Ryanthi kecil kini telah tumbuh dewasa. Bulan Juni mendatang, usianya genap dua puluh tiga tahun. Kecantikan fisik warisan dari sang ibu, semakin tampak jelas dan memancar dari raut wajahnya yang teduh. Terlebih, sekarang Ryanthi sudah pandai merawat diri.
Ryanthi adalah gadis dengan penampilan sederhana, dengan celana kulot pendek dan atasan kaos yang sering digunakan untuk kesehariannya. Ryanthi juga masih setia dengan rambut bob pendek.
......................
"Ibu istirahat saja. Malam ini, aku harus menyelesaikan pesanan untuk besok pagi," ucap Ryanthi, setelah memberika obat untuk Farida.
"Maaf, karena Ibu tidak bisa membantumu," sesal Farida yang duduk bersandar pada dinding dekat tempat tidurnya.
"Jangan berkata begitu, Bu. Aku hanya ingin agar Ibu segera pulih. Jika Ibu sehat, maka aku bisa semakin fokus dalam menerima pesanan," ucap Ryanthi lembut.
Malam semakin larut, ketika Ryanthi sibuk menyelesaikan pekerjaannya. Dia terus bergulat dengan adonan. Mencetak dan mengoreng. Ryanthi sedang kebanjiran pesanan. Dalam satu bulan ini saja, hampir setiap hari ada yang memesan kue padanya.
Seperti halnya malam itu, dia sedang membuat donat hias sebanyak dua puluh box. Suara mesin dari mixer terdengar jelas dalam suasana malam yang kian sepi. Padahal, waktu sudah menunjukkan hampir jam satu malam. Ryanthi mengerjakan semua sendirian, karena Farida sudah terlelap akibat obat yang diminumnya selepas maghrib.
Ruang tengah rumah kontrakan itulah yang selalu menjadi saksi bisu, dari semua rasa lelah yang dirasakan Ryanthi setiap hari. Bukan tidak ada dapur. Akan tetapi, dapur di rumah yang mereka kontrak sangat sempit, sehingga tidak memungkinkan untuk uprek di sana.
Semenjak Farida sering sakit-sakitan, maka Ryanthi lah yang mengambil alih dalam mengerjakan semua pesanan. Kini, Farida lah yang menjadi asistennya. Wanita itu hanya mengerjakan hal-hal yang ringan.
Rupanya, suara berisik mixer tadi telah berhasil membangunkan Farida, yang sedang tertidur lelap seperti orang dibius. Wanita paruh baya itu melihat jam yang terpasang di dinding kamar. Sudah bukan hal yang aneh bagi seorang tukang kue seperti mereka, kala harus tetap terjaga hingga selarut ini.
Begadang merupakan hal yang sudah biasa. Apalagi, jika sedang kebanjiran orderan secara berturut-turut, dan dalam jumlah yang banyak. Terkadang, dia pun seringkali mengabaikan kondisi badan sendiri. Padahal, kesehatan harus selalu terjaga. Jika sampai dirinya membatalkan pesanan, maka pelanggan pasti akan kecewa, bahkan bisa berpindah ke lain dapur.
Farida meraih gelas berisi air putih, yang disimpan di atas meja kecil sebelah tempat tidur. Bukan ranjang mewah, melainkan hanya matras kecil yang tentunya lebih nyaman dan empuk, jika dibandingkan dengan kasur busa tipis dulu yang sering di ompoli Ryanthi.
Tiga teguk cukup untuk menghilangkan rasa dahaga di dalam tenggorokan Farida. Wanita itu bangkit, kemudian keluar dari kamar. Dia menghampiri Ryanthi yang sedang sibuk sendiri. "Masih banyak, Ry?" tanya Farida.
"Ya, Tuhan!" Ryanthi memegangi dada, karena rasa terkejut luar biasa. "Ibu mengagetkanku saja," ucap Ryanthi. Dia memperlihatkan ekspresi yang terlihat lucu.
Farida tertawa pelan karenanya. Dia duduk di hadapan Ryanthi, dengan hanya beralaskan selembar karpet tipis. Di sebelahnya, telah berjajar beberapa loyang berisi donat yang sudah di bentuk, dan ditutupi menggunakan plastik bening yang cukup lebar.
"Tinggal berapa lagi?" Farida kembali bertanya.
"Sepuluh box lagi, Bu," jawab Ryanthi tanpa menoleh kepada Farida.
Ryanthi mematikan mixer tadi, lalu mengeluarkan adonan dari dalam wadah. Setelah itu, dia membagi adonan tadi menjadi potongan-potongan kecil, baru menimbangnya. Selesai menimbang, Ryanthi mulai membulatkan mereka satu per satu.
Farida memperhatikan apa yang Ryanthi kerjakan dengan saksama. "Rounding menggunakan dua tangan, pasti akan jauh lebih cepat," sarannya. Sebagai senior, dia memberikan arahan kepada Ryanthi.
Ryanthi menoleh, lalu tersenyum. "Aku belum semahir Ibu," jawabnya merendah.
Farida balas tersenyum. Dia beranjak ke dapur untuk mencuci tangan. Tak lama kemudian, Farida kembali, lalu duduk di tempatnya tadi. Dia bermaksud untuk membantu Ryanthi.
"Tidak usah, Bu. Ibu istirahat saja. Sekarang sudah terlalu malam," cegah Ryanthi penuh perhatian.
Namun, Farida tidak memedulikannya. Dia terus mengambil dua adonan sekaligus, lalu membulatkan mereka secara bersamaan. Sementara, Ryanthi memperhatikannya dengan penuh kekaguman. Padahal, sudah lama sekali ibunya tidak lagi bermain-main dengan adonan. Namun, Farida masih sangat lihai melakukan hal itu.
"Sudah. Kamu cetak dulu sana. Biar Ibu yang mengerjakan ini," suruh Farida.
Ryanthi menurut. Pekerjaannya menjadi cepat selesai, berkat bantuan dari sang ibu. Ryanthi kemudian menyusun donat-donat yang sudah dicetak tadi ke dalam loyang berukuran cukup besar. Dia lalu menutupnya dengan selembar plastik bening dan membiarkan hingga menggembang. Proses itu dinamakan proofing.
Tidak ada ketentuan waktu yang spesifik dalam melakukan proofing, karena proses tersebut biasanya dipengaruhi oleh suhu dan waktu pembuatan donat itu sendiri. Waktu untuk proofing donat yang dibuat pada malam hari, bisa jadi berbeda dengan waktu yang dibutuhkan untuk proofing donat yang dibuat pada pagi atau siang hari.
Ryanthi kerap memakai catatan waktu saat melakukan hal itu. Karena, jika sampai kurang atau bahkan over proofing, maka hasil kerja kerasnya akan menjadi sia-sia. Donat yang dia buat bisa jadi tidak mengembang sempurna saat digoreng, atau bahkan menjadi penyok karena terlalu lama didiamkan. Itulah mengapa, banyak yang mengatakan bahwa donat adalah sebuah misteri.
"Saat ini udaranya cukup dingin. Proofingnya pasti lebih lama," ucap Farida. Dia membantu merapikan plastik bening tadi hingga menutupi loyang-loyang agar lebih rapat. Setelah itu, Farida kembali duduk di karpet, sambil meluruskan kedua kakinya.
Usia Farida sudah semakin tua. Dia mudah sekali merasakan lelah dan tidak enak badan. Akan tetapi, Farida selalu bersyukur, karena Tuhan masih menganugerahkan umur panjang. Dia dapat melihat seperti apa rupa gadis kecilnya saat dewasa.
Ditatapnya Ryanthi yang sedang sibuk membereskan perabotan bekas membuat donat. Ada rasa haru dalam hatinya, karena putri semata wayangnya tersebut tidak menikmati masa kecil dan masa remaja, seperti yang seharusnya dia dapatkan.
Andai Farida dan Surya tidak berpisah, mungkin saat ini tangan dan pakaian Ryanthi tidak akan berlumuran tepung seperti itu. Mungkin juga Ryanthi sedang menikmati masa-masa bahagia, bersama teman-teman sebayanya. Pergi menonton, jalan-jalan, atau menghabiskan waktu dengan berkeliling di Mall. Ryanthi pun tidak akan memakai kaos-kaos usang, seperti yang selalu dia kenakan dalam kesehariannya.
Apakah Farida sudah melakukan ketidakadilan terhadap putrinya? Akan tetapi, jika Farida bertahan di rumah mewah itu, tidak dapat dibayangkan apa yang akan dia hadapi setiap hari. Di mana harga dirinya sebagai seorang wanita, seorang ibu, dan seorang istri? Sudah lima belas tahun berlalu. Entah kenapa, karena Farida masih harus menyesali semua yang telah terjadi.
Lamunan Farida seketika buyar, ketika Ryanthi menghampiri dan tidur di pangkuannya. Farida kemudian mengelus lembut rambut gadis itu. Ryanthi terlihat sangat menikmati setiap belaian dari sang ibu, karena tidak berselang lama dirinya mulai memejamkan mata.
"Bagaimana hubunganmu dengan Arshan? Rasanya, sudah lama Ibu tidak melihat dia datang kemari. Apa hubungan kalian baik-baik saja?" tanya Farida penasaran.
Ryanthi yang sudah terpejam, seketika kembali membuka mata. Akan tetapi, dia tak segera menjawab pertanyaan yang dilontarkan sang ibu tentang Arshan, kekasihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments
Devita Alexandra Alexandra
di jaman ini udah gak ada gadis pakai sandal jepit walaupun miskin' thor,,,pabriknya dah tutup
2021-11-20
0
🌹Rose❤️❤️
Maya takut, karena dia tahu, kalau suaminya tidak bisa betah dengan hanya satu perempuan
2021-09-18
0
Quora_youtixs🖋️
sandal jepit lagi kak...
udah ku buang sedalnya putus yg baru jadi sepatu 😂😂😂😂
2021-08-16
5