BIMA
Tiba di rumah, kuparkir sepeda motor pada tempatnya. Aku lalu berberes diri sebentar sebelum masuk ke kamar mandi. Terasa segar seluruh tubuh ini setelah mandi. Dengan handuk di leher sembari mengusap rambutku yang masih basah langkahku masuk ke kamar tidur.
Setelah acara 'valentinne dating' tadi perasaanku seperti meluap luap. Mungkinkah Marla juga punya perasaan yang sama ? Ingin rasanya cepat cepat memintanya menjadi pacarku, memperjelas perasaan ini. Aku ingin Marla hanya menjadi milikku.
Sisian tempat tidur menjadi tempat ternyaman bagiku meletakkan duduk. Mengambil ponsel dan memeriksa pesan masuk, siapa tau saja ada pesan masuk dari Marla. Pesan yang kuharap ternyata tidak ada, aku lalu inisiatif mengirim pesan lebih dulu.
"Hai La, aku sudah sampai rumah nih. Senang sekali hari ini bisa ngobrol banyak dengan kamu." Pesan terkirim ke Marla
"Makasih ya sudah mau ikut acara tadi denganku" lanjutku mengirim pesan.
Senyumku yang tadi melengkung sambil mengetik pesan perlahan memudar, alih alih berharap balasan, pesan yang barusan terkirim malah belum dibaca. "Apa dia sudah tidur ?" Dalam hati bertanya tanya. "Ahh.....,ya sudahlah, mungkin besok dia akan balas. " Aku berusaha menghibur diri.
Kupilih berbaring di atas ranjangku dan beranjak tidur. Mengingat besok perlu bangun cepat untuk ibadah pagi. Sengaja ambil ibadah pagi karena setelahnya akan berangkat keluar kota bersama Hans. Ada proyek yang harus kami kerjakan di Tanah Karo.
Sementara Marla di waktu yang sama hampir terlelap ketika pesan masuk dari Bima berbunyi. Dia memutuskan tidak membukanya. Memilih melanjutkan tidur yang sudah sampai pada ujung kantuk. Besok jadwal dinas pagi di Rumah sakit mengharuskannya bangun lebih pagi dan berangkat lebih cepat.
Tubuh lelah itu segera terlelap, tak butuh waktu lama baginya menjemput mimpi. Mungkin karena pekerjaannya yang sering kurang tidur, ketika melihat bantal dan kasur di kamar kost rasanya auto ngantuk dan tertidur pulas.
Aku bangun kesiangan, baru tersadar saat mendengar suara Hans berkemas kemas. Untung saja masih sempat mandi. Bergegas aku siap siap seadanya dan berangkat ibadah pagi dengan abangku Hans. Hari ini kami sengaja pergi berboncengan karena akan langsung berangkat ke Tanah Karo, tempat proyek yang akan kami kerjakan. Sepeda motor Hans akan dititip di rumah Kak Dian pacar abangku. Barang barang dan perlengkapan proyek lainnya sudah dikirimkan 2 hari lalu.
Seusai ibadah, aku celingak celinguk mencari sosok Marla, tapi yang dicari tak kelihatan. Aku hanya menemukan Lina di barisan kursi depan. Kudatangi dia yang tengah berbincang dengan teman yang lain.
"Hei Lin......,selamat hari minggu." Kusodorkan tangan menyalami.
"Selamat hari minggu juga." Lina menyambutku.
"Tumben ga sama Marla ?" Tebakku sok tau.
"Oh.., iya Marla dinas pagi hari ini. Dia ibadah sore nanti."
"Ohhhh..., gitu ya." Kutanggapi dengan anggukan, meski kecewa dalam hati. Aku berharap bisa bertemu dia hari ini. Setidaknya sebelum aku pergi.
"Eh Bim....,aku duluan ya." Lina berpamitan.
"Oh..,ok ok....." Kalimatku tak lagi bersemangat. Semakin tak bersemangat ketika kubuka ponselku dan melihat notif pesanku masih belum dibaca.
"Kenapa belum dibaca ya ?" Pikiranku mulai bermain tebak tebakan.
Aku dan Hans berangkat menggunakan bus ke Tanah Karo. Sepanjang perjalanan aku tidak bersemangat. Kulirik jam di pergelanganku, masih 2 jam perjalanan lagi sebelum sampai di lokasi. Kucoba bersandar memejamkan mata. Berharap bisa tertidur sampai tiba di tempat tujuan.
Pikiranku segera dipenuhi asumsi tentang Marla. Kenapa pesanku belum dibalas? Apa aku ada salah bicara? Apa karena perkataanku kemarin yang bilang 'dia cantik' ? Apa mungkin dia tidak suka? Berbagai asumsi muncul dengan cepat di kepalaku.
Setiba di Tanah Karo kami mencari tempat makan siang. Kebetulan memang sudah jamnya makan siang.
"Kita makan di sini saja, nanti di sana takutnya ga ada makanan. " Maksud Hans di lokasi proyek kemungkinan sulit cari tempat makan.
Dia inisiatif mengatur langkah perjalanan kami, aku menurut saja tanpa bertanya. Dia paling tau tempat makan yang enak. Dalam hal ini aku mengikut pilihan nya saja.
Selesai makan kembali kubuka ponselku. Pesanku sudah dibaca , tapi kok ga dibalas ? Raut wajahku berubah tak senang lagi. Aku merasa seperti diabaikan.
Tiba di lokasi proyek, kupaksakan diriku berkonsentrasi . Benar benar harus menyingkirkan Marla dari pikiranku saat ini. Sementara bekerja hanya ada tentang proyek di pikiranku, atau proyek ini bisa gagal bila salah mengerjakan. Aku butuh fokus agar tak salah mengerjakan.
Selama 5 hari di lokasi proyek benar benar tak ada waktu untuk melihat ponsel. Hanya menjawab telepon atau menelepon yang perlu perlu saja. Pekerjaan tahap 1 kami sudah selesai. Tinggal tahap 2 dan 3. Akan kami lanjutkan 2 minggu lagi. Perangkatnya harus kami rakit dulu di sana sebelum dikirim ke lokasi proyek.
Pagi ini kami kami pulang ke Medan, karena harus berbelanja keperluan proyek lagi dan akan merakit alatnya lagi di sana. Butuh waktu 10 hari sampai selesai di rakit. Aku hanya membantu sekedar, karena Hans yang punya keahlian disini. Tugasku lebih banyak mengurus proposal proyek, kontrak kerja, belanja bahan dan menyediakan pekerja tukang bila dibutuhkan.
Tak terasa 3 minggu sudah aku dan Marla tanpa komunikasi. Tidak ada chat, tidak bertelepon dan tidak bertemu. Karena memang aku sedang sibuk, dan mungkin diapun sibuk. Atau mungkin kami saling menunggu kabar.
Malam ini ada acara ibadah muda mudi di rumah Lina. Aku sengaja ikut disana, meski posko ibadah kami bukan di sana.
"Hei.., Bima gabung disini rupanya...?" Samuel menyambutku.
"Iya bro..., besok aku sama Hans mau keluar kota lagi."
"Ohhh..., kalian ada proyek lagi ya ? "
"Yah..., begitulah."
"Kabar baik dong itu."
"Amin, amin."
"Hai Lin...." Aku menyapa Lina yang baru keluar dari dapur dengan nampan penuh gelas minuman di tangan.
"Eh... Bim, tumben gabung disini ?" Tangannya sambil dengan sibuk meletakkan gelas2 di atas meja sudut yang cukup lebar.
"Iya Lin, besok mau keluar kota. Ga sempat kalau menunggu ibadah besok di wilayah kami." Jawabku apa adanya. Meskipun sebenarnya aku ada misi lain. Misi mendekati Marla. Setahuku dia selalu gabung ibadah di sini.
"Oh gitu...."
"Begitulah." Jawabku singkat.
"Silahkan sambil diminum Bim."
"Iya, makasih." Kuambil segelas minuman yang ditawarkan.
"Hai La...." Lina menyambut seseorang yang kuharapkan.
Kepalaku spontan menoleh kearah sosok yang baru datang itu. Tiba tiba jantungku berdegup cepat. Ingin melonjak karena girangnya.
Marla bergiliran menyalami orang orang yang sudah hadir duluan. Sampai tiba menyalamiku.
"Hai La. " Aku menyapa canggung.
Marla menyapa dengan senyuman, seperti ingin bicara namun batal karena ibadah akan dimulai.
Sepanjang acara ibadah, sesekali aku melirik ke arah Marla, kebetulan dia duduk tepat berhadapan denganku, karena kami duduk melingkar di atas tikar.
Rasa rinduku terobati sedikit dengan melihat wajahnya dan mendengar suaranya. Setelah hampir 1 bulan tak bertegur sapa.
Sehabis acara aku menawarkan diri mengantarkan dia pulang. Tapi dia bilang akan menginap di rumah Lina. Sedikit kecewa aku mendengarnya, tapi ya sudahlah, ga apa apa, masih ada waktu lain. Paling tidak, sebelum aku pulang, sempat ngobrol dengannya saja sudah cukup untuk saat ini.
"Sepertinya sibuk ya belakangan ini ?" Tanyaku memulai pembicaraan.
"Lumayan bang, ada kerja tambahan jadi perawat pribadi." Dia memberikan alasan tepat yang membuatku tenang.
"Oh gitu..., pantesan pesanku waktu itu ga dibalas." Sambungku hati hati.
"Oh iya bang, maaf ya, tadi aku mau jelaskan. Kemarin itu sudah aku baca, niatnya pas kerjaan udah tenang akan aku balas. Eh malah kelupaan. Karena udah berhari hari baru teringat, jadi ga enak mau membalas lagi. " Kembali jawabannya menenangkanku.
"Oh gitu, kupikir karena aku ada salah atau apa?"
"Enggaklah bang, benar benar minta maaf ya bang, aku kelupaan." Bahasanya terdengar tulus dan apa adanya. "Abang juga sibuk sepertinya. Kemarin ulangtahun Lina aku ga liat abang disana. Padahal Lina ada undang katanya."
Mendengar dia ternyata kecarian aku juga, rasanya senang sekali.Sepertinya perasaanku gayung bersambut.
"Ohhh..., iya ! Aku dan abangku Hans ada proyek diluar kota. Waktu Lina undang sampai acara aku masih di luar kota, tapi aku lupa bilang ke Lina." Semangatku bangkit lagi. "Besok pagi kami juga harus berangkat lagi ke sana. Ini tinggal penyelesaian saja. Kira kira 3 hari di sana. Sabtu sore udah di sini lagi. " Penjelasanku panjang dan lebar.
Marla hanya mengangguk tanda mengerti.
"Ayok Bim, udah tinggal kita berdua nih belum pulang." Sam kemudian menyadarkanku pada keadaan sekitar. Memang hanya tinggal aku dan Sam yang belum pulang.
"Oh iya, ha ha ha. "Aku tertawa malu. "Ok deh, sampe ketemu lagi ya.., orang orang udah pada bubar rupanya. Aku pulang dulu ya." Pamitku padanya. Menuju pulang Lina dan Marla masih menemani kami sampai depan. Senang sekali rasanya, walau perhatian sekecil itupun, karena perhatian kecil itu datang dari Marla.
Aku pulang dengan hati yang legah. Terklarifikasi sudah pikiran tidak baik di otakku. Dan kabar baiknya, Marlapun kecarian saat aku tak ada. Itu kesimpulan utama dari pertemuan malam ini.
Lina memandangi Marla sembari mereka berjalan masuk ke rumah. Senyum penasarannya sedang mengembang mencari penjelasan.
"Ada apa kamu sama Bima ?" Kalimat selidiknya mulai keluar.
"Ada apa memangnya ?" Marla mengernyitkan dahi. "Gada apa apa." sambungnya lagi.
"Sepertinya dia mendekatimu."
"Kan ga salah." Marla cepat membela diri. "Toh sama sama single kan ."
"Kamu suka sama dia ?" Selidik Lina lagi.
"Biasa aja Lin..., baru kenal juga. Udah ah beres beresnya dicepatin. Aku ngantuk, mau cepat tidur. " dia menghindar. Lina hanya terkekeh menggoda.
Akhirnya beres sudah bersih bersihnya.
Di tempat tidur Lina kembali bertanya.
"La...."
"Mmm...."
"Aku serius nanya ini. Kamu suka sama Bima ?"
"Aduh Lin..., besok aja kita bahas ya, ngantuk berat aku."
"Setahuku kan La, Bima itu lagi dekat sama Desy. Bima pernah bilang ke Samuel kalo dia suka sama Desy. Kita yang liat aja tau kalau dia terang terangan PDKT sama Desy." Lagi Lina menjelaskan.
"Terus kenapa ?"
"Yah..., cuman mau bilang aja. Aku hanya ga mau kamu kecewa. Kalo kamu suka dia, kamu perlu tau. Aku dengar juga Bima itu tipe yang gampang jatuh cinta sama cewek."
Kantuk Marla hilang seketika, berganti dengan jantung yang berdegup tak beraturan. Benar benar tak senang dengan kabar ini. Untung saja dia berbaring membelakangi Lina, jangan sampai raut wajah kecewa itu tertangkap basah oleh sahabatnya.
"Tidurlah Lin, besok lagi bahas itu."
Lina mendengarkan dan tidak melanjutkan lagi pembahasan itu. Perlahan suara dengkuran halus terdengar dari tidurnya, meninggalkan Marla yang tak bisa tidur karena perkataannya tadi.
Apa iya Bima orang seperti itu ? Kelihatannya dia buka tipe seperti itu. Ucapan Lina tadi seperti terulang otomatis. Pikiran Marla mulai mengeluarkan banyak asumsi asumsi tak jelas. Kembali teringat pada sakit yang lalu lalu.
Marla memaksakan diri untuk terpejam, meski kemelut di pikiran tak bisa ditepis dengan mudah. Sudahlah, dia tak mau memikirkannya lagi.
____________
Sepulang dari rumah Lina tadi, aku segera berberes barang yang perlu dibawa besok. Pagi pagi sudah harus berangkat ke Tanah Karo menyelesaikan proyek yang hampir rampung.
Mandi sebentar, lalu berbaring di tempat tidur. Seperti biasa melihat pesan di ponsel sebelum tidur.
Bertemu dengan Marla tadi membuat hatiku lebih tenang. Pikiran pikiranku telah terklarifikasi dengan baik. Ternyata tak seperti yang kupikirkan.
Sabtu nanti, aku mau ajak Marla bertemu abangku Hans dan Kak Dian.
Semoga Marla bisa. Harapku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Inru
Follback ya kk, dan jangan lupa mampir di novel dan audio ku ya. Thanks 🤗
2022-07-19
0