Siang berganti malam, Emily kembali bekerja di cafe seperti biasa nya. Tubuh nya sangat lelah namun ia sudah terbiasa melakukan itu semua. Ingin rasa nya menjerit, protes pada semesta yang sedang tertawa namun apa daya, cukup hati nya yang tahu semua.
Seperti biasa, pukul sepuluh malam Emily akan pulang berjalan kaki. Tubuh nya sedikit tidak enak karena bekas tamparan itu masih sangat membekas. Namun tiba-tiba wajah Emily berubah ketakutan ketika ia di hadang kembali dengan Frans dan dua orang teman nya.
"Berikan semua uang mu!" bentak Frans.
"Aku tidak punya uang..." ucap Emily ketakutan, tangan nya erat menggenggam tas selempang kecil milik nya.
Frans maju lalu merampas tas Emily, namun Emily terus berusaha mempertahankan uang nya. Ke dua teman Frans langsung memegang ke dua tangan Emily hingga Frans berhasil merampas tas kecil itu lalu mengambil uang nya.
"Bos, apa boleh kami mencicipi tubuh anak tiri mu ini?" tanya seorang teman Frans dengan mata jelalatan nya.
"Terserah mau kalian apakan. Toh dia sudah tidak berguna lagi." ucap Frans membuat Emily semakin ketakutan. Wanita itu berontak dengan menendang salah satu ******** orang yang memegang nya tadi.
Emily berusaha kabur namun dengan cepat Frans menangkap nya. Emily berontak kembali hingga membuat ia lari ke tengah jalan dan brukkkk....tubuh Emily di hantam mobil Buggati mewah hingga membuat tubuh nya terpental beberapa meter.
Frans dan ke dua teman nya langsung kabur ketika melihat kejadian itu. Sedangkan sang pemilik mobil langsung keluar dan mendapati Emily sudah tidak sadarkan diri dengan sejumlah luka di wajah dan tangan nya.
Edwin, laleki itu bergegas membawa Emily ke rumah sakit. Terlihat jelas jika pria itu sedang khawatir sekarang. Sesampai nya di rumah sakit, Emily langsung mendapatkan pertolongan pertama.
"Kau menabrak orang?" tanya Dion sahabat Edwin yang bekerja di salah satu rumah sakit nya.
"Aku tidak sengaja menabrak nya." jawab Edwin dingin.
"Kau sudah mencari tahu keluarga nya?" tanya Dion kembali.
Benar, siapa yang akan Edwin hubungi sekarang? karena pria itu juga tidak mengemis siapa Emily. Akhirnya Edwin meminta Darren untuk menghubungi Carry salah satu karyawan yang ia lihat bersama Emily tadi siang.
Carry yang datang bersama Darren terus menangisi sahabat nya. Wanita itu sangat tahu bagaimana keadaan Emily.
"Apa kau teman nya?" tanya Edwin.
"Iya tuan, saya sahabat Emily." jawab Carry.
"Aku tidak sengaja menabrak nya. Dia sedang di ganggu beberapa orang di jalan."
"Itu pasti ayah tiri Emily, dia selalu meminta uang pada Emily." ucap Carry geram.
"Lalu kenapa teman mu itu keluar menemui nya di malam hari. Seharusnya dia menghindar!" ujar Edwin kesal. Karena menurut nya Emily sangat bodoh tidak menghindar.
"Jika malam Emily akan bekerja di cafe xxxx. Dia akan pulang pukul sepuluh malam dan jika siang dia akan bekerja di kantor tuan." ucap Carry memberi tahu.
Edwin mengangkat alis nya sebelah, pria itu tahu nya jika Emily adalah karyawan nya dan tidak tahu jika Emily bekerja di salah satu cafe milik nya juga.
Sebenarnya Carry merasa takut, karena secara tidak langsung ia telah mencari masalah dengan Edwin. Bos yang terkenal galak dan juga dingin.
"Bagaimana keadaan nya?" tanya Edwin pada Dion yang baru saja keluar dari dalam ruangan.
"Dia baik-baik saja. Hanya syok dan luka-luka nya juga tidak terlalu parah." jawab pria yang menggunakan jas putih itu.
Edwin, Darren dan Carry masuk untuk melihat keadaan Emily. Wajah nya pucat mata nya terlelap. Rasa nya Cerry tak sanggup melihat keadaan sahabat nya itu.
"Apa dia tidak punya ibu atau saudara lain nya?" tanya Edwin.
"Tidak ada!" jawab singkat Carry lalu menjelaskan siapa Emily sebenarnya. Hati Edwin terenyuh, ia menatap wanita yang masih belum sadarkan diri di atas brankar.
Edwin kemudian melirik jam yang melingkar di tangan nya, "Pulanglah, sudah larut." perintah Edwin pada Carry.
"Tapi saya harus menemani Emily." tolak Carry.
"Biar aku yang menjaga nya. Darren, antar dia pulang." perintah Edwin.
Dengan berat hati Carry ikut pulang bersama Darren. Wanita itu memilih mengalah karena sejujurnya ia juga takut pada Edwin.
Edwin kemudian menarik kursi lalu duduk di samping brankar, mata elang itu lekat memandang wajah pucat pasi yang masih belum sadarkan diri. Wajah sendu yang menyimpan sejuta cerita luka namun tiada tempat untuk mengadu lara.
Malam semakin larut, Edwin tertidur di kursi itu. Malam berganti pagi, tepat pukul lima pagi Emily mulai membuka mata. Tubuh nya sakit, wanita itu memegang kepala lalu menoleh ke arah kursi.
Sungguh, Emily sangat terpesona dengan pria yang masih tertidur dengan melipat ke dua tangan nya itu. Wajah tampan dan maskulin itu sejenak menghilang rasa sakit Emily.
"Kau sudah sadar Em....?" sapa suara yang baru saja masuk ke dalam ruangan.
Emily meletakkan jari telunjuk nya mengisyaratkan agar Carry tidak berisik. Namun tetap saja Edwin terbangun.
"Sejak kapan kau sadar?" tanya Edwin membenarkan posisi duduk nya.
"Baru saja..." jawab Emily tertunduk.
"Bagaimana keadaan mu? apa kau sudah baik kan?" tanya nya kembali.
"Masih sakit...." jawab Emily jujur "Apa tuan yang membawa ke sini?" tanya belik Emily.
"Hmmmm....." jawab Edwin tanpa membuka mulut nya.
"Kenapa tuan tidak membiarkan saya mati saja...!!" gumam Emily dengan mata berkaca-kaca.
Carry langsung memeluk sahabat nya. "Jangan bicara seperti itu, kalau kau mati siapa yang akan menjadi sahabat ku?" protes Carry.
"Kalau begitu pergilah untuk bunuh diri." ujar Edwin.
"Baiklah, aku akan pergi...!" sahut Emily membuat tajam ke dua mata elang itu.
Edwin bangkit dari duduk nya lalu beranjak ke luar. Entah kenapa Edwin merasa tidak suka mendengar Emily menantang ucapan nya.
"Apa aku membuat nya marah?" tanya Emily.
"Seperti nya iya..." ujar Carry merasa takut.
"Bawa aku pulang Carr..." pinta Emily.
"Tapi kau masih sakit..." tolak Carry.
"Aku tidak punya uang untuk membayar rumah sakit Carr...." lirih Emily membuat Carry sedih.
"Maafkan aku Em, aku tidak bisa membantu mu. Kau sendiri keadaan ku bagaimana?" gumam Carry.
"Maka dari itu, bawa aku pulang."
Emily melepas jarum infus dengan menahan rasa sakit. Air mata nya pun hampir keluar, namun wanita itu tak ada pilihan lain.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Edwin dengan suara berat nya.
"Saya ingin pulang..." ujar Emily.
"Kau masih sakit...! apa kau benar-benar ingin mati?"
"Aku tidak punya uang untuk membayar rumah sakit. Untuk makan saja aku tidak punya!" ucap Emily dengan wajah sendu nya.
"Aku sudah membayar rumah sakit ini. Kembali ke tempat tidur mu." ujar Edwin lalu menggendong wanita itu.
Mata Carry terperangah, wanita itu tidak percaya apa yang lihat ia lihat sekarang. Edwin memerintahkan Carry untuk memanggil Dokter.
Tak berapa lama Dokter datang dan langsung memasang kembali infus Emily.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Anie Jung
Dasar bapak tiri laknat😡
2021-08-11
0
Tri Setiawati
waa...ceritanya bagus thor jd sedih bacanya terharu😢😢😢
2021-08-04
1
Kartika tika
Dasar bapak tiri kgak ada akhlak, orang kek gitu tuh yg kudu di ksh kopi sianida
2021-08-04
0