Mayra masih sangat sedih, ia tak menyangka kehidupan yang akan ia lalui bersama orang kaya akan lebih menyakitkan. Berbeda saat ia hidup sederhana bersama adiknya. Ia bahagia walaupun cuma makan seadanya dan tinggal di gubuk reot.
Saat di perjalanan, ia berpapasan dengan tiga orang pemabuk. Mayra sudah memiliki firasat buruk kepada mereka,
"Hei, apakah aku tidak salah lihat? Seorang gadis cantik berjalan sendirian di jalanan yang sunyi ini!" kata salah seorang dari ketiga orang itu.
"Sepertinya tidak salah, coba kau lihat! kakinya masih menapak di tanah. Berarti dia benar-benar seorang wanita." ujarnya
"Kita kerjai, yuk!"
Dan benar saja, mereka mulai menghampiri dan berkata tidak senonoh kepadanya,
"Hai, Cantik! mau kemana malam-malam begini?!"
"Lebih baik temani kami, yuk!"
"Ayolah, Sayang..."
Mereka mulai mencengkeram tangannya dan menggerayangi tubuhnya.
"Jangan, Tuan! Lepaskan saya..." Mayra terisak-isak memohon untuk dilepaskan,
"Jangan begitu, Manis! Kami tidak akan menyakiti mu asal kamu mau melayani kami sampai puas..." kata lelaki itu.
Mereka menyeret Mayra kesemak-semak. Dua diantaranya memegangi tubuhnya dan satu orang sedang menindih namun belum sempat mereka melakukannya,
Tuan Zio memukul seorang pria yang sedang menindih tubuh Mayra dengan sebuah kayu yang ia temukan di tanah. Pukulannya sangat keras hingga orang itu jatuh tak sadarkan diri.
Dua orang yang memegang tubuh Mayra bangkit dan mencoba menyerang Tuan Zio. Dan mereka juga mendapatkan pukulan yang sama. Ketiga orang itu tumbang, Zio mendekati Mayra yang masih duduk di tanah sambil menangis tersedu-sedu.
"Sini!" teriaknya sambil menyeret Mayra kedalam mobil dan melajukan mobilnya. Mayra masih ketakutan ditambah Tuan Zio juga terlihat murka padanya.
Sesampainya dirumah, Zio menyeretnya hingga ke ruang utama.
"Sebenarnya kamu itu masih ingin tinggal dirumah ini atau tidak?!" teriaknya
Mayra mengangguk sambil sesekali ia melirik ekspresi Tuan Zio saat itu.
"Kalau kamu masih ingin tinggal disini patuhi semua peraturan ku! dan jangan membantah! Kenapa tadi kau pergi dari pesta itu? Jawab!"
tanya Tuan Zio berapi-api.
"Tu-tuan Alexander..." Mayra menangis lirih tidak bisa melanjutkan perkataannya.
"Kenapa dengan Alexander? Jawab Mayra?!" teriakan nya benar-benar menyakitkan telinga Mayra
"Tuan Alexander ingin membayar saya dua kali lipat dari bayaran anda..." tangisan Mayra semakin menyayat hati
"Ouhh... Jangan-jangan kamu menerimanya, kamu ingin dibayar seperti itu, iya?!" teriaknya lagi sambil mencengkeram kedua tangan Mayra dan mengguncang-guncang tubuhnya.
"Tidak, Tuan. Saya tidak mau!" Mayra
Tuan Zio ingin melayangkan tamparan ke wajahnya, seketika Mayra memejamkan matanya. Tangannya hanya sampai di udara, ia merasa iba dengan gadis ingusan itu.
Zio mendorongnya hingga jatuh ke lantai dan melenggang pergi, menuju kamarnya.
"Tuan... Aku sakit! saat aku dihina dan dilecehkan kau malah menghukum ku..." batin Mayra.
Bi Inah menghampiri Mayra dan membawanya ke kamarnya.
"Mana Rio, Bu?" tanya Mayra
Walau sesakit apapun hatinya, Adiknya tetap nomor satu untuknya.
"Dia sudah tidur dikamar kalian. Sebenarnya ada apa Mayra? Kenapa Tuan Zio sampai semarah itu padamu?" tanya Bi Inah
"Sebenarnya..." Mayra menceritakan semua kejadian di pesta dan kejadian yang hampir membuat ia diperkosa oleh pemabuk itu.
"Disini, aku dihina dan dilecehkan oleh mereka tapi kenapa Tuan Zio seolah-olah menyalahkan ku atas semuanya." tangisan Mayra kembali pecah.
Malam itu Mayra gelisah. Saat ia ingin tidur, bayangan ketiga pemabuk yang menggerayangi tubuhnya selalu terbayang-bayang dipikirkannya dan membuatnya ketakutan.
Mayra bangkit dari tidurnya dan menuju dapur, ia ingin mengambil air minum karena rasa ketakutan itu membuat tenggorokannya kering.
Sesampainya di dapur, Mayra segera meraih gelas dan menuangkan air kedalam gelasnya dan meneguknya. Tiba-tiba terdengar suara tawa wanita dan laki-laki yang saling bergantian.
Mayra mengikuti arah asal suara. Suara itu mengarah keruang utama. Ketika tiba di ruangan itu, betapa terkejutnya ia. Sosok Tuan Zio bersama seorang wanita diruang utama sedang berciuman dengan liarnya.
Ternyata wanita itu menyadari keberadaannya. Dia menghentikan aktivitasnya dan menoleh kearah Mayra. Begitupula Tuan Zio lelaki itupun segera menghampiri Mayra yang masih mematung.
"Apa yang kamu lihat?" tanya Tuan Zio dengan tatapan mengerikan.
"Tidak, Tuan! Saya tidak tidak melihat apa-apa!" kata Mayra ketakutan.
"Bagus! Sekarang pergilah sebelum aku melakukan sesuatu kepadamu karena telah berani melihat apa yang aku lakukan." katanya
"Baik, Tuan!" Mayra segera pergi dari tempat itu.
Keesokan harinya, seperti biasa ia melakukan tugasnya membantu Bi Inah menyiapkan sarapan untuk Tuan Zio. Hari ini si kecil Rio pun ikut bangun pagi-pagi sekali.
Dia berdiri sendiri diruangan utama sambil memperhatikan sebuah benda, Vas antik milik Ibu Tuan Zio. Ketika melihat Tuan Zio menuruni anak tangga hendak menuju ruang makan, ia berlari ketakutan dan tak sengaja tangan kecilnya menyenggol vas itu hingga terjatuh.
Si kecil Rio berhenti melangkah dan memperhatikan pecahan vas itu berserakan di lantai. Tuan Zio menangkap anak kecil itu dan ingin melayangkan sebuah tamparan untuknya.
Mayra berlari dengan sangat cepat dan menangkap tangan Tuan Zio kemudian ia berlutut memohon ampun kepada lelaki itu.
"Jangan, Tuan. Jangan pukul adik saya. Saya rela menggantikan posisinya." kata Mayra dengan deraian airmata sambil memeluk adiknya yang juga menangis karena ketakutan.
"Baik. Berdiri sekarang!" perintahnya, murka.
Dengan cepat Mayra berdiri dan berhadapan dengan Tuan Zio. Bi Inah yang menyaksikan hal itu dari kejauhan hanya bisa berharap sebuah keajaiban. Mengingat benda itu adalah benda kesayangan Nyonya Arnetha Roland, Ibunda Tuan Arzio.
Zio menatap wajah gadis ingusan itu dengan tatapan murka dan benar saja, hukuman itu bukan sebuah gertakan.
Plakk!!!
Sebuah tamparan yang tidak terlalu keras namun cukup untuk membuat Mayra ketakutan.
"Ini hanya sebuah hukuman untuk pembangkang seperti mu! Kau masih berurusan denganku. Kau harus mengganti semua ini! Tunggu kedatangan ku!" ucapnya sambil berlalu meninggalkan Mayra yang masih menangis lirih.
Tuan Zio langsung berangkat ke kantornya tanpa sarapan. Ia sangat marah kepada si gadis ingusan, terlebih anak lelaki yang nakal itu.
"Tunggu saja! Malam ini kubuat kau menyesal seumur hidupmu!" Tuan Zio menggerutu sambil memasuki mobilnya.
Sementara itu, Mayra segera memeluk adiknya yang sangat ketakutan. Bi Inah merasakan sebuah firasat buruk tentang kejadian ini.
"Semoga saja Tuan kejam itu tidak menghukumnya dengan hukuman berat."
Bi Inah menghampiri kakak beradik yang sedang menangis, meratapi nasib mereka.
"Yang sabar ya, Nak!" Bi Inah menepuk pundak Mayra yang masih sesenggukan.
"Bu, apa ibu tau harga Vas itu? tanya Mayra dengan mata yang masih sembab
"Ibu tidak tahu pastinya. Tapi setahu ibu, barang koleksi Nyonya Arnetha tidak pernah berharga murah." kata Bi Inah walau menyakitkan untuk didengar tapi itulah kenyataannya.
Mayra semakin terpuruk mendengar penuturan Bi Inah. Sekarang ia harus mempersiapkan diri untuk hukuman yang akan dia terima setelah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Aidah Djafar
kabur aj Mayra bawa adikmu 🤔
tuan sakit jiwa 😠
2023-12-05
0
Nurmalina Gn
kira2 apa karma buat tuan zio ya
2022-07-31
0
Amrih Ledjaringtyas
w kaya mayra mending kabor yg jauh.
bi inah jg bisanya bilang sabar bae. tar klo sdh fatal...ttp sabarrr😅
2022-03-09
0