"Suamiku, jangan pernah membuat keputusan saat marah," ibu mengingatkan ayah.
"Aira, bagaimana menurutmu? Apa kau pantas menjadi putri mahkota?" ayah membalikkan pertanyaan padaku.
Aku terdiam menatap ayah dan ibu bergantian, air mataku tak bisa berhenti mengalir. Pikiranku kacau. Aku mulai membandingkan diriku sendiri dengan kedua kakakku. Jika dibandingkan dengan Kak Nala, aku tak berdaya. Kakak pertama memiliki kecerdasan luar biasa hingga bisa mengantarkan kak Aditya memimpin kekaisaran Bintang mencapai kejayaannya saat ini. Sedangkan kakak kedua, Kak Prisa memiliki kecantikan tiada tara. Kecantikannya bagaikan dewi, aku masih ingat akan banyaknya laki-laki yang ingin meminangnya, hingga akhirnya ia memutuskan menikah dengan kak Arya. Kak Prisa menjadi permaisuri teladan yang membangun banyak rumah sakit dan akademi kesehatan, membuat kekaisaran Bulan terkenal akan kehebatan medisnya.
Aku terdiam seketika menyadari ketidakpantasanku. Tidak ada sesuatu dalam diriku yang menjadikanku pantas untuk menyandang gelar putri mahkota. Aku tidak secerdas kak Nala, tidak secantik Kak Prisa, tidak semulia ayah dan tidakpula memiliki keanggunan seperti ibu. Aku ternyata memang tidak pantas.
Aku menarik nafas panjang dan menegakkan kepalaku, mencoba menatap mata ayah yang kini menunggu jawaban. "Ayah benar, aku memang tidak pantas."
Aku mulai menilai mata ayah, tapi kali ini aku tidak bisa menebak jalan pikiran ayah yang masih terdiam menatapku.
"Aira, jelaskan maksudmu nak?"
Kulihat ke arah ibu, tatapannya terlihat sedih. Mungkin ibu mempunyai harapan besar untukku, aku memang menyadari penuh bahwa suatu saat nanti aku harus menjadi putri mahkota, tapi aku masih belum menyadari kewajiban dan tanggung jawab yang harus kujalani sampai beberapa saat lalu ayah menyadarkan aku dengan kata-katanya.
"Ibu, ayah benar. Aku memang tidak pantas menjadi putri mahkota." Lalu dengan mantap aku mendudukkan diriku, bersimpuh dihadapan orang tuaku. "Saya, Aira Airlangga bersumpah akan menerima segala keputusan Ayahanda Kaisar dan Ibunda Permaisuri, saya tidak akan pernah menghalangi keputusan penunjukan ahli waris selain diri saya, dan saya berjanji akan menerimanya dengan lapang dada."
Suara petir menyambar mengiringi sumpahku, langit terdengar marah, tapi aku benar-benar rela, aku rela jika kekaisaran matahari kelak dipimpin oleh orang yang lebih pantas dariku. Samar kudengar suara isak tangis ibunda, tentu hatiku sakit tapi aku tak bisa berkutik dengan kenyataan yang terpampang nyata.
"Ayah, Aira juga akan menerima hukuman sesuai keputusan Ayahanda."
Ayah menghela nafas panjang, ia mengibaskan tangannya dan muncullah dua kotak emas berlambang matahari emas, simbol kekaisaran matahari. Ayah kembali mengibaskan tangan dan muncullah kantong kain kecil berwarna merah dengan lambang yang sama.
"Antarkan kedua kotak itu pada kedua kakakmu, dan gunakan uang yang ada dalam kantong untuk biaya perjalanan." Ayah kembali mengibaskan tangannya, seketika bajuku berubah menjadi baju rakyat biasa, rambut panjangku diikat ekor kuda, aku merasa semua hiasan rambut dan perhiasan yang tadinya terpasang, kini hilang tanpa bekas. "Kamu akan mengantarkannya sendiri, tanpa ada pengawal. Antarkan ke kakak pertamamu terlebih dahulu."
"Apakah ada tenggang waktu yang ayahanda berikan?" tanyaku masih bersimpuh.
"Tidak ada, pergilah tanpa kembali ke kediamanmu terlebih dulu."
Hatiku kembali merasa sakit, kenapa ayah melarangku kembali ke kediaman? Apakah kali ini ayah bermaksud mengusirku dari istana? Mataku kembali berkaca-kaca, tapi kutahan sebisa mungkin. Kukibaskan tanganku, sehingga kedua kotak dan kantong kain menghilang masuk kedalam cincin penyimpanan yang bertengger manis di jari tengahku. Aku berdiri dan memberi hormat.
"Aira pamit berangkat menjalankan tugas, semoga ayahanda dan ibunda sehat selalu."
"Berhati-hatilah nak," ucap ibunda yang berdiri dan hendak memelukku.
"Ehm.."
Suara ayah menghentikan gerakan ibunda. Aku mengerti, lalu berpaling dan berjalan pergi. Aku teringat kata-kata Kak Prisa sebelum pergi meninggalkan istana untuk mengikuti suaminya dua tahun lalu. "Adikku sayang, sekarang kamu adalah satu-satunya penerus kekaisaran ini, berusahalah menjadi bunga yang mekar dengan indahnya, jagalah ayah ibu ya. Kakak tidak bisa berada disisimu sesering sebelumnya."
Aku terus berjalan tanpa menoleh ke belakang hingga aku menghentikan langkahku di depan gerbang istana, setelah melewati gerbang nanti, aku akan benar-benar meninggalkan istana dan membaur dengan rakyat. Aku berbalik memandang indahnya istana yang kutempati sejak lahir berdiri dengan megahnya. Orang menyebutnya istana emas karena dominasi warna emas diseluruh bagian. "Maafkan aku kak, mungkin aku memang tidak bisa mekar karena kehilangan akar."
Aku kembali berbalik dan berjalan menuju gerbang istana yang dijaga beberapa penjaga yang menunduk hormat ketika aku lewat. Dalama hati kuucapkan selamat tinggal, aku berjanji pada diriku sendiri untuk kuat menghadapi ini semua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
achaaa_AlisyaJeslynchaniago
RAMEINN🔥🔥🔥
2021-11-19
2
astri kurniasari
hadirrrrrrrrr🙋
2021-08-13
0
guest1052940504
nyimakkkkk
2021-06-20
1