Jam ke dua pelajaran pun dimulai. Soal bahasa inggris yang ada di atas meja Queentsa saat itu penuh dengan tetesan air liurnya. Queentsa pun tertidur alih-alih mengerjakan soal ujian dengan serius. Kemudian, ibu guru yang menyaksikan kondisi itu, meminta Queentsa untuk mencuci muka guna mengembalikan nyawanya kembali.
"Wah, itulah kenapa aku tak suka pelajaran bahasa, semuanya membuat mataku berat dan ngantuk. Hoaammm," gumam Queentsa dalam kamar mandi.
Queentsa pun mulai mencuci tangannya hendak membasuh muka. Setelah Queentsa membasahi wajahnya, datanglah salah satu teman kelasnya yang sengaja mengikuti Queentsa masuk ke kamar mandi.
"Eh, kamu disuruh ibu guru cuci muka juga, Zara?" tanya Queentsa yang menatap wajah murid cantik yang bernama Zara itu dari bayangan cermin kamar mandi.
"Enggak kok. Aku sengaja pamit ke kamar mandi karena ingin bicara sama kamu, Queen." Zara menunjukkan sebuah surat di hadapan Queentsa.
"Iya? bicara apa?" sahut Queentsa meladeni ucapan Zara sambil merapikan rambutnya di depan cermin.
"Begini, aku dengar kamu adalah satu-satunya murid yang cukup dekat dengan Erdo. Kalian juga bertetangga, jadi apakah aku boleh minta tolong kepadamu untuk memberikan surat ini kepada Erdo?" terang Zara menyodorkan surat yang ada di tangannya.
"Jangan salah paham, meskipun kami berdua bertetangga, akan tetapi, hubungan kami tak sedekat yang kamu kira. Lebih baik, kamu berikan langsung kepadanya," jelas Queentsa berusaha menolak permintaan Zara.
"Jika aku memberikan surat ini langsung kepadanya, aku yakin dia akan menolakku secara langsung," balas Zara dengan raut wajah sedih.
"Jika tahu bakal ditolak, kenapa kamu tetap saja ingin mengirimkan surat itu," sahut Queentsa dengan wajah tak yakin.
"Aku berharap, Erdo akan menerima suratku jika yang memberikannya adalah kamu, Queen." Zara benar-benar memohon kepada Queentsa.
"Ya ampun... Erdo, sebaiknya kamu enyah saja dari dunia ini! dari pada membuat keributan di antara kalangan remaja, dasar si batu itu, bikin repot saja!" umpat Queentsa dalam hati.
"Queen, please... tolong aku, yah?" bujuk Zara sambil memberikan surat itu kepada Queentsa.
"Baiklah, tapi jangan berharap banyak padaku, yah? Aku akan berusaha memberikan surat ini kepada Erdo." Queentsa pun terpaksa menerima surat itu.
Tak lama kemudian, bel tanda pulang pun berbunyi. Semua murid telah keluar dari kelas masing-masing untuk pulang.
Saat itu, Queentsa berdiri di depan gerbang sekolahnya hendak menunggu Erdo. Ia telah berjanji akan berusaha membantu Zara untuk memberikan surat itu.
"Queen, kamu nungguin siapa, sih?" tanya Sisi yang dari tadi ikut berdiri di samping sahabatnya.
"Aku nunggu Erdo!" seru Queentsa sedikit sebal.
"Serius?! yah... tapi aku harus pulang sekarang juga. Karena mamaku nyuruh aku mampir ke toko dulu," tutur Sisi seakan tak rela ingin melihat murid idolanya.
"Ya udah, kamu pulang duluan aja. Aku cuman ada perlu sebentar kok," sahut Queentsa.
"Mmm, oke deh. Sampai ketemu hari Senin yah," timpal Sisi lalu meninggalkan Queentsa seorang diri.
Beberapa menit kemudian, Erdo pun keluar dari gerbang sekolah. Dia berjalan santai sambil membetulkan tasnya.
"Erdo, tunggu!" seru Queentsa yang melangkah tepat di depan Erdo.
"Ada apa?" timpal Erdo seraya mengerutkan kedua alis tebalnya.
"Ini, aku hanya bantu temenku buat menyampaikan surat ini kepadamu," ucap Queentsa sambil memberikan sepucuk surat milik Sisi.
Erdo pun hanya menatap surat yang masih ada pada genggaman Queentsa. Erdo pun enggan merima surat itu. Melihat tingkah Erdo yang hanya diam saja, membuat Queentsa geram dan menyaut tangan Erdo lalu memberikan surat itu pada genggamannya.
"Cepat terima ini! aku tak mau mereka yang melihat salah paham," ujar Queentsa yang sejak tadi salah tingkah karena banyak murid yang memperhatikan mereka berdua.
"Aku gak mau!" seru Erdo menepis surat beserta tangan Queentsa.
"Apa susahnya sih nerima surat ini. Berat juga enggak!" cetus Queentsa mulai mengomel.
Erdo pun tak merespon lagak Queentsa kala itu, ia ingin pergi meninggalkan Queentsa secepat mungkin.
"Iisss! dia bikin malu saja!" sahut Queentsa lalu segera menutup wajahnya.
Queentsa pun berlari menyusul Erdo. Ia akan mencoba memberikan surat itu lagi kepada Erdo.
"Erdo please, cepat terima surat ini. Jangan bikin aku malu di depan umum dong!" seru Queentsa yang masih membujuk Erdo.
"Jika kamu malu, ngapain kamu bersedia disuruh temanmu buat ngasih surat ini ke aku? Lain kali, jangan mau jadi suruhan mereka! kau ngerti?!" Erdo mulai marah dan berjalan cepat meninggalkan Queentsa.
"Aduh, gimana aku ngomongnya ke Zara, nih!" Queentsa pun gagal memberikan surat cinta itu kepada Erdo.
Setelah sampai di rumah, Erdo merasa sebal dengan perilaku Queentsa padanya. Erdo segera memasuki kamarnya dan melempar tas ranselnya di atas sofa.
"Ada apa dengannya? Apakah dia benar-benar bodoh? Sudah hampir sebelas tahun kita satu sekolah tapi dia masih belum menyadari sama sekali!" celoteh Erdo seraya merebahkan badannya di atas tempat tidurnya.
"Sudah puluhan kali aku menolak surat dari para siswi itu. Karena berharap suatu saat aku akan menerima surat dari Queentsa. Ah sudahlah! mungkin kali ini aku yang bodoh," tutur Erdo lalu melepas seragam sekolahnya.
* * *
Malam hari pun tiba, Queentsa dan keluarganya sedang makan malam bersama.
"Queentsa, gimana ujian kamu?" tanya Ayah Soni sesekali menghentikan suapannya.
"Alhamdulillah, lancar kok, Yah." jawab Queentsa sambil menarik piring yang berisi ayam goreng di depannya.
"Nanti, setelah lulus SMP, kamu mau masuk SMA mana, Nak?" tanya Bunda Naila sambil membantu Fawaz mengambilkan sayur di meja makan.
"Entahlah, Bun. Queentsa mau diskusi dulu sama Sisi. Kita udah janjian mau barengan lagi," terang Queentsa.
"Kenapa Kakak nggak diskusi sama Kak Erdo? Kan supaya bisa barengan terus," sahut Fawas yang berbicara dengan mulut penuh makanan.
"Dia pasti akan memutuskan masuk sekolah berbasis internasional. Otak yang dimiliki Erdo nggak sebanding dengan sekolah pilihan Queentsa nantinya," tutur Queentsa.
"Loh, buktinya, meskipun Erdo punya nilai di atas rata-rata, tapi dia selalu masuk sekolah yang sama dengan kamu," kata Bunda Naila.
"Bun, tahun ajaran baru, Queentsa minta kepada Bunda untuk merahasiakan sekolah pilihan Queentsa nanti kepada Tante Mika dan Om Raffi, yah?," pinta Queentsa dengan sangat
"Loh, kenapa? bagus dong kalau kamu satu sekolah lagi sama Erdo.., kalian bisa belajar bersama lagi, liburan juga bisa barengan, iya kan?" ucap Ayah Soni.
"Bagus apanya, Yah. Ayah tahu, Erdo itu sangat populer di sekolah. Pasti ujung-ujungnya yang kena imbasnya Queentsa. Kakak kelas banyak yang wawancara Queentsa hanya untuk menggali informasi tentang Erdo. Aaah...Queentsa nggak mau satu sekolah lagi sama dia!" terang Queentsa seakan kapok dengan nasipnya.
"Hahahahha, Queensta..Queentsa.. jadi kamu selama ini jadi makcomblangnya teman-teman kamu yang suka sama Erdo?" Ayah Soni tertawa terbahak-bahak mendengar cerita lucu putrinya.
"Bisa dibilang seperti itu," sahut Queentsa.
"Tapi, kenapa anak remaja seperti kalian sudah mengerti rasa menyukai atau hal semacam itu? Seharusnya kalian masih dalam masa fokus untuk belajar!" seru Bunda Naila.
"Betul Bunda ..., Queentsa setuju banget!" Queentsa mulai bersemangat.
"Bukankah Kakak sendiri suka sama Kak Erdo?" sahut Fawaz membuat semua tertegun geram.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Titik pujiningdyah
like thor
2021-05-30
1
Ria Diana Santi
Lanjutkan Thor!
2021-05-16
1
coco
mampir-mampir and bawa like
2021-05-02
1