Bara pun mengangguk-anggukkan kepalanya. Bara masih menatap Sasa yang tengah berbicara di telepon, tiba-tiba wajah Sasa berubah menjadi tegang. Setelah mengakhiri panggilannya, Sasa berjalan ke arah Fadil.
" Lo yakin Puput garis hijau?"
Fadil yang merasa pertanyaannya di tujukan untuknya pun menengadahkan kepalanya, " Iya, kenapa?"
Sasa langsung saja memberikan ponselnya kepada Fadil. " Dia masih di awasi, dan setau gue ini bukan preman yang kayak anak buah Lo sampein, gue udah tanya sama teman gue. "
"Puput kenapa?" Tanya Bara.
" Oh, waktu itu dia nolongin orang, trus dia sekarang yang di kejar."
" Bisa saya liat?" Tanya Bara kepada Sasa sambil menunjuk ponsel Sasa.
Sasa memberikan ponselnya. " Anda yakin ini bukan preman?"
" Ntah, gak tau. Situ kan polisi, nilai aja sendiri" Ujar Sasa dan mengambil kembali ponselnya lalu meninggalkan Fadil dan Bara.
" Salah gue apa?" Tanya Bara entah kepada siapa.
Fadil hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat nasib Bara yang dicueki oleh Mantan Preman itu.
Bara masih teringat akan wajah Sasa yang jutek dan tidak bersahabat dengan dirinya. Beda sekali dengan Sasa yang saat di cafe. Selalu tersenyum dan tertawa, bahkan karena senyuman manisnya Bara sampai tidak bisa tidur. Dan sekarang Bahkan Bara tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaannya karena wajah Sasa yang jutek, dan terlihat sedikit pucat?.
"Aakkhhhhh" Bara mengacak-ngacak rambutnya.
" Pak, anda baik-baik saja?" Tanya salah satu polisi yang bernama Andi.
" Ya, saya baik-baik saja."
Bara merapikan kembali rambutnya dengan menyisir dengan jari tangannya.
Drrtt...Drrrtt...
" Halo"
"......."
" Iya sayang, aku langsung merasa nyaman di sini, mereka semua baik-baik"
"....."
" Benarkah? Aku juga merindukanmu" Ujar Bara sambil menatap layar laptop yang menampilkan foto yang dikirimkan oleh orang suruhannya untuk memata-matai Lia. Foto Lia yang sedang berciuman dengan seorang pria pengusaha di dalam mobilnya.
"...."
" Lia, Sepertinya aku harus mengakhiri panggilan ini, Ada kasus yang harus aku kerjakan" Potong Bara saat mendengar Lia mulai menceritakan jika dia merindui Bara.
"....."
" Baiklah, dah"
Bara mematikan ponselnya, dia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya. Di usap wajahnya dengan kasar, namun bayangan Sasa yang tersenyum dan pucat terlintas di matanya. Bahkan suaranya pun sudah menggema di telinga.
" oh Bara, apa yang terjadi padamu. Bahkan Suara Lia saja tidak pernah sampai mengganggumu" Gumam Bara.
Bara dan dua anak buahnya baru saja selesai memeriksa CCTV di area parkir dekat Toko Kue Kesya, Namun dia mendengar suara motor yang melaju kencang, dan menggeber-geber motornya. Bara dan dua anak buahnya berjalan mendekati arah sumber suara tersebut. Tak berapa lama terdengar suara lantang seorang wanita yang beberapa hari ini selalu bermain di fikirannya.
" Mungil" gumam Bara.
" Cih, Gak level gue sama tikus jalanan kayak kalian"
" Berani banget Lo, " Ujar salah satu penjambret dan menyerang Sasa.
Sasa langsung mengelak dan menendang burung si penjambret.
" Sialan" Teriak si penjambret dan mulai menghajar Sasa.
Sasa melawan mereka berdua sekaligus. Karena suasana yang memang redup, Sasa kurang sigap, dan lengannya terpaksa harus merasakan perihnya mata pisau.
Sraak..
" Ahh" Pekik Sasa saat merasa perih di bagian lengannya.
Si penjambret itu tersenyum saat melihat darah Sasa mulai menetes.
" Angkat tangan, jika tidak akan kami tembak" Teriak Bara.
Si penjambret itu melihat ada 3 orang pria yang memakai jaket kulit dan menodongkan pistol kearah mereka, dengan cepat penjambret itu menarik Sasa dan meletakkan pisau tersebut di leher Sasa.
Sasa sempat terkejut, namun ini sebenarnya adalah keadaan yang menguntungkan baginya untuk melumpuhkan si penjambret. Dengan gerakan cepat Sasa dapat menjatuhkan pisau tersebut, dan membuat si penjambret itu terkunci dengan gerakannya. Sedangkan penjambret yang satu lagi ingin kabur, namun salah satu polisi sudah melepaskan tembakannya mengarah ke kaki sipenjambret.
Dor..
" Akhh"
Sasa langsung menutup telinganya, dan mendadak tubuhnya gemetar. Bayangan akan masa lalunya kembali terniang. Ayah nya mati tertembak oleh polisi. Saat itu Ayah Sasa, ibunya, dan dirinya sedang memulung plastik bekas, namun ada pencuri yang melemparkan tas kepada Ayah Sasa, dan si pencuri itu melarikan diri. Menyisakan Ayah Sasa yang masih terbengong dengan memegang sebuah tas berwarna hitam. Ayah Sasa terkejut saat mendengar teriakan polisi dan suara tembakan peluru yang di tembakkan keatas, sontak saja Ayah Sasa berlari dan ingin bersembunyi, namun naas, salah satu polisi melayangkan tembakannya kearah Ayah Sasa. Sayangnya peluru yang ditembakkan oleh polisi tersebut tepat mengenai jantung Ayah Sasa, dan ayah Sasa tidak bisa di selamatkan.
Semua kejadian itu terpampang jelas di kedua mata Sasa, hingga Sasa dan ibunya di seret kepenjara karena di sangka komplotan bersama ayahnya. Sasa yang saat itu masih berumur 8 tahun di bebaskan, sedangkan sang ibu harus mendekam di penjara. Ibunya Sasa harus merasakan rasa sakit dan pahitnya berada di dalam penjara, padahal dirinya tidak melakukan kesalahan apapun. Hingga ibu nya Sasa harus menghembuskan napas terakhirnya di penjara akibat di siksa oleh narapidana yang lain. Sedangkan Sasa di rawat oleh neneknya yang hanya seorang tukang cuci.
Bara dan Andi langsung berlari kearah Sasa, sedangkan Dana langsung menahan sipenjambret yang sudah terkulai lemas akibat luka tembak di kakinya. Bara langsung memegang Sasa saat melihat tubuh mungil itu terkulai dan perlahan matanya mulai tertutup.
Sasa mengerjapkan matanya, merasa pusing di bagian kepala dan merasa perih di bagian lengannya. Sasa meringis sambil memegang kepalanya.
" Anda sudah sadar? Apa kepalanya pusing? "
Sasa merasa tidak asing dengan suara bariton tersebut. Sasa membelalakkan matanya saat melihat wajah si pria tersebut, dan langsung memasang wajah masam.
" Ngapain Anda di sini?"
" Saya barusan nolongin Anda loh"
" Saya gak butuh pertolongan" Ujar Sasa dan ingin bangkit dari tempat tidur nya. " Akh", Sasa merasa perih di bagian lengannya.
" Jangan banyak gerak dulu, nanti jahitannya bisa lepas"
Sasa memandang lengannya dengan lesu, lalu memandang Bara dengan tatapan yang tidak bisa di baca.
Sasa menelan ludahnya kasar, saat ini dia sangat haus, tetapi dia gengsi untuk meminta tolong kepada Bara. Bara yang mengikuti arah mata Sasa tersenyum tipis, kemudian mengambil sebotol air mineral di atas nakas, di bukanya dan di berikan kepada Sasa.
" Saya gak minta"
" Ya udah kalo gak mau"
Dengan gerakan pelan, Bara mendekatkan botol air mineral itu ke dekat Bibirnya. Sasa hanya mampu memandang sambil menelan ludahnya.
" Yakin gak mau?" Tanya Bara kembali sebelum menempelkan ujung botol ke bibirnya.
Tidak ada tanggapan dari Sasa, Sasa masih bungkam dan melihat kearah lain. Bara langsung saja meminum air tersebut, Sasa melirik kearah Bara, dan menghembuskan napas pelan. Bara tersenyum saat melihat Sasa menundukkan kepalanya. Bara mengambil satu botol air mineral di dalam plastik yang berada di sebelahnya.
" Nih"
Sasa menengadahkan kepalanya, dan menatap Bara tanpa bisa di artikan tatapannya.
" Nih minum, aman kok. Ya kecuali mau nahan haus Sampek pagi"
Sasa mencebikkan bibirnya dan kemudian mengambil air tersebut. Bara tersenyum tipis. Setelah menghabiskan setengah botol, Sasa mememberikan kembali botol tersebut kepada Bara. Kemudian dia mulai mencari keberadaan tasnya. Dia ingin menelpon Fadil. Ya, hanya Fadil yang bisa menolongnya saat ini.
"Cari apa?" Tanya Bara saat melihat Sasa seperti mencari sesuatu.
" Tas"
" Oh, di bawa ke kantor polisi, untuk di jadikan barang bukti"
" Ponsel gue? Dompet gue"
" Ya di kantor polisi"
Sasa mencebikkan bibirnya, Dalam fikiran Sasa, dia tidak mungkin meminta bantuan dengan Bara, apalagi saat ini Bara masih menggunakan baju dinasnya, ya walaupun tertutup oleh jaket, tapi tetap saja status Bara adalah seorang polisi.
Dengan ragu, Sasa memberanikan diri untuk meminta Bara menghubungi Fadil.
" Emm, bisa tolong hubungi Fadil?"
" Untuk?"
" Ngurus semua administrasi di sini"
" Sudah Saya urus semuanya, sekarang kamu tidur aja lagi"
Kriiuukkk...
Bara menatap Sasa dengan mengulum senyumnya. Sasa sudah membuang wajahnya ketempat lain untuk menutupi wajahnya yang memerah. Dalam hati Sasa sudah mengutuk perutnya yang dengan sembarangan berbunyi.
" Tunggu di sini, biar saya cari sesuatu buat kamu"
Sasa hanya memandang punggung Bara yang menghilang dari balik tembok. ' Hah, mimpi apa gue semalam, bisa nya berurusan sama coklat pait' Batin Sasa.
Sasa memandang sekeliling rumah sakit, lalu memandang kearah lengannya yang sudah diperban.
" Ck, kenapa juga mesti sampai tergores. Bisa bekas nih jahitannya" Gumam Sasa yang ternyata di dengar oleh Bara, karena pria itu baru saja masuk dengan membawa satu bungkus nasi goreng.
" Gak akan berbekas, saya meminta benang terbaik yang akan menyatu dengan kulit."
Sasa terlonjak kaget, kemudian dengan ceoat dia merubah ekspresi wajahnya kembali.
Bara menggeser meja dorong kedekat Sasa, dan kemudian meletakkan satu bungkus nasi goreng dan jus jeruk.
Bara sangat takjub saat melihat ekspresi Sasa menghirup aroma nasi goreng yang memang sangat mengunggah selera, di tambah lagi Sasa mengucapkan Bismillah sebelum memasukkan sesendok penuh nasi goreng.
' Jauh berbeda dengan Lia' Batin Bara.
Dalam diam Bara memperhatikan Sasa yang menikmati Makan malamnya yang sudah sangat terlambat.
* Readers... Budayakan siap membaca jangan lupa tancapkan Jempolnya ya.. kasih Like biar aku nya semakin semangat...
Salam SaBar..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 279 Episodes
Comments
Lina maulina
oo pantes aja benci sama polisi
2023-09-26
1
timbuljaya
suka sama ceritanya..ini baca yg kedua kali
2023-09-22
1
Hartin Marlin ahmad
sepertinya menarik ceritanya
2022-07-04
1