Keduanya sampai di sungai chaos kurang dari satu jam, di sana sudah ada kurang lebih delapan orang menunggu. Tidak ada perempuan sama sekali, hanya Alice sendiri. Membuatnya agak takut.
"Kalian sudah siapkan seluruh perlengkapan?" Tanya Jonathan seraya melirik semua temannya.
Mereka pun mengangguk sigap, membuat Alice merasa aneh. Dibanding teman yang biasanya blak-blakan satu sama lain, mereka semua lebih terlihat sebagai bawahan dan atasan, ada banyak batasan setiap kali berbicara.
"Kau mau bersamaku atau yang lain, Alice?" Jonathan menawarkan sesuatu yang sebelumnya sudah dia tawarkan. Tapi Alice tidak fokus, jadi ia tak tahu apa yang dimaksud lelaki itu, "Kau mau naik kuda bersama siapa?"
"Kalau aku minta sendiri bagaimana? Aku ini kuat, tidak usah terlalu khawatir begitu. Lagipula aku sudah terbiasa melakukan apapun sendiri, hanya menunggang kuda adalah hal kecil bagiku."
"Untuk itu, kau perempuan yang hebat. Sekali-kali harus ada yang melindungi dan menemanimu. Jarang sekali ada perempuan yang berani atau suka melakukan sesuatu sendiri, biasanya mereka lebih suka mengelompok, apapun itu alasannya. Makanya perempuan sering dianggap rendah, karena tidak berani melakukan sesuatu sendiri."
Alice berdecak, "Iya, jangan mengomel. Suaramu jelek!"
"Jadi kau bersamaku?"
"Iya, karena aku sedang malas turun," balasnya acuh.
Namun hal itu cukup membuat Jonathan lega, "Bilang saja kalau tidak mau jauh-jauh dariku."
Alice menutup telinga dengan kedua tangan, seolah mengisyaratkan jika dirinya sedang tidak ingin mendengar ucapan apapun yang keluar dari mulut lelaki di belakangnya.
...---...
Di sisi lain, calon permaisuri Celine tengah memasuki gudang senjata kastil secara diam-diam. Lebih tepatnya, dia membayar penjaga untuk bisa masuk secara leluasa. Walaupun dikenal dekat dan hampir menikah dengan kaisar, Celine tetap tidak diperbolehkan seenaknya berkeliaran di wilayah istana, terutama area yang sangat dijaga.
"Mana senjata yang paling ampuh?" Tanya Celine pada salah satu pria penjaga yang mengantarnya.
Pria berkumis itu tampak mengernyitkan dahi, "Apakah maksudmu senjata yang cukup tangguh?" Tanyanya yang Celine balas anggukan, "Tapi biasanya digunakan laki-laki, untuk perempuan ada yang lebih ringan. Bukankah sebaiknya kau gunakan senjata yang sesuai denganmu saja?"
"Baiklah ambilkan apapun yang sesuai untukku."
Pedang mata satu, busur sekaligus panah, pisau kecil, dan tombak sudah dikemasi. Celine memasukkan senjata-senjata tajam tersebut selagi tidak terlalu diperlukan. Untuk kantung anak panah ia kalungkan di badan, bersama tombak yang dipegang, sedangkan pedang tersebut diselipkan pada pinggang, jadi ia menyimpan pisau kecil ditasnya bersamaan dengan bahan pangan.
"Celine Clarisson, kau benar-benar yakin akan pergi? Ahli sihir yang dimaksud Edmund itu entah benar atau tidak, nak. Kau tahu sendiri dia sama sekali tidak menyukaimu, bagaimana kalau ternyata kau hanya dibohongi dan dicelakai di jalan?"
"Ibu jangan menakut-nakuti aku. Lagipula dengan pergi ikut mencari obat untuk Enrique bisa membuat pandangan Edmund berubah terhadapku, yang terpenting sekarang aku ingin Enrique bangun. Tidak peduli apapun yang akan terjadi padaku nanti."
"Ibu tahu, kau tulus mencintai Kaisar Enrique. Tapi tetap saja berbahaya, terlebih kau ini tidak menguasai skill bela diri apapun."
"Aku ingin memperjuangkan semua ini, Enrique belum mati. Dia terjebak di antah berantah dan sangat mengharapkan bantuan. Ibu jangan khawatir, kembalilah ke rumah dan jaga ayah. Aku akan kembali."
"Berjanjilah..."
"Ya."
...---...
Sudah lebih dari dua jam perjalanan terus berlangsung tanpa istirahat, semakin jauh masuk ke hutan, udaranya semakin dingin. Alice tak tahan lagi karena hal itu juga cukup membuatnya mengantuk, sampai-sampai ia terus menguap.
Awalnya tampak biasa saja, tapi lama-kelamaan Alice terguling. Kepalanya tertumpu pada dada Jonathan, pegangan tangannya pada tali kuda pun ikut terlepas, membuat Jonathan mendengus. Ia harus kembali menunda kegiatan melukisnya, "Bisa-bisanya kau tidur dalam keadaan seperti ini. Merepotkan saja."
"Jangan mengomel, suaramu jelek," gumam Alice setengah tidur dengan mata terpejam, sepertinya dia belum benar-benar tertidur, tapi mengantuk berat.
Jonathan tanpa sadar tertawa menanggapi ucapan gadis yang bersandar pada badan bagian depannya saat ini, kepalanya menunduk demi memperhatikan apakah Alice masih membuka mata, namun tampaknya gadis itu ingin segera pergi ke alam mimpi, "Alice, kau cantik juga ternyata."
Tak ada balasan cukup lama, tapi tiba-tiba Alice membalas, "Aku memang cantik."
"Bagaimana kalau aku melamarmu?"
Sunyi. Entah Alice sudah malas berbicara atau memang tertidur. Jonathan merapatkan mantel yang dipakai gadis itu agar membuatnya lebih hangat, sedangkan sebelah tangannya memegangi perut Alice supaya tidak jatuh. Dengan senyum mengembang, dan sesekali melirik Alice yang tertidur, Jonathan merasa sedih seketika, 'Maafkan aku, Alice.'
...---...
"Selamat pagi, babu tercinta!"
Alice terlonjak kaget saat wajahnya disiram air secara tiba-tiba, terlebih dalam kondisi masih tidur. Hidungnya memerah dan alisnya merengut, hampir saja ia menangis, "Sialan! Akau akan membalasmu suatu hari nanti!"
Jonathan tertawa puas usai menyiram air untuk membangunkan Alice. Sebenarnya sejak satu jam yang lalu ia sudah mencoba membangunkan, tapi nihil, tak ada hasil.
Alice mendengus. Seseorang yang dianggap Jonathan teman, tiba-tiba mengulurkan botol berisi air mineral, "Cuci mukamu pakai ini, karena sungainya agak jauh dari sini."
"Oh baiklah, terima kasih," balas Alice, saat hendak pergi ke dekat pohon untuk mencuci muka, gadis itu berbalik lagi sambil mengulurkan tangan kanannya, "Hey, siapa namamu? Perkenalkan, aku Alice."
Lelaki bertopi itu tampak gugup saat hendak belas menjabat tangan si gadis, "Saya-- Aku, namaku Bernadito, panggil saja Dito."
Alice agak curiga, tapi ia tetap tersenyum. Usai begitu gadis bersurai hitam panjang itu berseru, "Hai semuanya perkenalkan, namaku Alice. Senang bertemu kalian, kalau boleh mari berkenalan. Tak baik satu tim tapi tidak saling mengenal."
Jonathan yang sedang memberi makan kuda agak jauh dari yang lain, hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah Alice yang menyalami satu-per satu orang di sana, tentunya sambil menanyai nama mereka, "Aku bahkan tak hafal nama mereka," gumamnya pelan.
Tak berselang lama, Alice kembali. Baru beberapa menit saja dia sudah terlihat akrab dengan orang lain, bercanda, bicara, tertawa, tak seperti Alice yang ia lihat sebelumnya, "Padahal sebenarnya dia mudah bergaul dengan orang lain, tapi kenapa selalu merasa sendiri. Atau mungkin dia terlalu sombong, jadi merasa bisa melakukan apapun sendiri."
"Jo! Mari makan! Atau kau mau makan bersama para kuda saja?" Jonathan tersentak, jeritan Alice mampu membuatnya hampir terjungkal. Gadis itu meledek dengan tatapan menyebalkan luar biasa.
Perlahan dirinya berdiri dan menghampiri kelompoknya yang duduk melingkar, di tengah mereka terdapat makanan yang sudah matang. Alice pun dengan telaten membagi secara adil.
Jonathan tanpa sadar terpana, 'Dia baik. Sungguh, maafkan aku, Alice.'
...Tale of The Sleeping Emperor...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Adinda Kinanty
maksud jo apa ya..??jd penasaran???
2021-07-15
1
要钱💸
keren sekali
2021-07-10
0