Hari terus berganti. Sementara kondisi Farida kian memburuk. Dia hanya terbaring lemah. Badannya pun kian kurus, karena nafsu makan wanita itu mulai berkurang.
Sore itu, Arshan datang berkunjung. Sudah lama dia tidak bertemu dengan Ryanthi dan Farida. Bukanlah Arshan jika tidak datang dengan membawa sesuatu. Kali ini, pria itu membawa buah-buahan dan keripik pisang kesukaan Ryanthi.
"Terima kasih buah-buahnnya, Nak Arshan," ucap Farida lemah, "kenapa harus repot-repot segala," lanjutnya.
Arshan tersenyum seraya mengangguk pelan. "Tidak merepotkan, Bu. Semoga Ibu cepat sembuh. Maaf, karena saya baru bisa kemari. Kemarin-kemarin, saya disibukan dengan banyak pekerjaan," jelasnya sopan.
Arshan merupakan pemuda yang baik. Usianya terpaut lima tahun lebih tua dari Ryanthi. Dia bekerja sebagai kepala bagian di perusahaan aerospace yang terkenal di kotanya. Arshan juga merupakan seorang pekerja keras. Itu pula yang menjadi alasan Ryanthi menerima cintanya.
Beberapa saat kemudian, Ryanthi datang menghampiri mereka. Dia membawa nampan berisi secangkir kopi. "Kopinya, Shan," ucap Ryanthi.
Arshan menoleh. Meskipun jauh lebih tua, tapi dia tidak keberatan Ryanthi memanggilnya seperti itu.
"Di teras saja, Thi," jawab Arshan. Dia lalu mengalihkan pandangan kepada Farida.
"Bu, saya dan Athi di teras dulu, ya."
Angin berembus tidak terlalu kencang. Namun, udara sore itu cukup dingin. Mereka duduk di teras. Ryanthi kemudian meletakkan cangkir berisi kopi hitam kesukaan Arshan. Pria itu langsung mencicipinya beberapa teguk. Entah karena haus, atau memang sudah lama tidak menikmati kopi buatan Ryanthi. Setelah itu, Arshan mengambil sebatang rokok dan segera menyulutnya.
"Kamu merokok lagi?" tanya Ryanthi.
Arshan mengepulkan asap rokok, lalu melirik gadis di sebelahnya. "Rasanya, aku belum bisa berhenti total. Baru dikurangi," jawabnya diiringi senyum. Arshan tahu jika Ryanthi kurang suka dengan gaya merokoknya yang terlalu boros.
Ryanthi tidak menjawab. Saat ini, urusan rokok Arshan tidak lebih penting dari kondisi Farida. Hal itu membuat Ryanthi terlihat sangat khawatir.
"Kenapa kamu tidak membawa ibu ke rumah sakit? Di sana beliau bisa mendapatkan perawatan yang lebih baik," saran Arshan.
"Aku sudah membujuk ibu dari kemarin. Namun, beliau selalu menolak. Aku hanya membelikannya obat dari apotek, karena obat dari dokter puskesmas juga sudah habis," jelas Ryanthi. Dia mengeluhkan sikap Farida yang terlalu keras kepala.
"Kamu tahu kenapa ibu sampai tidak mau dibawa berobat ke rumah sakit?" tanya Arshan penasaran.
"Aku sangat khawatir melihat keadaan ibu, karena itu, aku tidak menerima pesanan lagi selama beliau sakit. Aku ingin fokus merawatnya. Namun, sekarang jadi tidak ada pemasukan ke kantongku." Ryanthi tersenyum getir dengan kondisi kehidupan yang dia jalani. Dari dulu hingga saat ini, nasib baik seolah tidak pernah mau mampir kepadanya.
Arshan kembali mengepulkan asap rokoknya. Dia meneguk kopi hitam tadi, hingga menyisakan setengahnya dalam cangkir.
"Kenapa kamu tidak mengatakannya? Aku punya sedikit tabungan. Aku rasa, itu cukup untuk biaya berobat ibu," ucap Arshan seraya menatap Ryanthi. "Mungkin karena itu ibu menolak untuk periksa ke rumah sakit?" pikir Arshan.
Ryanthi menatap pria yang sudah dipacarinya selama hampir dua tahun itu. Arshan begitu baik dan perhatian. Namun, Ryanthi tidak dapat menerima bantuan darinya begitu saja. Arshan memang orang terdekat Ryanthi saat ini. Akan tetapi, hubungan mereka hanya sebatas pacar. Ryanthi merasa belum berhak menerima sesuatu yang berlebihan dari pria tersebut.
"Bukannya menolak kebaikanmu, tapi aku tidak dapat menerima itu," tolak Ryanthi halus. "Kamu masih ingat bukan dengan komitmen yang sudah kita buat?" lanjutnya.
Jawaban yang sudah diperkirakan oleh Arshan. Dia lalu mematikan rokoknya di dalam asbak, lalu meminum kopi yang tersisa sampai habis. "Kamu sama keras kepalanya dengan ibu," keluh Arshan. Sedangkan Ryanthi hanya menanggapi dengan senyum kecil.
Arshan terdiam sesaat. Dia seperti tengah memikirkan sesuatu. Ryanthi pun ikut diam. Dia juga merenungkan banyak hal yang tidak ada titik temunya.
"Thi." Arshan memecah kebisuan antara mereka.
"Ya," sahut Ryanthi pelan.
"Kenapa kamu tidak mencoba menemui ayahmu? Kamu tahu harus mencarinya ke mana, kan?"
Ryanthi tidak menjawab. Dia bahkan tidak memikirkan hal itu. "Aku tahu, Shan. Akan tetapi ...." Ryanthi tidak melanjutkan kata-katanya, karena dia sendiri bingung.
"Coba saja dulu," saran Arshan lagi. "Kita tidak tahu, mungkin saja ibu sangat merindukan ayahmu," lanjutnya.
"Aku tidak yakin," bantah Ryanthi ragu.
"Dengarkan aku, Thi. Terkadang, ada banyak orang menyembunyikan apa yang mereka rasakan dari orang-orang di sekelilingnya hanya karena ego. Bukankah kamu yang mengatakan, bahwa dulu pernah melihat ibu menangis di tengah malam dan menyebut nama ayahmu."
"Itu sudah lama sekali. Waktu itu usiaku baru delapan tahun," bantah Ryanthi yang masih tampak ragu.
"Tidak seperti itu juga. Kerinduan terhadap orang yang kita cintai tidak akan pernah hilang, meskipun sudah berpuluh-puluh tahun lamanya," jelas Arshan meyakinkan. "Bukan tak mungkin jika sebenarnya ibu masih mencintai ayahmu, meskipun ... ya kamu tahu seperti ini jadinya."
"Aku pernah membaca di sebuah artikel. Ada seorang wanita yang bertemu kembali dengan mantan pacarnya setelah mereka sama-sama berusia lima puluh tahun. Keduanya memutuskan menikah, karena merasakan rindu yang sama," papar Arshan. "Kata ibuku, semakin kita memikirkan seseorang, maka artinya orang itu juga sedang memikirkan kita," lanjut pria itu lagi.
Ryanthi masih terdiam. Sebenarnya dia pun sangat merindukan sang ayah yang telah belasan tahun tidak ditemui. Terlepas dari apa yang sudah dilakukan pria itu di masa lalu, tapi Ryanthi juga selalu terkenang dengan semua kebaikan yang meskipun hanya samar dalam ingatannya.
"Pikirkanlah dulu saranku tadi. Tidak ada salahnya menyambung kembali tali silaturahmi yang telah terputus. Siapa tahu bahwa selama ini dia juga berusaha untuk mencari kalian," bujuk Arshan lagi.
"Aku tidak tahu seperti apa kondisi ayahku sekarang. Apakah dia masih hidup atau tidak?" gumam Ryanthi pelan.
"Karena itu, carilah dia. Aku yakin dia juga pasti ingin melihat wajahmu setelah dewasa.
Pastinya, ayahmu akan merasa bangga karena memiliki putri secantik ini." Arshan mengakhiri kata-katanya dengan rayuan, yang membuat Ryanthi tersipu.
"Baiklah. Aku akan mempertimbangkan saranmu itu," sahut Ryanthi meski dia sendiri tidak merasa yakin.
Sepeninggal Arahan, Ryanthi kembali ke kamar Farida. Ditatapnya wajah sang ibu yang sudah semakin kurus. Ryanthi terus berpikir. "Apa yang harus kulakukan, Tuhan? Apakah aku harus mengikuti saran dari Arahan untuk mencari ayah, atau tetap bertahan seperti ini?"
Ryanthi mendekat ke tempat tidur Farida. Dia mengecup kening wanita yang sudah terlelap itu, lalu membetulkan selimut. "Beristirahatlah, Bu. Semua pasti akan membaik."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Quora_youtixs🖋️
semoga ryanti kerasan di rumah bapaknya
wah panjang sekali berapa kata nih kak ☺️
2021-08-17
2
Fitri Agustina
duo mak lampir&nensi🤭
2021-07-15
1
Mely Sianturi
pertarungan sengit dimulai🤣🤣
2021-05-28
1