"Terimakasih bos...!" ucap Emily ketika ia menerima gaji nya.
Wanita yang berusia dua puluh tujuh tahun itu akhirnya bisa bernafas lega karena ia bisa menutupi kebutuhan nya satu bulan ke depan. Tubuh nya sangat lelah itu sudah pasti, namun apa daya Emily harus rela bekerja siang malam.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, Emily berjalan kaki menuju apartemen nya. Apartemen yang ia sewa sangat murah dan tentu nya sebanding dengan harga.
Butuh waktu dua puluh menit untuk Emily berjalan menuju tempat tinggal nya. Namun ketika ia baru dapat setengah perjalanan ia di hadang oleh ayah tiri nya. Seketika tubuh Emily lemas, ia tahu jika ayah tiri nya akan meminta uang nya kembali.
"Beri aku uang...!" perintah Frans dengan keadaan setengah mabuk.
"Aku sudah tidak punya uang. Bukan kah anda telah mengambil semua nya kemarin?" ujar Emily ketakutan.
Frans menjambak rambut Emily lalu merampas tas selempang kecil milik nya.Namun dengan cepat Emely berontak dan mendorong tubuh Frans hingga terjungkal.
Frans yang naik pitam kembali berdiri lalu menampar wajah wanita itu hingga keluar darah dari sudut bibir nya.
"Beri aku uang....!" bentak Frans masih mencoba merampas tas Emily.
Emily dengan sekuat tenaga mempertahankan uang nya karena jika itu di ambil oleh ayah nya ia akan benar-benar berpuasa satu bulan. Dengan penuh keberanian Emily menendang Frans hingga lelaki itu terjungkal kembali.
Frans yang semakin emosi kembali bangkit dan hendak menghajar anak tiri nya. Namun entah datang dari mana, tiba-tiba Edwin langsung mengajar Frans hingga babak belur. Sedangkan Emely yang sudah tidak berdaya hanya bisa menangis sambil melihat adu jotos di depan nya.
Frans yang kalah langsung kabur, sedangkan Emily hanya duduk lemas karena wajah nya sudah babak belur di hajar oleh Frans. Edwin memapah wanita itu lalu memasukan nya ke dalam mobil.
Emily belum sadar jika yang menolong nya adalah pria yang selama ini ia kagumi. Edwin bergegas membawa Emily ke rumah apartemen nya. Pria kemudian mengambil alat kompres juga saleb luka.
"Aaaaa.....perih..." lirih Emily.
"Apa yang kau lakukan di tengah malam begini?" tanya suara dingin itu membuat Emily mendongak.
Terperangah kaget, Emily terhenyak ketika melihat dengan jelas siapa laki-laki yang sudah menolong nya ini. Emily terkagum-kagum pada ketemapan pria itu.
"Tuan Edwin...." lirih Emily membuat Edwin mengerutkan kening nya dalam.
"Siapa kau? kenapa kau tahu nama ku?" tanya Edwin dengan tatap curiga.
"Saya karyawan tuan di kantor." jawab gugup Emily.
"Karyawan? bagian apa? kenapa aku tidak pernah melihat mu?" rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Edwin.
"Saya hanya seorang cleaning servis. Saya bekerja di lantai delapan." jawab Emily dengan wajah menunduk. Wanita itu cukup malu menampakan wajah memar nya.
"Siapa laki-laki tadi? apa dia sedang merampok mu?" tanya Edwin membuat Emily terdiam. Tidak mungkin jika Emily berkata jujur apa yang telah terjadi pada nya.
"Maaf tuan, saya akan pulang." ucap Arumi gugup.
Edwin menarik tangan Emily ketika wanita itu hendak beranjak dari duduk nya. Sejenak mata mereka saling memandang. Emily, tak bisa berbohong jika jantung nya sedang berdegub kencang.
"Sudah malam, wajah mu bahkan terluka." tegur Edwin.
"Tidak apa-apa, saya sudah biasa." ujar Emily.
"Duduk....!" perintah Edwin.
Ragu, Emily sedikit takut ketika melihat sorot mata Edwin yang sangat tajam. Wanita itu kembali duduk sambil menahan perih di wajah nya. Edwin kemudian mengompres kembali luka memar di wajah Emily.
"Biar saya saja tuan..." ujar Emily meraih handuk kecil dari tangan Edwin.
"Diam...!" perintah Edwin membuat Emily terdiam.
Setelah selesai, Edwin meminta kepada Emily untuk menunggu nya sebentar karena pria itu akan membeli makanan. Apa ini? kenapa seorang Edwin keluar tengah malam hanya untuk membeli makanan?
Tak berapa lama Edwin kembali, lelaki itu sudah mendapati Emily tertidur di sofa dengan tubuh meringkuk menahan dingin nya malam. Lekat, Edwin menatap wajah Emily. Lelaki itu bisa menabak jika Emily sedang menanggung beban berat dalam hidup nya. Gurat wajah lelah Emily tak bisa di bohongi, entah kenapa hati Edwin tiba-tiba merasa terenyuh melihat wanita itu.
Edwin memindahkan Emily ke dalam kamar, bahkan wanita itu sudah tidak merasakan jika saat ini ia sedang berada dalam gendongan seorang Edwin Arnold Egalia.
Sedangkan Edwin memilih tidur di kamar nya, lelaki itu juga merasakan lelah di tubuh nya yang mengharuskan ia tidur cepat.
Pagi menjelang, Emily perlahan membuka mata nya. Wanita itu memijat kepala nya sakit, ia memandang kesekeliling. Deg...Emily sadar jika ia sedang berada di mana sekarang.
Wanita itu kemudian langsung keluar kamar dan mendapati jas Edwin masih berada di sofa. Emily melirik jam tangan nya, masih pukul lima pagi. Emily menulis secarik kertas untuk Edwin kemudian pergi begitu saja.
Ini lah perbedaan nya, meski apartemen nya dan apartemen milik Edwin tidak terlalu jauh, namun kemewahan nya lah yang menjadi perbedaan.
Emily langsung pergi mandi, selesai mandi wanita itu menutupi bekas memar dengan menggunakan foundation. Setelah memar nya tersamarkan Emily langsung bergegas pergi kerja.
Di apartemen, Edwin tersenyum tipis ketika membaca catatan kecil dari Emily. Edwin kemudian berangkat ke kantor seperti biasa nya. Lelaki itu sangat penasaran dengan apa yang di ucapkan oleh Emily jika ia adalah salah satu karyawan di lantai delapan.
Tempat favorit Emily, wanita itu melamun tentang arah kehidupan nya sekarang. Ingin rasa nya ia menangis sekencang nya, namun untuk apa air mata di buang percuma.
"Wajah mu....kenapa Em...?" tanya Carry panik.
"Aku tidak apa-apa."jawab nya dengan senyum yang selalu ia pancarkan.
"Apa ini perbuatan ayah tiri mu lagi?" tebak Carry geram.
"Em...sebaiknya kau pindah saja." ujar Carry.
"Pindah ke mana? kau tahu sendiri Car, meski aku masuk ke lubang semut sekali pun om Frans selalu menemukan ku." gumam Emily sedih.
"Apa gaji mu tadi malam aman?" tanya Carry.
"Iya aman..." jawab Emily namun wanita itu tidak menceritakan apa siapa yang telah menolong nya tadi malam.
"Sabar Em...semoga kau bisa menemukan kebahagiaan mu nanti." ucap Carry membuat Emily menangis tersedu. Memiliki Carry saja ia sudah sangat bersyukur, hidup sebatang kara tanpa sandaran membuat Emily sudah terlatih dengan yang nama nya penderitaan.
Tanpa mereka sadari jika sejak tadi Edwin mendengarkan pembicaraan ke dua wanita itu. Tak ingin keberadaan nya di ketahui, Edwin memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Anie Jung
Ooh Si Emily udah tua juga umur nya ya🙊🙊
2021-08-11
0
Kopi Baygon
Keren Mih novelnya,, semangat
2021-05-25
0
Bibit Iriati
mampir
2021-05-23
0