Hey, My Cold Husband!
Kini Mika berada di Restoran mewah yang berada di kota Jakarta. Dia berdiri di depan Restoran mewah itu, enggan untuk masuk. Mika hanya berdiri diam disana, memandangi dari luar Restoran dengan mengepalkan tangannya di udara, mengumpulkan keberaniannya untuk masuk kedalam menemui seseorang yang akan di temuinya.
Sudah lama mengumpulkan keberanian, Mika malah terduduk di sana membuat Orang-orang melihatnya seperti orang gila yang tidak punya akal di sana. Mika merengek-rengek tidak jelas. Apakah dia harus masuk menemui Orang itu? Atau dia pulang saja? Ahhhh, dia bingung sekarang!
Mika mengacak rambut pendeknya, menangis tanpa air mata. Sudah seperti tidak punya rasa malu. Mika mencemberutkan bibirnya. Sepertinya ini akhir dari hidupnya. Dia harus menemui Orang yang Bapaknya perintah untuk menemui orang itu yang katanya sangat kejam dan dingin. Mengapa Bapaknya harus menyuruhnya menemui Orang seperti itu, sih? Belum lagi pasti wajah Orang itu sangat menakutkan.
"Aghhhh," rengek Mika, menggaruk-garuk rambutnya sampai rambutnya berantakan. "Kenapa hidupku seperti ini, hiks" Mika mengusap-usap matanya yang tidak mengeluarkan air mata itu.
"Ehem." deheman seseorang tiba-tiba yang membuat bulu kuduk Mika langsung berdiri.
Dengan hati-hati Mika menoleh ke arah suara itu berasal. Dan dia meneguk slivarnya susah payah, melihat siapa yang berdiri di belakangnya. Pria tampan yang memakai jas berwarna hitam dengan wajah galak bak ingin menerkam siapa saja, Pria bernama Raga Galendra Mahardika, Presdir pemilik Antareja Groups yang akan menjadi suaminya. Belum lagi Pria berbadan besar yang berdiri di samping Raga yang menampilkan wajah horor. Mika sudah menduga Pria di samping Raga adalah bodyguard dari Presdir Antareja Groups itu.
"Jadi kamu anak dari Pak Rusdi?" tanya Raga, dingin.
Mika mengangguk sambil berdiri. "Iya, saya anak dari Pak Rio." jawabnya, sesantai mungkin.
Raga tersenyum miring. Dia berjalan terlebih dahulu kedalam Restoran itu tanpa menyuruh atau berbicara lagi pada Mika.
Mika yang melihat Raga berjalan duluan, melongo tidak percaya. Apa Pria itu benar-benar calon suaminya yang di beritahu Bapaknya? Tidak sopan sekali, seperti itu kah dia memperlakukan Mika sebagai calon Istrinya?
"Maaf nona, silahkan masuk." ucap Bodyguard Raga.
Mika merasa canggung saat disebut Nona oleh Pria berbadan besar itu. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal lalu beranjak masuk kedalam Restoran di ikuti Bodyguard itu dari belakang.
Kagum. Itu satu kata untuk Mika yang melihat desain dan interior Restoran mewah ini. Mata Mika berbinar-binar melihat betapa mengagumkan Restoran yang ia injak saat ini. Mulutnya terbuka lebar mungkin jika di restoran itu ada lalat akan masuk kedalam mulut Mika.
Mika menatap sekeliling Restoran dan matanya melotot melihat harga-harga makanan yang tertera di sana. Bagaimana bisa Restoran itu menghargakan makanannya semahal itu? Belum tentu makanannya enak kan?
"Nona?" panggil Bodyguard yang menyadarkan Mika dari lamunan nya.
Mika tergelak dan langsung menatap Bodyguard yang entah dari kapan sudah berdiri di sampingnya. "Apa?" tanya Mika dengan mata melotot, dia ingin terlihat lebih menyeramkan dari Bodyguard di hadapannya.
Bodyguard itu tersenyum tipis melihat wajah Mika seperti itu. "Mari, saya antarkan kepada Tuan Raga." ucap Bodyguard itu.
Mika mendengus. "Iya-iya." jawab Mika, malas.
Mika berjalan membelakangi Bodyguard itu. Melihat tubuh tegak dan besar milik Bodyguard itu. Rasanya dia ingin memeluk tubuh itu. Bukan, dia ingin tahu berapa besar otot dari Bodyguard itu.
"Emang bos Anda dimana?" tanya Mika.
"Tuan Raga?"
"Iya, emang dia dimana? Kan saya ketemuan sama dia cuma mau ngomongin pernikahan--" ucap Mika terhenti. Mengapa dia berbicara pernikahan kepada Bodyguard itu? Pasti Bodyguard itu menganggap dirinya menyukai tuannya itu. "Maksud saya,, ahhhh tau lah!" kesal Mika sendiri.
"Anda lucu, nona." ujar Bodyguard itu tanpa menoleh pada Mika.
Mika tersenyum-senyum mendengar pujian dari Bodyguard itu. Dia menepuk bahu Bodyguard itu dari belakang. "Ahh, Bapak bisa saja." kata Mika, malu-malu.
"Saya tidak memuji Anda, nona."
Mika mengubah ekspresinya menjadi datar. Ia kira barusan Bodyguard itu memuji keimutan wajahnya namun ia salah. Rasanya dia ingin memukul tubuh tegak itu saking kesalnya.
Mika terus berjalan sampai didepan ruangan VVIP dia berhenti. Dia merasa tangannya gemetar takut. Dia takut jika nantinya Raga menerkam dirinya di dalam sana. Mika mengangkat tangan kirinya yang gemetar ke depan wajahnya dan tangan satunya lagi memengang tangannya yang bergemetar agar berhenti gemetar seperti itu.
Bodyguard yang berdiri diambang pintu menyerngitkan dahinya melihat kelakuan Mika. "Nona, tuan sudah menunggu di dalam." ucap Bodyguard itu.
Mika menatap Bodyguard itu, mengangguk kaku. "Ahh iya," sahutnya sambil masuk kedalam ruangan VVIP itu dengan jantung yang berdegup kencang.
"Bapak, tolong maafkan anakmu ini dimasa lalu. Anakmu nanti akan pulang dengan hanya tinggal nama saja..." gumam Mika.
Mika menatap takut orang yang duduk di kursi dengan bersender pada senderan kursinya. Raga, sekarang dia menatap Mika dengan tatapan mematikan.
"Apa kamu mau tetap berdiri disitu, hm?" ucap Raga, dingin.
Tangan Mika gemetar hebat. Dia perlahan mendekati meja, duduk di hadapan Raga yang menatapnya seperti siap akan menerkam mangsa.
Mika berkumat-kamit agar Pria di depannya ini tidak melakukan apa-apa padanya. Bapak tolong Mika! teriak Mika dalam hati.
Mika mencengkram pahanya. Wajahnya menunduk, tidak berani mendonggakan kepalanya. Enggan menatap Raga yang saat ini duduk di hadapannya.
Di ruangan tertutup seperti ini, bisa saja pria itu menerkamnya hidup-hidup kan sesuai rumor yang beredar. Mika terus berkumat-kamit tidak jelas.
Raga yang melihat Mika terus menundukkan kepalanya, mulai jengah. Dia pun menendang kursi yang di duduki Mika membuat Mika sontak mendonggakan kepalanya.
Tatapan mereka bertemu beberapa detik namun Mika terlebih dahulu mengakhiri tatapan itu. Dia membuang pandangannya ke sembarang arah. Wajahnya benar-benar ketakutan.
"Buruk rupa," cibir Raga.
Mika yang mendengar itu langsung menatap Raga lagi yang menatapnya sambil menyeringai. Sebelah sudut bibir Mika terangkat sedikit. "Haha, memang saya buruk rupa, Pak." tawa garing Mika diakhiri dengan wajah datar.
"Kamu tau kenapa aku memilihmu daripada Kakakmu?" tanya Raga.
Mika mengangguk pelan. "Iya, saya tahu. Karna saya jelek, norak dan bukan type Anda, kan?" ucap Mika dengan santai.
Raga tersenyum miring. "Bagus, dan kamu tidak marah Bapakmu menjualmu pada ku, kan?" ujar Raga.
"Saya tidak marah, karna Bapak saya dipaksa dengan Ibu tiri saya. Dan itu semua bukan kesalahan Bapak saya." jawab Mika.
"Apa kamu sudah pernah menjual diri sebelumnya?" tanya Raga.
Mika menggeleng cepat. "Gak, saya gak pernah melakukan itu." jawab Mika. "Saya menjaganya untuk suami saya kelak." lanjutnya.
Raga menyeringai. "Kamu pikir saat nanti kamu jadi Istriku aku akan melakukan itu?" cibir Raga. "Percaya diri sekali kamu."
Mika terdiam sebentar. Berpikir apa yang harus dijawab ucapan Raga barusan. Dia tidak mau salah jawab dan Bapaknya nantinya yang kena akibatnya dari Orang kejam di depannya ini.
"Apa saya boleh memesan sesuatu, Pak?" tanya Mika, mengalihkan pembicaraan dengan senyuman dibibirnya berharap Raga mengiyakan permintaannya.
Raga mengangguk. "Silahkan. Tapi bayar sendiri." ucap Raga, dingin.
Senyuman Mika hilang seketika. Dia mencemberutkan bibirnya. Dia ini kan Presdir antareja Groups kenapa sangat pelit sekali!
Raga menyodorkan tangannya pada Bodyguard yang berdiri dibelakang kursinya lalu Bodyguard itu memberi sebuah map berwarna biru pada Raga.
Pergerakan tangan Raga terus di perhatikan Mika. Dalam hati dia berdecak kagum, luar biasa hanya dengan menyodorkan tangannya dan Bodyguardnya langsung mengerti apa yang di inginkan Bosnya itu.
Raga mengangkat satu alisnya kepada Mika saat Gadis itu menatapnya. Dia meleparkan map biru itu tepat di wajah Mika. Untung saja dengan cepat Mika menangkapnya.
"Ini apa, Pak?" tanya Mika, bingung.
Raga mengubah posisi duduknya, menyandar pada sandaran kursi. "Baca!" titah Raga.
Mika memincingkan matanya. Tangannya membuka map biru itu lalu mengangkat map itu tinggi-tinggi agar dia bisa menutupi wajahnya saat membaca isi dari map itu.
Mata Mika seketika membulat melihat tugas dan peraturan yang tertera didalam map itu. Tugas dan peraturan yang harus dia jalankan saat menikah dengan Pria di hadapannya nantinya. Dia menurunkan map itu dari jangkauan wajahnya, menatap Raga yang memasang wajah datar.
"Pak, Bapak lagi nyari Istri atau lagi nyari pembantu?" tanya Mika, menatap Raga lekat.
Raga memutar bola matanya malas. "Kenapa emangnya?" tanya balik Raga.
Mika memberikan lagi map itu pada Raga. "Gak papa." cengir Mika. "Kapan kita nikahnya, Pak?" tanya Mika. Hatinya serasa teriris mengatakan pertanyaan itu.
"Segitu maunya kamu menikah denganku?" cibir Raga.
"Ahh tidak, Pak." ucap Samartha dengan senyuman palsunya sambil melambai-lambaikan tangannya.
Raga tersenyum miring. "Kamu sudah mengerti peraturan yang harus di taati?". Mika mengangguk. "Aku, tidak suka orang yang tidak menaati perintah ku, mengerti?" ujarnya lagi.
Mika mengangguk lagi. "Iya, Pak saya mengerti."
Raga bangkit dari duduknya, merapikan jas hitam yang ia kenakan. "Persiapkan dirimu besok," katanya menatap Mika yang masih terduduk di kursinya.
"Baik, Pak." sahut Mika.
"Jangan harap kamu bisa kabur dariku." ucap Raga, dingin. "Dan jangan pernah lagi memanggilku dengan sebutan Bapak karna aku bukan Bapakmu."
"Baik, Pa-- Om." Mika memukul mulutnya yang hampir saja kelepasan.
Raga tidak merespon ucapan Mika lagi. Dia langsung melengang pergi meninggalkan Mika sendirian diruang VVIP itu.
Seperginya Raga, Mika menunduk dalam-dalam. Air mata mengalir di pipinya yang mulus lalu dengan cepat dia mengusapnya lalu dia menatap punggung Raga yang semakin lama menghilang.
--------------
Jangan lupa tinggalkan jejak🙆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
Luh Wangi
bab20
2022-10-06
0
Atik Suharti
mampir Thor....sepertinya seru ceritanya...semangat....
2021-07-25
0
ms huang
nice story!!
2021-07-24
0