Imamku Ajari Aku Mencintaimu
• Perhatian. Cerita ini asli hanyalah karangan penulis semata. Tidak dikutip dari judul atau cerita manapun. Jika ada kesamaan kisah, lokasi atau nama tokoh, itu murni sebuah kebetulan.
\~\~\~\~\~\~\~
Darian please...
Elisabeth menatap khawatir pada papanya yang duduk tanpa expresi diwajahnya.
"Teng teng teng," dentuman suara lonceng memecah keheningan dalam ruangan itu.
Seorang pastor berjalan mendekati Elisabeth. "Sudah lebih lima menit dari waktu yang ditetapkan. Sepertinya pengantin pria tak akan datang."
"Pastor Yakub, tunggulah lima menit lagi. Mereka pasti sedang dalam perjalanan ke sini," pinta Elisabeth.
"Maksud saya coba ditelpon dulu. Apa mereka baik baik saja. Kita tidak tau jika mereka terkendala suatu hal hingga terlambat." saran pastor Yakub.
"Baik." Kekhawatiran Elisabeth semakin menjadi, mengingat tak satu pun keluarga Darian hadir diruangan itu.
Elisabeth berjalan menuju bangku dimana adiknya duduk. Ponselnya dititip di tas sang adik. Dengan cemas Elisabeth menghubungi Darian.
Rejected? Darian menolak panggilanku? Oh no, Darian please!
Elisabeth berulang ulang menghubunginya namun hasilnya tetap sama. Elisabeth memberanikan diri menghubungi kakak Darian.
"Tuuutt tuuut tuuut"
"Elis?" jawab Delilah kakak Darian.
"Kak apa yang terjadi?" tanya Elisabeth.
"Elis maaf, terjadi masalah besar dirumah. Sepertinya pernikahan kalian dibatalkan."
"Batal?" teriak Elisabeth. "Masalah apa kak?"
"Mendingan kamu minta penjelasan dari Darian soal wanita yang mengaku ngaku tengah hamil anaknya. Sudah dulu ya kakak buru buru ini." Sambungan telpon dengan Delilah langsung terputus saat itu juga.
"Apa yang terjadi? Batal? Apa pernikahannya batal?" bentak papa William Petra dengan wajah merah padam. Satu tangan kanannya melayang mendarat dipipi Elisabeth. "Bikin malu keluarga. Kamu berhasil membuat papa malu. Sejak awal papa sudah bilang tidak setuju dengan Darian itu. Tapi kamu begitu keras kepala. Papa menyesal hadir disini sekarang."
"Maafin Elis pa, Elis nggak bermaksud mempermalukan papa," jawab Elisabeth dengan mata memerah. Bulir airmata yang sudah menumpuk dipelupuk matanya jatuh berderai membasahi pipinya.
Bukan tamparan papanya yang membuatnya menangis. Tapi fakta bahwa Darian tak kunjung tiba lah yang membuat dadanya sesak menahan kecewa.
"Ayo Ma, Fred, Jenie pergi dari sini. Papa tidak ingin menjadi tontonan disini." Papa menarik lengan istrinya dan adik adiknya agar meninggalkan tempat itu.
Elisabeth menoleh ke arah para undangan yang mulai bergunjing dibelakangnya. Sebagian dari mereka adalah keluarga, namun beberapa adalah orang orang penting yang diundang papanya untuk menjadi saksi pemberkatan nikahnya.
Tante Lilian adik dari papa menghampiri Elisabeth.
"Kamu yang sabar Elis, papamu sangat tempramen jadi wajar jika dia marah seperti itu. Btw gimana bisa batal? Kamu nggak telpon keluarga mereka lagi, ada masalah apa?" Wajah Lilian dipenuhi penasaran yang begitu besar. Yang pastinya sebagai info untuk bahan pergunjingan di grup keluarga.
"Elis juga masih belum tau tante," jawab Elis sembari menarik nafas panjang. Elisabeth berusaha menahan tangisnya namun cairan bening itu tetap saja lolos dari bendungan pelupuk matanya.
"Ya sudah, coba kamu lap air matamu itu. Dandanan mu jadi belepotan gitu," ucap Lilian kemudian meninggal kan Elisabeth yang masih tersedu.
Daniah dan Suny saudari ibunya menghampiri Elisabeth.
"Sayang, sudah lah. Jangan nangis terus seperti itu. Kamu lihat? Orang orang makin bergunjing melihat mu menangis seperti itu. Toh kamu wanita yang sangat cantik, masih banyak pria pria diluar sana yang ingin menikahi mu," ucap Dania keluar begitu saja dari mulutnya.
What? Banyak pria? ucapan Daniah begitu menohok. Elisabeth masih berharap Darian akan datang menemuinya saat itu.
"Yah, jika memang pernikahannya batal. Biar tante yang bicarakan ke pastor. Para undangan masih menunggu loh," ujar Suny.
Elisabeth tak mengeluarkan sepatah katapun. Suny langsung menghampiri pastor dan mengumumkan pembatalan pemberkatan nikah sore itu.
Para undangan satu persatu keluar dari ruang gereja itu. Pergunjingan tak pernah berhenti keluar dari mulut mereka. Sesekali para tamu itu melirik ke arah Elisabeth yang masih terdiam dikursi paling depan.
....
Elisabeth keluar paling terakhir dari gedung bermenara menjulang tinggi itu. Gaun putih satin melekat indah dibadannya. Segegenggam buket bunga masih dipegangnya erat.
Elisabeth duduk ditangga depan gereja sembari melepas tiara dan veil dari kepalanya.
Kemana aku akan pergi sekarang? Tiada tempat untukku menyandarkan kepalaku. Jika pulang sekarang pasti papa akan mengusirku. Seperti biasa saat papa sedang emosi papa sering mengusir Elisabet dari rumah.
Elisabeth teringat akan sosok Darian. Satu satunya pria yang menjadi sandaran hidupnya. Darian satu satunya orang yang menjadi tempat curhatnya. Tak terasa air mata kembali mengalir dari kedua pelupuk matanya.
Pukul 19:15. Jam digital dari ponselnya terus mergerak meninggalkan waktu.
"Allahu akbar Allahu Akbar. Allahu akbar Allahu akbar." Suara adzan dari masjid terdekat melantun merdu ditelinga Elisabeth.
"Ya Allah, jika Engkau benar ada, berikan yang menurutmu terbaik untukku," gumam Elisabeth sembari menatap kubah masjid berjarak 100 meter diujung jalan. Dalam hatinya nya membayangkan Darian akan datang menemuinya saat itu. Walaupun terlambat Elisabet pasti akan memaafkan Darian.
Darian, aku yakin kamu pasti akan datang menemuiku. Kamu berhutang penjelasan kepadaku...
Elisabeth melipat tangan didadanya. Gaun satin tipis itu tak mampu menahan angin malam yang berhembus menusuk kulitnya.
Sementara tiga orang pria pejalan kaki dengan gamis dan peci melintas dihadapannya. Elisabeth nampak memundurkan sedikit badannya masuk ke dalam pagar gereja sembari menutupi belahan bagian dadanya yang nampak sexy. Sesekali Elisabet mengelus lengannya berulang ulang agar mengurangi hawa dingin yang menusuk pori pori kulitnya.
Setelah sepuluh meter pria pria itu melintas, seorang pria muda kembali kehadapan Elisabeth.
"Nona?" ucap pria itu sembari menyodorkan shal yang dipakainya kepada Elisabeth.
Elisabeth menengadah ke wajah pria itu. Silau lampu membuatnya kurang menyimak wajah pria tersebut. Tanpa berkata kata pria itu langsung melingkarkan shal itu ke leher Elisabeth, menutupi sebagian dada.
"Pakailah, anda pasti kedinginan." Suara beratnya begitu lembut. Sepoi angin berhembus menguak aroma wangi dari shal itu.
"Ini," Elisabeth tak sempat berterimaksih. Pria itu langsung meninggalkannya seraya berlari kecil mengejar kedua orang pria lainnya yang sudah hampir tiba dimasjid.
Shal putih itu membantu Elisabeth melawan dinginnya malam. Dalam sekejap kehangatan itu membuatnya terlelap, mengobati rasa lelah dan pedih yang dialaminya hari itu.
Sejam setelah Elisabeth tertidur...
"Tin tiin tiiiinn." Suara klakson mobil.
"Elish," suara seorang wanita berulang ulang memanggil Elisabeth dari dalam mobil. Tak digubris oleh Elisabeth wanita itu akhirnya turun dari mobil.
"Elisabeth Cahaya Petra, bangun. Sempat sempatnya kamu tertidur disini? Ayo cepat ikut aku pulang," ucap Resty sembari menarik tubuh Elisabeth agar bangun dari duduknya.
"Resty." Elisabeth terbangun menatap Resty. Semburat kemarahan nampak dari wajah Resty.
"Kamu ngapain disini? Apa batal menikah sudah membuat otakmu rusak? Ayo cepat kita pulang," Resty menarik pergelangan tangan Elis agar bangkit dari duduknya.
"Tapi Res, gimana jika Darian datang?"
"Haha, Elis, jika Darian akan datang. Mereka pasti sudah datang sejak sore tadi. Sekarang ini sudah hampir jam 9 malam. Come on, pernikahan kalian tuh udah batal," Resty menceramahi sepupunya yang lemot itu dengan perkataan yang lumayan pedas agar dirinya sadar.
Darian... Inikah akhir dari hubungan kita?
Sesak dan perih dalam batinnya terasa benar benar menyiksa. Elisabeth membayangkan jika Darian kini bukan lagi tunangannya. Darian bukan lagi calon suaminya. Darian kini bukan bagian dari dirinya lagi.
"Tidak, Res. Darian bukan orang seperti itu. Sejak kecil dia sangat menyayangiku. Dia pria yang sangat bertanggung jawab." Air mata terurai seketika. Isak tangis Elisabeth pecah seakan tak ingin percaya kenyataan yang dihadapinya.
"Huuffffftttt, buktinya Darian nggak ada disini Lis. Dia sudah meninggalkanmu. Sekarang kamu ikut aku dulu. Besok kamu bisa menemui Darian dan minta penjelasan darinya." Resty menarik tangan Elisabeth masuk kedalam mobilnya.
Sambil sesenggukan Elisabeth pasrah dibawa pergi Resty dari tempat itu.
*Next **🔜*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Dede Dewi
cakep...bisa mampir juga nih di ceritaku...bahasa cintaMu
2023-04-27
1
Ani Nur
bagus tor ceritanya
2021-11-27
1
Laras Azfar
aku mampur kk
2021-09-21
1