolahan data yang Hans gunakan.
"Datanya cukup jelas. Nanti biar aku sampaikan ke Bu Dian hasil datanya. Tolong sampaikan terima kasih ke Pak Damar juga. Secepatnya pasti akan di feedback soalnya Pak Damar cuma seminggu di kota ini kan." Kali ini Ara tersenyum dengan tulus sebagai ucapan terima kasih karena pekerjaannya jadi lebih ringan.
"Jangan menghindar lagi Ra! Aku mohon Ra, kasih aku kesempatan buat bahas tentang kita. Aku tau kamu ada waktu tapi gak mau kasih waktu kamu buat aku."
'Udah tau gitu juga masih gak tau malu. Seenak jidatnya aja mau bahas tentang kita. Kayak pernah ada kata kita aja. Emang siapa dia?' Mendelik sebal Ara membatin kesal.
"Hubungan aku sama Linda it..ttu.."
"Araaaaaaa!!?" Kalimat Hans terputus oleh teriakan Yuki, padahal Ara sudah mencoba tegar nyaris siap mendengar cerita selanjutnya.
"Siapa Ra?" Bisikan pelan Yuki di telinga Ara sesaat setelah berada di sisi Ara.
"Kenalin ini Hans. Hans ini temanku Yuki."
"Hans Liu ya?" Sorot mata berbinar Yuki terlihat jelas oleh Ara, namun tidak untuk Hans yang masih menatap lekat sosok Ara.
"Iya, ini Hans. Lauwis Hans." Bukan Hans yang menjawab tapi Ara.
"WHAT???" Pekikan menggelegar Yuki membuat seluruh mahasiswa di taman fakultas itu menoleh ke arah ketiganya berada.
...****************...
*
*
*
Terima kasih udah baca kisah Ara dan kasih dukungannya buat Hana🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 188 Episodes
Comments
Hearty💕💕
Astaga
2022-03-29
1
M⃠
aku mampir 5like untuk mu, folback balik ke karyaku jg cerpen terbaruku "💔 Mantan Terindah"
2021-11-03
1
Aysel
Ekspresi Yuki itu aku pas ketemu Hans. tapi buru buru pen balik badan gitu sadar dia penebar hati 🤭
2021-08-30
3