Sore hari ini, Aletta memilih berjalan di sepanjang gang yang biasa ia gunakan untuk jalan pulang pergi ke rumahnya. Sesampainya, di depan gang ia duduk di kursi kayu milik pedagang bakso yang biasa mangkal disini jikalau sore hari.
"Pak bakso satu ya, jangan pakai mie." pesannya yang di balasi senyum penjual bakso setengah baya itu, "Siap, neng!" lalu mengacungkan jempolnya.
Memang, menikmati bakso di sore hari di tambah cuaca sedang dingin karena baru saja hujan reda dan sekarang ia di suguhi langit oranye. Dari pada pusing sendiri di rumah!
"Uhuk!" Aletta tersedak kala tanpa ia duga, Revan dengan tergesa-gesa duduk di depannya dan menopang kedua tangannya pada meja yang sama yang ia tempati.
Revan tak tinggal diam, ia segera menuangkan air untuk Aletta minum.
"Pelan-pelan makannya dong, Al." dan unik, mereka punya panggilan yang khusus meski tanpa mereka sadari. Di saat semua orang memanggil 'Van' untuk Revan, tapi Aletta memanggilnya 'Re' dan ketika semua orang memanggil 'Ta' atau 'Ra' untuk Alettara maka Revan memanggilnya, 'Al'.
Mereka saling menginginkan namun hati batu seorang Aletta sulit lunak.
"Kamu yang kejutin aku!" ucap Aletta agak susah karena masih menahan agar tidak terus terbatuk.
"Kamu juga makannya terburu-buru." Revan tak mau kalah, memang ia sendiri lihat kok Aletta kalau makan itu selalu cepat, terkesan tergesa-gesa.
"Gaya makanku memang begitu, enggak suka? makannya jangan ngotot nikahi aku." ketus Aletta yang membuat hati seorang Revan sedikit tercubit.
"Jadi benar, kamu belum menerima lamaranku?" telisik Revan.
"Iya." dan dengan enteng Aletta menjawab.
"Tapi pernikahan kita sudah ditentukan, dua minggu lagi!" tegas Revan yang membuat Aletta hampir tersedak lagi.
"Aku gak mau!" sentak Aletta.
"Al, apa yang buat kamu tolak aku?! Banyak cewek di luaran sama yang mau jadi pacarku tapi kamu aku jadikan istri malah enggak mau, mau kamu apa?"
"Mau aku ya gak menikah, Re! Aku masih belum genap dua puluh dua tahun, aku ingin jadi wanita yang sukses Re, berkarier!" debatnya.
"Justru dengan menjadi milikku, segalanya akan jadi mudah, Al! Mengertilah!" lawan Revan, dia kesal sendiri apa susahnya sih jawab ya.
"Kamu yang harusnya mengerti, kita terlalu berbeda untuk bisa bersama!" Revan melirik ke sekitarnya karena suara debat Aletta tadi cukup keras. Ia lantas menarik paksa Aletta masuk ke dalam mobilnya.
"Re, kamu mau bawa aku kemana?" Tanyanya panik sedangkan yang di tanya hanya diam, tak ada niat menyalakan mesin mobil mewahnya.
Dan dengan tanpa di duga, Revan menarik leher belakang Aletta dan dengan tergesa ia menyatukan bibirnya dan bibir perempuan terkasihnya. Tanpa perduli kedua tangan Aletta yang mengepal memukuli dadanya. Setelah, ia rasa cukup karena Aletta yang seperti kehabisan napas, ia melepas tautan bibir mereka, menyatukan keningnya dan Aletta, menatap perempuan itu dalam.
"Aku cinta sama kamu, setidaknya hargai itu. Hargai orang yang mencintai kamu." ucapnya pelan, namun berhasil membuat tatapan Aletta yang semula tak memandangnya jadi langsung menatapnya.
"Revan, aku takut kalau.. " suaranya bergetar saat mengucapkan itu, ia melihat ke arah lelaki itu ragu-ragu, lalu ia segera bergerak untuk melarikan diri dari Revan. Sebenarnya, apa yang Aletta takutkan? Banyak! Namun, hanya dia saja yang tahu.
*author juga gak tahu.
Baru ia membuka pintu mobil, "Aku kira bibir kamu manis, tapi kenapa rasa bakso? Tapi gapapa enak." ujar Revan sambil menyapu bibirnya dengan lidah, yang membuat Aletta melotot tajam dan menghempas kasar tangan Revan yang mencengkramnya, "Pelecehan!" desis perempuan itu sebelum benar-benar pergi. Kalimat konyol itu berhasil mencairkan suasana di antara mereka yang hampir setiap bertemu selalu penuh dengan ketegangan dan perdebatan.
"Apa yang kamu takutkan, Ale?" bisiknya sembari memperhatikan tubuh indah itu berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam gang.
Ia menyentuh bibirnya, "Ciuman pertamamu milikku, Al." senyum tipis terpatri kala ia tahu jika ia yang pertama menyentuh bibir Aletta. Terasa, bagaimana bibir itu bergetar dan tak mampu merespon ciumannya.
"Revan? Aletta? ada hubungan apa?" seorang pria tanpa sengaja lewat dan menyaksikan segalanya sejak awal Aletta masuk mobil Revan dan keluar dari sana.
Lalu pria itu, menghampiri mobil Revan lantas mengetuk kaca jendelanya.
"Saga, lo ngapain disini?" tanya Revan.
"Harusnya gue yang nanya, ngomong-ngomong ini dekat sama komplek perumahan gue." Revan mengangguk mengerti, benar juga rumah Saga memang di dekat sini.
"Jadi, ada hubungan apa lo sama Aletta?" tanya Saga to the point. Kala mereka kini sudah singgah di salah satu kedai kopi.
"Calon istri gue." tanpa banyak basa-basi Revan menjawab, toh memang benar.
"What? Aletta?!"
Revan mengernyitkan kening bingung, kenapa Saga sangat terkejut.
"Sorry, maksud gue bukannya lo sama Tasya?" ralat Saga, ia sadar bahwa reaksinya menyinggung Revan.
"Tasya itu cuma untuk hiburan." yang lantas mengundang tawa Saga.
"Gila, parah ya elo, Tasya lebih oke kali kalau di bandingkan sama Aletta."
"Aletta lebih baik jika di banding dengan, Tasya. Yang maunya sama duit gue doang." tukas Revan.
"Yakin lo sebut dia calon istri, memang lo mau nikahin dia? Playboy, macem lo?" ledek Saga.
"Sialan lo, Ga! Itu cuma hiburan sampai gue akhrinya dapetin Aletta!"
"Jadi? Maksudnya, selama ini yang lo suka cuma Aletta?!" Saga terkejut dengan spekulasinya sendiri.
Revan berdiri dari duduknya, maju selangkah, menepuk keras bahu, Saga.
"Kepo! Terlalu banyak tau enggak baik, nanti jadi suka ghibah, macem emak-emak!"
lalu berjalan pergi.
"Anjir! Woy, Van!" teriaknya tanpa memikirkan tatapan pengunjung lain.
"Lah di kiranya gue pencari bahan berita buat ghibah apa!" gerutunya.
Saga Sadewa, teman dekat Revan. Namun sudah tidak selalu bergabung bersama. Hanya dekat namun tidak satu kandang. Ya gitu deh pokoknya.
Sedangkan, di dalam kamar kecil bernuansa ungu dan biru itu, Aletta salah tingkah sendiri.
Bagaimana tidak? Masa ciuman pertamanya, rasa bakso?
Tersempil rasa malu, ia bahkan berpikir apa Revan jadi ilfeel karena napasnya tidak bau harum?
"Aahhh! Bodo amat, untuk apa jaga image, gak perduli aku pokoknya, bagus kalau dia ilfell biar gak jadi nikah!"
Hening. Pikirannya kembali melayang, ia jadi ingat tentang kata-kata sombong Revan setiap mereka berdebat.
"Di kira dia aku semurah itu apa di tawari uang langsung luluh? Nggak!"
Anti menikah sebelum pendidikan selesai.
Anti menikah sebelum sukses berkarier.
Bagaimanapun caranya, ia tidak boleh menikah begitu saja, dirinya merasa seperti di jual jika mengingat penawaran keluarga Bagaskara.
Pekerjaan bagus untuk Bayu, modal usaha untuk Danu. Mahar untuknya yang sudah keterlaluan banyaknya. Aletta tahu, keluarga Bagaskara itu kaya raya, bisnisnya terkenal di Indonesia bahkan Asia. Aletta kadang sampai memikirkan, bagaimana jika si Revan pemalas itu memimpin perusahaan keluarganya? Bisa bangkrut perlahan-lahan, mungkin?
Bau-baunya susah nikah ya?
Tapi pasti akan menikah kok.
Ada waktunya ya, jangan tergesa-gesa.
Mari buat ini sedikit berbeda dari karya ku yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
@😒org🙄™🍁
dah mampir thor 😊
2021-04-06
0
Kim Rahma💜
mampir thor
2021-04-06
1