Terik sang mentari tak menghentikan langkah Elisabeth menyusuri trotoar menuju terminal Leuwi panjang. Ia ingin secepatnya meninggalkan kota tua yang sarat akan kenangan manisnya bersama Darian. Ups jangan menyebut nama pria itu lagi, Elish sedang berusaha sekuat hati pergi dari bayangan pria itu. Mungkin akan susah karena jejaknya telah melekat sejak kecil dalam benak Elish, namun apa salahnya jika dia sok kuat dan bertekat lepas dari bayangan pria pembohong sekaligus penghianat itu?
Elisabeth bergegas menuju antrian Bus paling depan yang sudah hampir penuh terisi penumpang. Artinya Elish tak perlu lagi menunggu berjam jam hingga bus penuh. Mendapat jatah kursi kedua paling belakang sudah membuatnya puas. Tinggal dua penumpang lagi maka Bus akan melesat jauh meninggalkan kota itu.
Elish bukan lah orang yang mawas akan situasi disekelilingnya. Entah siapa atau apa yang terjadi disekitarnya dia tak peduli. Memasuki tol Cimahi kenangannya bersama Darian terbesit dalam benaknya. Airmata yang tak bisa dibendung disertai isak yang tersedu sedu membuat semua penumpang menoleh ke arahnya. Dan memang Elish tak peduli, dirinya asik dengan memori memori lama diselingi irama isak tangis bersama bumbu airmata yang semakin deras.
Sesekali Elish melap airmata dan ingus dari hidungnya dengan shal putih yang melingkar dilehernya. Syal harum dan lembut berasal dari seorang pria asing dari dunia antah berantah.
"Nona?" suara lembut pria yang duduk disamping Elish menyapa.
Elish tak mengindahkan suara itu. Matanya yang merah dan membengkak terus menatap keluar jendela.
"Nona?" panggil pria itu sekali lagi dengan suara yang ngebas khas pria kekar nan perkasa.
Ihhh apaan sih? nggak liat orang lagi nangis apa?
"Saya hanya..." terdiam.
"Apa apaan sih? Nggak liat apa kalau aku lagi sedih?" Elish berucap dengan tiba tiba dan kasar. Matanya masih menoleh keluar jendela. Dirinya tau persis jika saat itu dirinya berada dalam keadaan terjelek seumur hidupnya. Mata panda akibat nggak tidur semalaman, mata bengkak akibat nangis sepanjang hari dan hidung merah akibat terus menerus menarik ingus yang selalu saja keluar dari hidungnya.
Sekali lagi Elish menarik shal yang menggantung dileher kemudian membuang ingus yang terus menerus meler dari kedua lobang hidungnya.
Tanpa bicara sepatah katapun, pria itu langsung menyodorkan sapu tangan kecil kedepan wajah Elisabeth kemudian menyilangkan tangan didadanya.
Selang beberapa saat Elisabeth terlelap...
Entah berapa jam dirinya terlelap, tiba tiba Elisabeth terbangun saat bus memasuki pintu terminal Cililitan. Saat mobil bus melambat, Elish langsung melompat turun dari mobil tersebut, khasnya para penumpang yang hidup diibukota Jakarta.
Jarak terminal dengan tempat kos kosan Elis tak seberapa jauh. Elish memutuskan tinggal di sekitar situ agar aksesnya untuk menemui Darian di Bandung tak terlalu ribet karena begitu dekat dengan terminal.
Sambil menarik koper kecil, Elish akhirnya tiba didepan pagar kos kosan wanita yang lumayan ketat peraturannya.
Setelah menaiki tangga samping Elisabeth tiba didepan pintu kamarnya. Kamar yang telah ditinggalkannya sejak seminggu yang lalu tampak rapih tertata. Beberapa foto Darian dan dirinya terpajang di dinding kamar tersebut.
"Sampah," gumam Elisabet marah sembari menarik semua bingkai bingkai itu kemudian membuangnya kedalam tempat sampah.
Beberapa boneka beruang pink dan pinguin yang tertata di sandaran ranjangnya masuk kedalam kantong sampah besar. Baju baju serta sepatu pembelian Darian ikut bergabung dalam kantong sampah berwarna hitam menjadi barang rongsokan. Selimut lembut serta serta bantal berbentuk hati tak luput menemani beberapa temannya.
Setiap barang yang memiliki kenangan dengan Darian disingkirkan dari kamar itu. Empat kantong sampah besar berwarna hitam telah penuh terisi. Elisabeth sadar jika selama ini hidupnya terlalu bergantung dengan Darian. Kamar itu hampir terlihat kosong tak ada apapun.
Elish menarik kantong kantong sampah itu keluar dari kamar dan membuang mereka disebuah bak sampah besar di sebrang jalan.
"Non Elish, anda disini?" sapa pak Dodi seorang pria tua yang bertugas membersihkan halaman kos kosan itu. Pak Dodi sedikit heran, Elish pamitan waktu itu mau pulang menikah. Kok dia disini?
Elisabeth tersenyum simpul. "Iya pak, saya hanya kembali sebentar."
"Ooohhh." pak Dodi manggut manggut pertanda mengerti. Elish meninggalka pak Dodi terburu buru sebelum beberapa pertanyaan beruntun menyerangnya.
"Elish," teriak Linda sahabat seatap yang kamarnya terletak dipaling ujung koridor.
"Yes," sahut Elis.
"Loh balik cepat banget?" Linda berjalan cepat menghampiri Elish.
"Gue balik bentar doang. Ada keperluan lain di Jakarta jadi sekalian mampir," jelas Elisabeth.
"Hmmm, tapi dari undangan yang kamu share seharusnya kan hari ini adalah resepsi pernikahan mu. Oh ya, jam 7 kan?" ujar Linda penuh tanya.
"Hhmmm iya, undangan ditunda." Elish berbohong. Dirinya tak ingin mengumbar kisah pahitnya saat itu. Dirinya pasti akan menangis terisak, dan semua orang pasti akan semakin kepo bahkan mungkin mereka akan menertawakan Elish. "Oh ya Lind, aku buru buru nih. Harus langsung pergi, soalnya masih banyak urusan."
Elisabeth masuk ke kamar mengambil tas dan ponselnya kemudian keluar lagi. Linda masih berada didepan pintu. Sosok Linda si tukang gosip pasti sedang memperhatikan mata sembab Elisabeth.
"Bye Lin." Elisabeth bergegas meninggalkan tempat itu.
Remang senja mulai berganti gelap, dalam hati Elisabeth begitu bahagia. Dirinya tak perlu menundukkan kepala menyusuri lorong itu hingga ke jalanan depan. Beberapa tetangga dan warung warung makan langganan pasti langsung mengenalinya jika saat itu terang benderang. Elish hanya berusaha menghindari rasa haus gosip dari emak emak kopleks situ. Dirinya benar benar tak ingin mendapat serangan mulut mulut pedas yang siap menghardiknya atas kegagalan hidupnya kini.
Ah, aku harus secepatnya pergi dari sini. Lagian cutiku masih ada dua minggu lagi. Selama dua minggu aku akan menenangkan diriku. Aku butuh sebuah rencana matang sebelum kembali menemui teman kampus dan teman kerjaku. Sekarang aku hanya ingin secepatnya melupakan Darian.
"Shi iitt," Elisabeth membayangkan Darian saat ini sedang bermesraan, berduaan bersama Reyna.
"Laki laki penipu, kamu tega meninggalkan ku. Kamu penghianat. Aku akan membencimu seumur hidupku. Aku tak akan pernah lagi menyebut namamu, dan aku tak pernah ingin melihat wajah sok baikmu itu. Go to hell you bastard," teriak Elisabeth sembari menginjak menendang dan melompat diatas sebuah kemasan air mineral yang tergeletak dipinggir jalan.
Elisabeth menatap marah ke arah botol tersebut seolah itu adalah Darian. Dalam sekejap botol itu telah kempes dan tak berbentuk lagi.
Elisabeth menghentikan sebuah taxi yang sedang melintas. "Taxi," teriak Elish.
Taxi yang lampunya tengah menyala pertanda sedang tak berpenumpang, langsung berhenti tepat didepan Elisabeth.
"Bang, cafe The Beaten di jalan cendrawasih."
"Baik Neng."
Mobil meluncur perlahan menembus kemacetan kota Jakarta saat itu. Sopir taxi yang tahu akan seluk beluk jalanan Jakarta Timur, berusaha menghindari kepadatan arus dari arah Bogor. Setelah melewati beberapa jalanan kecil, Elisabet akhirnya tiba ditempat tujuannya.
The Beaten. Sebuah cafe yang sedang populer dikalangan anak muda. Makanan yang serba lezat dengan harga yang serba murah.
Elisabeth langsung menarik selembar menu makanan kemudian duduk di sala satu kursi yang paling luar.
"Mi goreng, dan Es cincau," Elisabeth memesan salah satu makanan dan minuman yang paling tidak disukai Darian.
Beberapa saat kemudian, seporsi mi goreng bersama minuman cincau telah tersaji dihadapan Elisabeth. Ia segera menghabiskan makanan itu tanpa sisa.
"Mulai sekarang aku akan melakukan semua hal yang kamu tidak suka. Aku pasti bisa melupakanmu." gumam Elish sambil menatap sebuah menu makanan berkuah. "Aku nggak akan pernah makan lontong sayur, bahkan semua makanan yang ada lontongnya nggak akan ku makan. Kamu begitu menyukai sate dan lontong sayur."
Mata Elisabeth kembali berkaca kaca. Teringat betapa rakusnya Darian saat makan menu lontong diwarung Bu Darsih seorang penjual lontong dekat kampus.
Jika saja pernikahan kita tidak batal. Saat ini kita sedang bersama. Namun kenyataannya, kamu malah sedang bersama wanita lain. Kamu jahat Darian.
Elisabeth kembali larut dalam kesedihan. Sambil menangis Elisabeth berpikir keras bagaimana caranya agar dia bisa menyingkirkan Darian dari otaknya.
*Next **🔜*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
༂𝑶𝒑𝒑𝒂👑ˢQ͜͡ᵘⁱᵈ༂
01.26 wita, mending dah kelihatan di awal buruknya pria tuh
2021-07-27
1
Meilan
Jangan ingat pria seperti itu
2021-06-16
1
auliasiamatir
😭😭😭😭😭😭😭 buang darian jauh jauh Elis..
2021-05-30
1