Zara akhirnya menandatangani surat perjanjian tersebut, salahnya yang berani mencari masalah dengan seseorang yang memiliki kuasa.
"Ini." Zara pun mengembalikan surat tersebut setelah bertanda tangan.
"Bisakah saya pergi sekarang, Tuan?" tanya Zara dengan sopan.
"Siapa yang mengatakan kau boleh pergi? Kemari," panggil Gaza.
Zara pun menatapnya, dengan ragu ia tetap melangkah menuju lelaki dingin yang sangat tidak ia sukai.
Saat Zara berada di samping Gaza, lelaki ini pun sama sekali tidak menghiraukannya, terlalu sibuk menatap layar komputer hingga tanpa sadar Zara telah berdiri sampai setengah jam, Sekertaris Lee pun telah keluar dari ruangan itu sedari tadi.
Zara merasa serba salah, di satu sisi ia terus terbayang akan wajah adik bungsunya yang terbaring lemah di rumah, sedang mengalami sakit paru-paru semenjak setahun yang lalu, ia tak mampu membawa adiknya berobat di rumah sakit, ia memutuskan untuk merawatnya sendiri meski ia tahu dia tidak akan mampu menyembuhkan adiknya itu, di lain sisi, ia juga tak berani untuk pergi begitu saja saat tanpa ada perintah yang dikeluarkan oleh lelaki yang dia anggap sebagai pria robot, sama sekali tak memiliki ekspresi wajah.
"Tuan, apa saya tidak memiliki pekerjaan apa pun sekarang? Jika tidak ada, saya ingin pulang," tanya Zara ragu-ragu.
Gaza akhirnya menoleh dengan tatapan dingin. "ambilkan sepatuku di dalam lemari sana," ujarnya lalu kembali fokus pada layar komputer.
"Baik, Tuan." Zara pun melangkah dengan perasaan yang begitu gugup.
"Ini, Tuan," ucap Zara dengan menunduk sopan.
"Pakaikan," lanjut Gaza.
Zara menghela nafas dengan kasar. Jelas-jelas dia memiliki tangan yang lengkap, kenapa harus meminta orang lain untuk memasangkan sepatu di kakinya? Itu sama saja dengan merendahkanku. Cibir Zara.
"Kenapa? Kau tidak mau?" Gaza menoleh dengan tatapannya yang tajam.
"Segera saya lakukan, Tuan." Zara pun dengan sigap berjongkok di kaki Gaza, melepas sepatu yang dikenakan lelaki itu dan menggantinya dengan yang baru.
Sepatu yang ia kenakan terlihat begitu baru dan mengkilap, tetapi masih harus menggantinya lagi. Zara terus menggerutu dengan kesal.
"Apa kau mengerjakan sesuatu selalu selamban ini?" ujar Gaza tiba-tiba.
Itu karena kakimu yang terlalu berat, kau bahkan tak ingin mengangkat kakimu saat aku ingin menggantinya. Batin Zara.
"Maaf, Tuan." Hanya itu yang bisa ia jawab tanpa berani untuk membantah.
Sepuluh menit kemudian, akhirnya sepatu itu berhasil ia pasang di kaki Gaza. Saat Zara berdiri, tiba-tiba Gaza mengatakan, "Siapa yang mengizinkanmu untuk berdiri?"
"Lalu apakah saya harus tetap berjongkok, Tuan?" tanya Zara kebingungan.
"Lakukan," titah Gaza.
Zara menggertakkan gigi dan menghela nafas dengan kasar. Sepertinya aku benar-benar sedang bertemu dengan orang gila. Benak Zara sembari berjongkok dengan sangat malas.
"Gunakan sesuatu apa pun yang menurutmu terbuat dari bahan yang lembut, lap sepatuku," sahut Gaza.
Zara mengepalkan tangannya dan memejamkan mata begitu kesal. "Baik, Tuan." Lagi-lagi hanya bisa menurut tanpa pembantahan.
Zara melirik kiri dan kanan, ia tak menemukan apa pun yang bisa digunakan untuk mengelap, tiba-tiba matanya tertuju pada kemoceng yang tergantung di tepi lemari hias. Ia pun tersenyum dan melirik Gaza sekilas, melihat lelaki itu terlalu fokus pada komputernya, ia pun diam-diam beranjak lalu mengambil kemoceng tersebut dan menggunakan itu untuk mengelap sepatu Gaza.
Beberapa saat kemudian, Sekertaris Lee kembali masuk ke ruangan Gaza. "Nona, apa yang Anda lakukan pada sepatu Tuan muda?" Sekertaris Lee mengerutkan alisnya tak percaya dengan keberanian Zara.
Gaza menoleh dan melihat Zara memegang sebuah alat pembersih debu yang ia gunakan pada sepatunya.
"Berdiri," perintah Gaza.
Zara menggigit bibir bawahnya merasa takut, kini ia ketahuan oleh singa jantan, mungkin ia benar-benar akan di makan hidup-hidup kali ini.
Perlahan Zara memberanikan diri untuk berdiri. Gaza segera bangkit dan menghampirinya.
"Wanita, apa aku memperlakukanmu dengan begitu lembut? Kau tampaknya begitu semena-mena meski telah diberi hukuman, apa kau ingin aku memberikan hukuman tambahan?" ujar Gaza sembari mendekatkan wajahnya pada Zara.
"Maaf, Tuan. Lantas saya tidak tahu lagi harus membersihkannya menggunakan apa, saya hanya melihat kemoceng ini dan menggunakannya," jawab Zara gemetaran.
"Kau lihat betapa beraninya dia, Lee? Sepertinya dengan membuatnya bekerja di sini tidak akan cukup untuk menghukumnya. Apa kau memiliki usul apa yang harus dilakukan pada wanita ini?" Gaza menoleh pada Sekertaris Lee.
Zara semakin gemetar, tangannya mulai berkeringat dingin mendengar penuturan Gaza, apakah dia benar-benar akan dihukum berat oleh pria yang tak berkemanusiaan ini?
"Tuan, di luar ada Tuan Rangga ingin bertemu dengan Anda," ucap Sekertaris Lee tanpa menjawab apa yang diucapkan oleh Gaza.
"Ck, bahkan kau mengabaikanku, Lee. Suruh dia masuk," ucap Gaza lalu kembali duduk di kursinya.
"Kau, kembali pada pekerjaanmu, gunakan tissu, jika kau tak membawanya, kau bisa menggunakan pakaianmu untuk mengelap sepatuku," ujar Gaza pada Zara.
Zara hanya mengangguk, beruntung ia selalu menyediakan tissu di dalam tasnya setiap kali keluar rumah, kali ini dia benar-benar selamat dari ancaman, jika tidak, maka dia akan mempermalukan dirinya dengan mengelap sepatu mengenakan pakaiannya sendiri.
Beberapa saat kemudian seorang lelaki paruh baya masuk ke ruangan Gaza dengan diantar oleh Sekertaris Lee.
"Lama tidak berjumpa, Gaza," sapa lelaki yang bernama Rangga tersebut.
"Tentunya kau datang bukan untuk berpura-pura seolah menjadi orang yang begitu akrab denganku, katakan maksud kedatanganmu dan kau bisa segera keluar dari perusahaanku," ucap Gaza tanpa menoleh pada lelaki tersebut.
Rangga terkekeh. "Tentunya kau masih ingat tentang apa yang tertulis pada surat wasiat yang ditetapkan oleh ayahmu, apa perlu aku mengatakannya lagi?" Sembari berjalan ke arah sofa di pojok ruangan.
Gaza menatap Rangga dengan begitu tajam, seakan hendak ingin menghabisi lelaki itu dalan sekejap.
"Kecilkan tatapanmu, aku takut melihatnya. Apa kau tidak berniat untuk menemani aku duduk di sini sebagai tamu menjemput tuan rumah?" Sambil terkekeh dengan puas.
Gaza tersenyum sinis. "Kau benar-benar merasa bahwa perusahaan ini adalah milikmu?" ucap Gaza dingin.
"Tentu saja, setidaknya itulah yang kuingat saat terakhir kali ayahmu wafat."
Gaza tak menggubris ucapan Rangga, ia hanya tergelak dengan seramnya. Sementara Zara yang tidak tahu apa-apa, ia terus mengamati ucapan demi ucapan yang terlontar dari kedua belah pihak yang seakan tidak sedang bersahabat.
"Ngomong-ngomong kau tidak menyuruh wanita itu keluar saat aku sedang di sini, siapa dia? Apa dia kekasihmu?" tanya Rangga.
"Jika kau datang hanya untuk menanyakan hal itu, lebih baik angkat kakimu dan jangan pernah datang lagi," jawab Gaza tanpa menoleh.
Rangga tertawa terbahak-bahak. "Baiklah, sikapmu benar-benar tidak berubah. Kalau begitu, gadis kecil, bisakah kau ambilkan aku segelas air?" ucap Rangga sambil menatap Zara.
"Baik, Tuan." Zara pun bangkit dari tempatnya.
"Kembali ke tempatmu dan selesaikan pekerjaan yang aku perintahkan," sahut Gaza dingin.
Zara pun akhirnya kembali duduk tanpa berani membantah, sementara Rangga, ia malah terkekeh.
"Katakan apa yang kau inginkan, setiap detik waktuku sangat berharga, aku tidak memiliki waktu untuk meladenimu yang hanya ingin bertele-tele, satu hal yang kau perlu ingat, kau tidak memiliki hak menyuruh segala apa pun pada wanita itu terkecuali aku, apa kau paham?" Sembari bangkit dari tempatnya dan melangkah menghampiri Rangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Sweet Girl
mana keberanian mu tadi Zar...??
2023-06-20
0
sopi
p
2022-03-13
0
Henda Rina
lanjuuuuut
2022-02-07
0