pernikahan

Mika menatap Pak Rusdi-Bapaknya yang terduduk ditepi kasurnya tidak percaya, matanya berkaca-kaca. Dia baru saja mendengar perbincangan Bapaknya dengan Ibu Rini-Ibu tirinya. Dia mendengar ucapan Bapaknya yang serasa menusuk hatinya, Pak Rusdi menjual dirinya kepada Pria kaya raya.

"Bapak," lirih Mika.

Ibu Rini dan Pak Rusdi sontak langsung menatap Mika yang berdiri diambang pintu dengan mata berkaca-kaca. Pak Rusdi yakin Mika mendengar semua perbincangan Ibunya dengan dirinya.

Pak Rusdi hanya terdiam. Dia merasa menyesal. Gadis manis periang itu pasti akan terpukul karna dengan teganya dirinya menjual Gadis itu pada Pria kaya raya. Satu tetes air mata keluar dari matanya.

"Bapak, kenapa ngejual Julia, Pak?" tanya Mika, lirih.

Pak Rusdi mendekati Mika yang berdiri di ambang pintu. Di peluknya Mika. "Maafin Bapak. Benci Bapak nak. Bapak pantas dibenci.." tangis Pak Rusdi. Mika menggeleng-gelengkan kepala. Dia ikut menangis.

Ibu Rini menatap anak dan bapak itu berpelukan hanya memutar bola matanya malas. Drama! Batinnya.

Ibu Rini bangkit dari duduknya. Dia melepaskan paksa pelukan suaminya pada Mika. "Udahlah, Pak. Jangan dimanja gitu anaknya, dia lagi pun gak ada yang mau kan? Bagus ada yang mau sama dia, kaya lagi." ucap Ibu Rini.

Mika menghapus air matanya, menatap Ibu tirinya dengan datar. "Gak ada yang mau kata Anda? Saya bahkan diperebutkan para pria asal tanda tahu." kata Mika dengan kuping memerah yang berarti dia berbohong.

Ibu Rini tersenyum meremehkan. "Hah? Tidak salah?" sinis Ibu Rini.

"Saya tahu jadi ini ulah Anda menyuruh bapak saya menjual saya dengan ancaman-ancaman Anda itu, Nenek Lampir?" kata Mika, lantang.

Ibu Rini hanya melipat tangannya. "Anggap saja kalo itu perjodohan. Jadi terima aja!" balas Ibu Rini tak kalah lantang.

"Perjodohan?" beo Mika, tidak mengerti dengan ucapan Ibu tirinya.

"Cih, anggap aja begitu. Karna kamu juga gak ada yang mau kan? Jadi, jangan sok muna. Calon suamimu itu kaya raya. Dia bisa membuat wajah menjijikanmu itu menjadi wajah ratu. Jadi, bersyukurlah."

"Sudah?!" bentak Pak Rusdi. "Puas kamu membuat putri ku menjadi seperti ini, hah?!" bentak Pak Rusdi pada Ibu Rini.

Ibu Rini berkaca-kaca saat dibentak suaminya. Dia segera memeluk Pak Rusdi, takut Pak Rusdi tambah marah padanya. Karna dirinya lah yang memaksa Pak Rusdi menjual kedua anaknya pada Pria kaya dengan alasan agar kedua anak-anaknya mendapat kebutuhan yang layak.

Awalnya Pak Rusdi menolaknya namun Ibu Rini terus menyakinkan Pak Rusdi agar menjual kedua anak-anaknya pada Pria kaya dan alhasil Pak Rusdi menyetujuinya walau hati bagai teriris karna harus menjual kedua putrinya pada Pria yang sama sekali tidak dikenal mereka dan juga tidak dicintai mereka.

Saat tuan muda pemilik Antareja Groups itu memilih Mika dari pada Kakaknya-Sekar, Pak Rusdi menjadi bersalah kesannya dia memaksa putrinya menikah dengan tuan muda itu dan merelakan putrinya diperlakukan sebagai pembantu pastinya.

Mika menatap Pak Rusdi, meminta penjelasan. "Pak, jelaskan sama Julia, apa alasan bapak ngejual Julia?" pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut Mika.

Pak Rusdi menatap senduh Mika. "Maafkan Bapak nak. Maafkan Bapak." sesalnya.

Mika tersenyum tipis, air matanya terus mengalir melewati pipinya. "Pak, bilang ke Julia. Kenapa Bapak menjual Julia? Apa Julia selama ini selalu nyusahin bapak jadi bapak menjual Julia seperti ini?" cicit Mika. "Jawab Pak."

Pak Rusdi tidak menjawab. Dia tidak tahu apa yang harus dijelaskan pada putrinya itu.

"Baik kalo gitu. Julia mau nikah sama dia. Julia rela dijual sama Pria itu karna aku menyayangi Bapak." keputusan Mika.

Pak Rusdi rasanya ingin menangis lagi sekarang. Dia berjalan selangkah lalu memeluk putrinya. Menangis dalam diam disana.

Sedangkan ibu Rini terlihat senang, senyumnya mengembang kala mendengar ucapan dari Mika karna tidak perlu membujuk-bujuk Mika, Mika bisa dengan gampangnya menerimanya.

 

Saat ini di ruangan rias pengantin, Mika menatap dirinya yang sudah dirias di cermin. Terdapat butiran-butiran air mata di pipinya yang sudah dipoleskan make up. Dia menangis seperti anak kecil disana. Untung saja di ruang rias saat ini hanya ada dirinya jadi dia bisa leluasa menangis sejadi-jadinya disana.

"Aghhhh, kenapa aku yang harus nikah sama dia. Aku gak mau, mau kabur tapi takut. Aghhh aku bingung." celoteh Mika, merengek-rengek tidak jelas sambil mengelap air matanya dengan tisu.

Tidak peduli make up nya sekarang sudah luntur. Biar saja, dia berharap semoga itu bisa membuat tuan muda itu menjadi jijik padanya dan akhirnya membatalkan pernikahan ini.

"Julia," panggil Pak Rusdi ketika sudah ada diambang pintu. Pak Rusdi melangkah mendekati Mika yang terduduk dimeja rias sendirian.

Mika menoleh dengan mata yang sembab karena menangis sangat lama. Dia bangun dari duduknya, menghampiri Pak Rusdi dan kemudian memeluk Pak Rusdi. "Bapak, Julia takut digigit sama tuan muda itu nanti. Mukanya itu sangat datar, seperti hantu wajah rata yang tidak punya ekspresi." lirih Mika.

Pak Rusdi terkekeh. Sebenarnya dia pun tidak tega Mika menikah dengan Orang yang tidak dicintainya. "Ya gapapa, kamu kan udah sering di gigit sama nyamuk dirumah, jadi nikmatin aja." ucap Pak Rusdi, menenangkan Mika.

"Bapak gak nyambung," gerutu Mika, kesal.

Pak Rusdi tertawa pelan. Dia melepaskan pelukan putrinya. "Udah ah, tuh tuan muda udah nunggu kamu. Dia benci menunggu katanya." kata Pak Rusdi, mengusap pelan bahu Mika.

Mika mencebikkan bibirnya. "Bapak, apa Bapak masih marah sama Nenek Lampir itu?" tanyanya.

"Tidak tau." jawab Pak Rusdi santai.

"Bapak lebih cinta sama Nenek Lampir itu yah, dari pada sama Ibu," ucap Mika, memicingkan matanya.

"Ibu kamu nomer satu dihati Bapak." Pak Rusdi mencolek hidung Mika membuat Mika tersenyum.

"Udah yuk keluar," ajak Pak Rusdi dan Mika mengangguk pelan. Di peluknya lengan, berjalan beriringan dengan Pak Rusdi keluar dari Ruang rias.

Baju kebaya putih yang Mika kenakan sangat panjang dan lagi dia tidak bisa memakai heels jadi saat dia berjalan dia terus terseripat dan tersandung dengan kain yang ia kenakan.

Mika menundukkan kepala kala melihat Raga yang sudah menunggunya di meja penghulu. Pria itu memakai jas berwarna putih. Terlihat sangat tampan dan menawan namun di mata Mika tetap saja wajah Raga tidak ada tampan-tampannya sedikit pun. Ekspresi Pria itu tetap sama, datar.

Mika mendaratkan bokongnya di samping Raga yang masih menatapnya. Raga mendekatkan bibirnya pada telinga Mika. "Lambat!" bisik Raga lalu menjauhkan wajahnya.

"Baik, sodara Raga apa Anda sudah siap?" tanya Bapak penghulu yang duduk di hadapan mereka berdua. Raga mengangguk sebagai jawaban.

 

Setelah acara pernikahan telah usai. Raga dan Mika terduduk diam di dalam mobil dalam perjalanan pulang. Mika tidak membuka suaranya sedari dia masuk kedalam mobil, dia hanya menatap keluar jendela enggan menatap Raga yang sekarang sudah sah menjadi suaminya secara negara dan agama.

Begitu pun dengan Raga, Pria itu sibuk dengan ponsel di tangannya.

Di kursi pengemudi, Dion, tangan kanan sekaligus sekretaris dari Raga menatap kedua pasangan yang baru saja resmi sebagai suami istri itu dari kaca yang berada diatas kepalanya.

Dia sedikit terkejut saat Raga memilih Mika di banding Kakaknya-Sekar untuk menjadi Istrinya dan jujur dia tidak mengerti mengapa tuan mudanya itu tiba-tiba ingin menikah padahal nyatanya dia tidak tertarik dengan pernikahan atau sebagainya. Mata Dion kembali tertuju ke depan saat Mika mulai menyadari dia menatapnya.

Mika menyerngitkan dahinya. Dia memajukan tubuhnya, agar bisa menatap Pria yang menyetir itu. "Om, apa masih jauh perjalanannya?" tanya Mika.

Dion yang mendengar Mika memanggilnya dengan sebutan embel-embel Om melotot. Nona, umur saya masih muda dan sepertinya umur kita tidak beda jauh. sahut Dion dalam hati.

Mika menepuk bahu sang pengemudi. "Apa masih jauh?" tanyanya sekali lagi.

"Sebentar lagi, nona." jawab Dion tanpa menoleh.

"Jangan panggil saya nona dong, Om. Panggil saya Mika aja, Mika Juliantika." tutur Mika.

"Maaf nona, tapi sekarang Anda Istri dari tuan muda." ucap Dion.

Mika mendengus kesal. "Tetap aja, saya tidak suka dipanggil seperti itu. Panggil nama saya aja oke, Om?"

Melihat Mika sedang berbincang dengan Dion, Raga menoyor kepala Mika membuat kepala Mika terbentur kursi di depannya. "Hei, apa kamu tidak tahu malu? Sadar dengan umurmu, memanggil orang sembarangan. Diom masih muda dan kamu memanggilnya seperti itu!" omel Raga. "Mau kamu aku suruh dia melemparmu dari mobil ini?" ancam Raga.

Mika menoleh ke Raga sambil memengangi jidatnya yang terasa nyeri karna terbentur kursi. "Saya hanya ingin sopan, Om." sahut Mika.

"Om? Kamu pikir saya ini Om kamu, hah?!" bentak Raga. "Hais, tidak tahu umur kamu ya!" dengus Raga kesal.

"Kan tadi saya bilang, saya hanya ingin berperilaku sopan, Om." kata Mika.

"Berapa umur mu sebenarnya?" tanya Raga.

Mika menghitung di jari-jarinya lalu menatap Raga lagi. "23." singkatnya.

"Cih, umur udah tua kelakuan masih seperti anak kecil!" cibir Raga.

"Om aja umurnya masih muda tapi kelakuannya kayak orang tua." ujar Mika, tidak mau kalah.

"Apa kamu bilang?!" bentak Raga.

"Saya bilang, Om aja umurnya masih muda tapi kelakuannya kaya orang tua." ucap Mika, mengulang ucapannya.

"Berani sekali kamu! Dan jangan pernah panggil aku Om, apa kamu buta? Aku masih muda!" kesal Raga.

"Saya gak bilang om tua," tukas Mika.

"Jangan panggil saya Om?!" bentak Raga.

"Emang Anda mau saya panggil apa? Bapak? kan Anda tidak mau."

"Apa kamu ingat peraturan yang saya tulis disurat itu?" Raga menyeringai.

"Ingat. Jangan membatahkan kan? Ikuti titah dari Anda tanpa protes." jawab Mika.

"Bukan itu!"

"Lalu?" tanya Mika dengan wajah imutnya.

"Jangan pernah membuat saya marah, mengerti?!" bentak Raga.

Mika mengubah posisi duduknya kesemula. Dia terdiam sejenak lalu membuka suara lagi. "Apa saya boleh memanggil Anda tuan? Seperti orang-orang memanggil Anda atau saya panggil Anda Oppa saja? Tapikan Anda bukan orang korea ya." celoteh Mika.

Raga tidak menjawab. Dia memfokuskan diri pada ponsel ditangannya.

"Saya panggil Anda tuan atau Kakek ya. Tapikan dia masih muda," gumam Mika namun masih dapat didengar Raga.

"Tuan Raga Galendra Mahardika, sepertinya itu cocok." gumamnya lagi. "Kenapa wajah anda datar sekali? Seperti tidak punya ekspresi lain. Apa anda terbuat dari triplek?" lanjutnya.

Merasa geram terus mendengar gumaman yang keluar dari mulut Mika, Raga menatap tajam Mika. "Bisa kamu tidak bergumam-gumam seperti itu? Kupingku sakit mendengarnya?!" bentak Raga.

Mika menutup mulutnya dengan tangannya. "Baik tuan, saya tidak berbicara dan tidak bergumam lagi."

"Itu kamu bicara?!"

"Oke, saya tidak berbicara."

"Kamu masih berbicara, bodoh!"

Dion dibalik kursi pengemudinya tersenyum mendengar perdebatan suami-istri baru itu dan baru kali ini tuan mudanya lebih banyak berbicara pada seorang Wanita.

 --------------

Jangan lupa tinggalkan jejak😍🙌 VOTE dan comentnya ya...

Terpopuler

Comments

Ayla Aini Alisha

Ayla Aini Alisha

seru

2021-07-22

0

odezzz

odezzz

lanjut thoorrr

2021-04-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!