Misi Mendekati Marla 2

BIMA

Aku dan abangku Hans sudah berada di lokasi proyek. Ini hari kedua kami di kota ini. Saat santai, selesai makan siang, aku mulai membahas tentang Marla. Abangku Hans perlu tau tentang ini, bagaimanapun penilaiannya penting untuk kudengarkan.

"Aku lagi dekat sama seseorang Hans."

Kataku membuka cerita. Aku dan abang abangku memang terbiasa memanggil nama sejak kecil. Mungkin karena perbedaan usia kami tidak terlalu jauh. Ditambah kami yatim piatu sejak kecil, tidak ada yang mengajarkan harus memanggil abang. Waktu masih sekolah kami menumpang di sebelah rumah opung (orangtua dari ibu kami). Yang sebenarnya itu garasi yang sudah tak terpakai, kami bereskan menjadi tempat tinggal yang layak untuk kami bertiga. Bersyukurnya kami masih bisa menghidupi diri sendiri dari gaji pensiun almarhum bapak. Abangku paling tua Eric yang bertugas mengambil gaji bapak di kantor pos. Membelanjakan keperluan kami untuk 1 bulan dan membagikan sisanya sesuai kebutuhan kami. Kami harus pintar pintar mencukupkannya. Karena kalau habis sebelum waktunya, tak akan ada tambahan lagi.

Hans yang tadi berkutat dengan ponselnya, segera menghentikan kegiatannya. Memandangaku dengan tatapan serius.

"Siapa ?" tanyanya ingin tau.

"Namanya Marla, dia perawat, kerja di Rumah Sakit. "Jawabku menjelaskan.

"Marla temannya Lina ya ?"

"Kok tau ?" Aku kaget Hans tau.

"Ya tau lah.....,kemarin aku udah curiga. Jauh jauh pergi ibadah ke rumah Lina, ngapain coba kalo ga ada maksud. "Abangku Hans terkekeh meledek.

"Iya..., kok bisa tau Marla yang aku maksud ?" Aku penasaran.

" Lina cerita ke Dian. Jadi aku taunya dari Dian. Kalo Marla aku ga kenal sih." Hans menjelaskan.

"Ohhhh, kukira memang kenal."

"Jadi Desy gimana ?"

Ditanya begitu aku terdiam sebentar.

"Sama Desy biasa aja. Ga ada sesuatu yang serius. Sepertinya aku ga cocok sama dia." Kujawab apa adanya.

"Kalo aku sih terserahmu aja. Kamu yang jalanin, kamu pasti paling taulah mana yang terbaik."

"Sabtu malam aku mau ajak dia kenal kalian. Semoga dia bisa ."

"Boleh boleh aja. Tapi akan lebih bagus kalau ajak hangout bareng yang lain juga, nanti aku dan Dian gabung di situ. Jadi kesannya ga formal. Kamu kan belum tau hati Marla, dia suka kamu atau tidak. Kecuali kalian sudah berpacaran." Hans memberi ide.

Pikirku 'iya ya, ide yang baik juga begitu, jadi tidak canggung'. Intinya Hans sudah ok, tinggal memastikan Marla.

Segera kuhubungi nomor Marla. Hans kembali ke ponselnya.

Marla tidak mengangkat, "mungkin sedang sibuk." Pikirku.

Hans melirik seolah curi dengar. "Ga diangkat ya ?"

"Mungkin lagi sibuk, dia nyambi perawat pribadi setelah dinas rumah sakit." Kataku memberi alasan.

"Kamu telepon Lina aja, kan mereka dekat. Minta tolong dia ajak Marla." Hans

"Nanti Marla ga bisa gimana ?" Bima

"Kalo itu ya resikolah. Paling tidak kamu bisa banyak tanya tanya dulu sama Lina. Marla itu seperti apa. Kan dia sahabatnya. "

Aku menimbang sejenak. Sepertinya apa yang Hans bilang masuk akal. Aku perlu tau bagaimana Marla, bagaimana penilaiannya tentang aku. Bagaimana perasaannya terhadapku. Atau siapa tau saja dia sudah ada dekat atau suka dengan yang lain.

Aku menghubungi Lina. "Halo Lin....,Bima ini."

"Iya udah tau, aku udah simpan nomor kamu. Kenapa Bim ?"

"Sabtu malam kalian ada kegiatan ga ?"

"Tadinya ada, mau masak masak di rumah, tapi banyak yang ga bisa, jadi dibatalinlah. Kenapa emang ?"

"Enggak. Aku sama Hans dan kak Dian mau ajak hangout. Gabung yuk. "

"Oh gitu......, boleh boleh. Dimana ?

"Nanti tempatnya dikabarin ya. Ajak Marla juga ya." Aku beraksi menyelipkan rencana.

"Marla aja nih yang mau diajak ? Desy mau diajak juga ga ?" Lina menyindir. Dia tau aku dekat dengan Desy.

"Ha ha ha.....,ajak Marla ajalah Lin."Kataku meyakinkan.

"Bim.....,Marla dan Desy sama sama sahabatku lo. Aku serius nanya ini. Kamu sama Desy gimana ? Kalian kan dekat. Aku ga mau sahabatku tersakiti." Lina memberondongku.

"Aduh....,gimana ya." Aku bingung akan jawab apa. Sambil garuk kepala yang tidak gatal. "Aku sama Desy memang dekat, tapi bukan seperti yang kalian pikirkan. " Jawabku mengklarifikasi. "Sepertinya aku dan Desy ga ada harapan Lin. Aku ini bukan kriterianya dia. Udah lama kami ga komunikasi lagi. Ada pria lain juga yang sedang dekat dia, yang masuk kriteria dia mungkin." Jelasku.

Lina hanya diam, seolah mencoba memahami. "Kalau Marla gimana ?" Akhirnya Lina bertanya.

"Dengan Marla......, aku masih mau dekat, mau kenal dia lagi lebih baik. Sama Marla aku serius Lin." kataku meyakinkan. "Sejauh ini itu yang bisa aku bilang. Entah kalau nanti. Bisa aja Marla tidak suka aku mungkin, atau menolak aku. Lain cerita lagi. Intinya saat ini aku serius mau dekat dengan Marla."

"Gitu ya.....," Lina seperti menimbang. "Ceritanya kamu narik diri nih dari Desy?"

"Yah..., begitulah kira kira Lin."

"Kenapa ?"

"Seperti aku bilang tadi Lin. Hubungan kami ga berkembang. Desy tidak menyukaiku, selalu menghindariku. Meremehkanku. Mempermalukan aku didepan banyak orang. Aku lelah mengejarnya, tapi yang kudapat hanya penghinaan. Aku pikir sudah cukuplah aku bejuang Lin. "

Jelasku panjang lebar.

"Tapi sebenarnya Desy menyukaimu juga Bim."

"Sayangnya sekarang itu sudah ga penting lagi. Aku belum bisa melupakan sikap sikap Desy. Terlalu remeh dan arogan memandangku. Mungkin karena dia keluarga berada kali ya ? Jadi ngomong seenaknya saja, ga liat orang lain akan tersakiti. Kamu kan tau sendiri Lin, waktu kita kumpul terakhir ada Desy di sana. Sikap dan perkataan nya benar benar mempermalukan aku di depan teman teman. Kurasa kamupun berfikir begitu kan ?"

Lina terdiam lagi dibalik teleponnya. "Untuk tindakan Desy yang itu aku juga tidak setuju Bim. Dan sepulang dari sana aku sampaikan itu. Tapi orang kan bisa berubah Bim."

"Aku sudah berusaha memahami satu tahun lebih Lin. Dan sikapnya itu selalu sama, tidak berubah. Kupikir aku sudahi saja dengan dia, karena aku juga perlu melanjutkan hidupku. Semoga dia menemukan pria lain yang tepat."

"Ok deh.....,nanti aku coba ajak Marla. Tapi aku ga janji ya. Dia bisa atau enggak aku belum tau."

"Ok ok.....,thanks ya Lin." kataku sambil mengakhiri pembicaraan di telepon. Ide Hans memang brilian. Efektif dan tepat sasaran.

Bergegas aku menyusul Hans ke tempat proyek. Dia sudah duluan kesana saat aku bertelepon tadi. Hanya butuh berjalan kaki saja menuju ke sana.

________________

Sehabis jam dinas, Marla bersiap ke rumah pasien pribadinya. Di angkot membuka ponsel dalam perjalanan. Ada beberapa panggilan tak terjawab yang masuk.

Dia mendial kembali nomor nomor tadi. Mulai dari nomor ibunya.

"Halo mak.....,lagi dinas aku tadi. Apa tadi mak ?"

"Itu, sudah mamak kirim beras, ikan kering sama sayur. Nanti jemput ke stasiun ya."

"Oh iya.....,makasih ya mak. Kujemputpun nanti." Faktanya besok baru dia ada waktu untuk menjemput. Hari ini akan bermalam di rumah pasien pribadi. Tapi orangtuanya tidak perlu tau keadaan ini. Marla tidak mau mereka khawatir. Cukup mereka tau bahwa dia bekerja dengan baik di sini.

Dengan mamak dia mengobrol hal biasa lainnya. Sebatas keadaannya dan keadaan keluarga di kampung. Kadang mamak akan cerita kabar orang di kampung. Tentang tetangga yang baru punya cucu, tentang teman SMP Marla yang baru menikah. Atau tentang orang orang yang kami kenal baru punya rumah, baru punya mobil dan lain lain. Marla hanya mendengarkan saja, sambil sesekali menanggapi seadanya.

"Udahlah dulu ya, nanti habis pulsaku." Kata mamak baru sadar ngobrol mereka sudah lama.

"Tadi aku yang telepon mamak. Pulsaku yang terpakai." Marla menjelaskan.

"Oh iyanya.., udahlah kalo gitu. Nanti ga cukup uangmu bolak balik isi pulsa. Udahlah ya..., tut tut tut." Telepon diputus.

Marla hanya senyum senyum sendiri dengan ucapan mamak tadi. Padahal dia mau bilang, kalau dia ada paket telepon jadi tetap hemat. Keburu ditutup telepon nya.

Selanjutnya nomor Lina tadi menelepon. Marla lalu menelepon balik nomor sahabatnya itu.

"Halo Lin.., tadi...."

"Hai La..., tadi aku telepon. Lagi dinas dirimu ?" Sambung Lina cepat memutus bicara.

"Iya.....,aku dinas pagi. Ini mau kerumah pasien pribadiku. Besok pagi baru pulang. Besok aku masuk malam. Kenapa tadi ?"

"Oh gitu...,berarti Sabtu masuk malam jugalah ya ?" Tanya Lina memastikan.

"Iya. Minggu dan Senin libur. Tapi Senin aku masuk pagi sampai ke selasa pagi di rumah pasienku." Kataku menjelaskan.

"Iya ya....., tadinya mau ajak hangout. Tapi ya udahlah kalau tidak bisa. "

" Lain kali ajalah Lin, kalo aku pas libur." kataku

Setelahnya Lina memutus panggilan. Kembali Marla melihat telepon masuk. Ada panggilan bang Bima juga tidak terjawab. Dia ragu menghubungi balik. Mencoba menebak alasan Bima menghubunginya. Mungkin akan mengajak keluar, tebaknya dalam hati. Mengingat jadwalnya yang penuh, Marla urung menghubungi balik.

Tak terasa dia hampir tiba, tinggal beberapa jarak lagi ke depan. "Bang pinggir."Mintanya ke supir angkot. Dia berhenti tepat di depan rumah pasien. Menyerahkan ongkos ke abang supir dan segera masuk ke dalam rumah model ruko itu.

Saatnya bekerja katanya pada diri sendiri, sembari memasukkan ponsel ke dalam tas tenteng di bahunya.

Terpopuler

Comments

Inru

Inru

Karya kakak sudah saya favoritkan, karyaku di favoritkan juga ya kak. Thanks 🤗

2022-07-19

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!