Misi Bertemu Marla 2

BIMA

Terhitung 2 minggu tak bertemu Marla lagi, setelah pertemuan terakhir kami. Meski setiap hari selalu chat dengannya dan beberapa kali bicara lewat telepon tak bisa memuaskan rasa rindu dalam hati ini.

Aku lalu berfikir mencari cara, bagaimana bisa bertemu dia lagi. Baru teringat acara valentine bersama malam minggu ini. Group muda mudi daerah selatan ada acara 'dating' massal . Karena aku bukan anggota komunitas area sana, maka harus minta ijin dengan penanggungjawabnya.

Ku hubungi nomor seseorang yang cukup kukenal. Pemimpin group yang mau ku tuju.

"Halo Sam...,"Sapaku segera setelah telepon tersambung.

"Oi...,halo bro...,"jawab Samuel akrab.

"Sabtu malam acara 'dating' kalian jadi bro ?"

"Oh.., jadi dong. Udah booking tempat kami. Ada banyak yang ikut. Kenapa boss, mau gabung ?"

"Iya.., masih bisa kira kira ?"

"Bisa aja. Tinggal bayar ke panitia nanti."

"Oh, Ok, ok..., aman itu. Aku pastikan couple-ku dulu ya. Segera aku kabari. "

Singkat cerita Marla OK dan rencana tersusun dengan rapi. Tinggal menunggu hari H. Tak sabar rasanya hari cepat berganti.

"Sabar Bima, hanya tinggal 2 hari lagi." Kucoba menenangkan hati yang bergemuruh penuh rindu.

Hari itu pun tiba, kupersiapkan segala sesuatunya, termasuk sekotak coklat untuk Marla nanti. Aku bersiap lebih sore, mematut diriku di depan cermin, memastikan penampilanku sudah yang terbaik.

Seperti sebelumnya, Join dan Lexi menemaniku menjemput Marla. Sepeda motor kami beriringan di jalan menuju tempat Marla.

Gadis yang kurindukan itu terlihat sudah menunggu menyambut kami tiba. Marla terlihat berbeda dengan gaya casual namun menarik. Sepertinya dia juga berdandan untuk malam ini. Dia terlihat cantik.

"Langsung jalan ?" Tanya Marla memastikan.

"Yuk....." Kataku sambil memberikan helm.

Darahku berdesir hangat saat dia menaiki boncengan di belakang kemudiku. Spesial sekali rasanya membawa wanita cantik di boncengan. Dan lebih spesial lagi karena wanita cantik itu adalah Marla.

Setiba di lokasi, aku dan Marla mengambil duduk sebelah dalam. Tempat itu sebenarnya cafe yang sederhana, namun karena ditata cukup menarik sehingga terlihat seperti restoran berkelas. Mungkin panitia acara ini ikut andil menyulap dekorasi menjadi manis. Komunitas muda mudi kami sering buat acara seperti ini, agar dalam komunitas bisa kenal satu dengan yang lain lebih personal.

Aku dan Marla, dapat tempat duduk sedikit ke ujung. Agak jauh dari spiker yg memandu acara. Cukup tenang untuk ngobrol berdua. Di samping meja kami ada Lexi dan couple-nya juga.

"Baru kali ini aku ikut acara seperti ini." Marla terlihat antusias.

"Oh ya ? Belum pernah ikut sebelumnya ?" Dia menggeleng. "Nanti kalo ada acara seperti ini lagi, mau aku ajak ?"

"Mau dong..., dengan senang hati." Dia mengangguk mantap. "Biasanya orang orang pergi berdua dua aja, meski bukan pacaran. Kalo rame rame begini jadi seru, dan lebih nyaman."

"Iya benar, lebih aman juga. Yang berpacaran juga ada beberapa yang gabung di sini." Aku sambil menunjuk beberapa couple yang memang sedang berpacaran.

Sepanjang acara, kami lebih banyak bercerita, tidak fokus lagi pada acara. Rasa ingin mengenal lebih personal membuat kamu lupa sedang dalam acara bersama yang lain. Aku lalu sampai pada satu kesimpulan, bahwa Marla adalah gadis yang cocok untukku. Berbincang dengan Marla terasa apa adanya. Membuatku tenang, nyaman, sekaligus menggetarkan.

Di tengah cerita, aku sampaikan rasa terimakasihku padanya. Marla sudah menjadi pendengar yang baik buatku. Rasanya seperti ada beban yang lepas dari diriku, rasanya aku telah menemukan orang yang bisa mengerti aku.

"Ini buat kamu." Kuberikan sekotak coklat yang tadi telah kusiapkan.

"Hah...? Ini apa ?" Dia mengernyitkan keningnya bingung. "Pake dikasi hadiah segala ?" Marla melihatku tak mengerti.

"Kalau acara seperti ini biasanya kami siapkan hadiah buat couple dating ."

"Oh gitu...? Aduh..., sory..., aku ga ada siapkan apa-apa buat abang. Gimana dong ?"

"Ga apa-apa, ga apa-apa. Kan aku yang ajak, jadi aku dong yang kasi."

"Gitu ya..., so sweet sekali. Terimakasih bang." Marla mengambil sekotak coklat itu dengan wajah bahagia. Aku bisa melihat wajah bahagianya dengan jelas. Dia melihatku terharu dan sangat berterimakasih.

"Aku ga pernah dapat sesuatu seperti ini sebelumnya. Rasanya spesial sekali. Terimakasih ya bang " Marla melihatku lagi, masih dengan wajah bahagia penuh haru itu. Aku menatap lekat kearahnya yang menghindari pandanganku. Seperti ada kegetiran yang ingin dia sembunyikan.

"Makasih ya La, sudah mau aku ajak. Kamu..., aku...." Marla menunggu sisa kalimatku. "Aku senang bisa ajak kamu." Hampir saja aku bilang kalau dia cantik sekali malam ini.

Marla tersenyum mendekap hadiah yang kuberikan. Wajah manis itu berseri dibawah sorotan lampu. Tingkah barusan membuat jantungku berdegup kencang, sangat kencang, rasa yang tak pernah ada sebelumnya. Ingin sekali hati ini memberikan semua yang terbaik di dunia ini untuk Marla. Sehingga gambaran bahagia itu selalu bisa kutemukan di wajahnya.

Kupandangi lagi wajahnya begitu lekat, dia tertunduk mengaduk aduk minuman dalam gelas, menyembunyikan wajahnya yang merona. Aku terbawa oleh suasana syahdu, terselip cintaku yang semakin mendalam. Rasa sayangku yang ingin melindunginya , ingin membahagiakannya. Ahhhh..., kenapa tiba tiba terasa sesak, seperti ingin meledak, seperti ingin melamarnya sekarang juga. Oh Bima......, please sadarkan dirimu. Aku mengingatkan diriku sendiri.

Beberapa saat kami hanya terdiam, tenggelam dalam fikiran sendiri. Aku yang terpaku padanya, dan dia yang bersembunyi dibalik kegiatannya mengaduk aduk minuman digelasnya.

Marla lalu menormalkan suasana kami kembali dengan pertanyaan pertanyaan ringan, dengan candaan candaan sederhana, dengan topik topik menarik. Dengan cerita demi cerita. Sampai waktu bersama usai.

Sehabis acara, Marla kuantar pulang, masih ditemani Lexi dan Join yang juga membonceng couple ngobrolnya tadi di acara. Aku melihat Lexi lewat kaca spion motorku, sesekali mereka terlihat tertawa bersama. Mungkin ada hal lucu yang mereka bicarakan, pikirku. Berbeda dengan kami, aku dan Marla justru banyak diam. Memilih menikmati fikiran dan perasaan kami masing masing mungkin. Aku sendiripun tidak tau mau bicara apa, takut saja kalau perasaanku saat ini membuat aku salah bicara, jadi aku memilih diam.

"Makasih ya bang." Kata Marla terdengar sangat tulus dan menghargai. Sambil menyerahkan helm ke tanganku. Kuletakkan helm barusan di lengkungan motor sebelah depan. Kulihat lagi dia yang berdiri tak jauh dariku, rasanya berat sekali ingin pergi.

"Kamu cantik malam ini." Ucapku spontan.

Kalimat yang kemudian kusesali kenapa sampai keluar. Ingin rasanya kutarik kembali kata kata itu. Untung saja Lexi dan Joint tidak dengar, mungkin mereka sedang fokus ngobrol dengan pasangan masing masing. Kalau tidak..., pasti sudah habis aku dibuli.

"Aduh..., makasih pujiannya bang." Jawab Marla malu malu. Meski berusaha dia sembunyikan.

"Kami pulang dulu ya." kataku cepat sambil mengajak Lexi dan Joint bergerak.

"Ok, hati hati di jalan bang." Marla memandangi kami berlalu hingga tak terlihat lagi.

______________

MARLA

Jantungku berdegup kencang tak beraturan mulai dari acara tadi. Apa yang Bima lakukan tadi sungguh manis. Belum pernah aku di perlakukan se-spesial ini. Bima sukses membuat aku meleleh. Sekarang sajapun jantungku masih berdebar, hanya saja sudah mulai teratur iramanya.

Aku melangkah masuk ke kamar kostku setelah Bima dan teman temannya pergi. Menutup pintu kamarku perlahan dan bersandar sejenak di baliknya. Mengatur nafasku sambil memeluk sekotak coklat pemberian Bima tadi. Sepertinya hatiku sedang berbunga bunga. Untuk beberapa menit aku biarkan diriku menikmati romantisme itu.

"Ah.....,dia hanya teman yang berbaik hati saja Marla. Please sadar diri." tepisku sambil menggeleng gelengkan kepala. Aku seperti tersadar dan menolak suasana romantis itu. Seperti ada ketakutan yang menghantuiku. Takut kalau perasaan Bima terhadapku tak seperti yang kupikirkan. Takut kalau Bima ternyata hanya berusaha bersikap baik saja. Takut kalau perhatian ini akan membuat aku jatuh cinta dan tersakiti. Dan ketakutan ketakutan yang lain yang sulit kujelaskan.

Cepat cepat aku meletakkan kotak coklat di atas kasurku. Masuk ke kamar mandi dan menyegarkan diri. Aku harus bisa menguasai diri, pikirku lagi. Jangan sampai dipermainkan perasaan yang tidak pasti, kataku dalam hati.

Selesai mandi sepertinya otakku lebih logis berfikir, mengalahkan hatiku yang terbawa suasana. Entah kemana hilangnya perasaan berbunga bunga tadi. Kubuka kotak coklat tadi, mulai memasukkan nya satu persatu ke dalam mulutku. Sambil merenung ke masa lalu. Masa lalu yang membuatku takut menjalin hubungan asmara.

Tanpa kuminta sebuah nama muncul di memoriku. Laki laki bernama Rey. Seorang yang aku berharap banyak, tempat kugantungkan harapku, seseorang yang kuberikan cintaku sepenuhnya. Pada akhirnya menghianatiku dengan kembali ke mantannya yang dulu.

2 TAHUN LALU

"Jadi apa arti hubungan kita selama ini Rey ?" Tanyaku kala itu. "Kamu masih menjalin hubungan mesra dengan dia, sedangkan kita masih berpacaran. Kalau memang masih mencintai dia, kenapa memintaku menjadi pacarmu, kenapa tidak jujur padaku. Kamu bilang kalian sudah putus sebelum kamu mendekatiku. Tapi kenyataannya kamu masih jalan dengan dia, sembari jalan denganku. Kenapa...?" Kalimatku terputus sampai disitu.

Kenapa aku baru tau ini setalah aku jatuh cinta sepenuhnya padamu. Kalimat itu yang ingin kuucapkan, kulanjutkan hanya di dalam hatiku. Terlalu bodoh rasanya kalau aku mengakui cintaku padanya sementara dia dengan jelas meminta putus dariku. Harga diriku rasanya seperti tercabik cabik.

Sekarang jelas sudah perasaan Rey sebenarnya. Lalu selama ini perasaan apa yang dia punya untukku ? Hubungan pacaran seperti apa yang kami jalani sebenarnya ? Pertanyaan demi pertanyaan itu hanya tersimpan di dalam hatiku, tak sanggup lagi kutanyakan padanya. Aku takut kalau jawabannya akan menyakitiku lebih dalam lagi.

Tanganku mengaduk aduk makanan dihadapanku tak berselera. Aku hanya diam tak bisa berkata apa apa. Sekuat tenaga aku menahan air mataku agar tidak tumpah. Mencoba mengatur nafasku, meredakan gemuruh hebat di dalam dada.

"Berarti selama ini, aku hanya tempat pelarianmu saja ?" Tanyaku dengan suara lirih penuh amarah yang tertahan. Mengepalkan tanganku menahan sakit di hati. Berharap dia tak perlu menjawabnya.

Dia hanya diam. Namun sikap diamnya itu semakin membuatku marah dan mendidih. Tapi aku tidak bisa berbuat apa apa. Aku hanya berharap, setidaknya dia minta maaf padaku, karena telah menyakitiku dengan cara seperti ini.

"Mulai sekarang, anggap saja kita tidak pernah kenal." Tegasku penuh amarah.

Bergegas aku berdiri dan meninggalkan tempat itu. Berlari ke pinggir jalan menghentikan angkutan kota menuju pulang.

Masuk ke angkutan lalu duduk paling sudut sebelah belakang. Bersyukurnya keadaan di angkutan kota sedang sepi. Hanya ada aku dan supir. Segera kutumpahkan tangisku, aku menangis tanpa suara. Hanya air mataku mengalir deras tak terbendung lagi.

Butuh waktu lama bagiku untuk sembuh. Bila kuhitung, kejadian itu mungkin sudah 2 tahun yang lalu. Tapi ingatanku akan itu masih begitu jelas, hatikupun masih terasa sakit . Kali ini aku tidak mau tersakiti lagi, tidak mau jatuh di tempat yang sama lagi. Tak ingin itu terulang lagi. Karena rasa itu sungguh menyakitkan, begitu membekas sangat dalam.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!