“Aku sudah mendatangi para produser, untuk memutus kontrak yang telah kamu tanda tangani. Syukurlah mereka mau mengerti dengan alasan yang aku sampaikan.” Adli berkata setelah dirasanya gadis dalam pelukannya itu sudah berhenti menangis. “Sekarang kamu istirahat, besok kita akan menggelar jumpa pers. Tetapi menurutku sebaiknya kamu tidak ikut saja.”
Nabila mengangguk. Dia semakin membenamkan kepalanya diceruk leher Adli. Dia menerima keputusan Adli dan memasrahkan segala tindakan yang harus dilakukannya pada Adli.
Urusan dengan media sudah selesai. Keesokan harinya media memberitakan Nabila dalam keadaan sakit dengan penyakit yang masih dirahasiakan, sehingga harus mengundurkan diri dari dunia entertainment tanah air, dan melakukan perawatan di Singapura.
Adli menyewa pesawat jet untuk proses pemberangkatan ke Singapura, sebagai manajer yang begitu merasa menyayangi Nabila, Adli merogoh koceknya sendiri untuk itu. Adli sangat tidak ingin pihak media mencium kehamilan Nabila. Harapannya dengan mencarter pesawat jet, keberangkatan Nabila ke Singapura tidak akan terendus awak media maupun fans Nabila.
“Bang, kita naik jet pribadi?” Tanya Nabila saat sudah duduk di dalam pesawat. Dahinya berkerut memikirkan biaya sewanya. Interior pesawat ini begitu mewah. Pasti mahal, batin Nabila dalam hati.
“Hmm..” Jawab Adli.
“Sayang bang, mending biaya sewa digunakan untuk biaya hidupku selama menganggur di Singapura, aku ga papa kok naik yang ekonomi.” Kata Nabila sambil matanya terus mengagumi interior dan pelayanan kru pesawat.
Itulah salah satu sisi Nabila yang sangat disenangi Adli. Meskipun sempat sukses sebelum akhirnya harus bersembunyi karena terhinakan. Sosok Nabila adalah orang yang sederhana, tidak suka menghamburkan uangnya dan yang pasti pekerja keras.
Hal ini mungkin akibat dia hidup di panti asuhan sejak dari bayi. Benar Nabila ditemukan pengurus panti asuhan di depan pintu kantor panti asuhan. Entah dibuang, entah karena himpitan ekonomi, yang pasti orang tua Nabila saat itu meletakkannya disana, didalam keranjang rotan, lengkap dengan susu formula dan beberapa potong pakaian bayi. Juga sepucuk surat permohonan maaf. Selebihnya tidak ada kejelasan siapa orang tua Nabila.
“Tenang aja, ada sponsor yang nantinya akan meminta jasamu setelah keluar dari persembunyian.” Jawab Adli berbohong.
Nabila, Adli dan bik Nah turun dari pesawat. Setelah melalui proses keimigrasian, mereka pun naik taksi menuju sebuah alamat dipinggiran kota.
Menurut perhitungan Adli, seluruh tabungan Nabila bisa cukup untuk biaya hidup Nabila dan bayinya yang kelak akan lahir sampai sang bayi berusia tiga belas tahun. Itupun Nabila harus hidup sangat berhemat. Karena sumber penghasilannya sudah tidak ada lagi.
Taksi berhenti didepan sebuah gedung berlantai lima. Mereka turun dari taksi dan Adli membayar ongkosnya. Adli lalu mengantar Nabila dan bik Nah sampai pada sebuah kamar di lantai empat. Adli memberikan kunci pada Nabila. Dengan tersenyum lebar menutupi kesedihannya Nabila menerima kunci pemberian Adli lalu membuka pintu kamar tersebut.
Sebuah apartemen kecil, berisi dua kamar tidur, dapur dengan kitchen set yang lumayan bagus, sebuah televise kecil terpasang dimeja kecil. Tanpa perabot kursi atau meja untuk duduk.
“Hmm, bagus juga. Tapi sepertinya kita besok harus beli karpet untuk disini. Karena kita akan makan nonton tv disini.” Kata Nabila dengan senyum dipaksakan.
“Daerah sini sangat tenang dan aman. Yah memang hanya bisa seperti ini Bil, maafkan abang ya.”
“Iya bang, Nabila ngerti kok, ini juga lebih bagus daripada tempatku di panti dulu. Apalagi rencana abang, aku disini sampai empat belas tahun lagi, benar kan bang?”
Adli yang ditanya hanya mengangguk, hatinya juga sedih merasakan kalimat Nabila. Dari seorang duafa sempat menjadi tenar dan kaya, lalu hancur karena satu dosa besar, dan kembali miskin dan terlunta ditanah orang. Adli menghela nafasnya kasar, sebenarnya hati kecilnya tidak tega untuk melakukan seperti ini pada Nabila, tapi jika tidak dilakukan Adli tidak tahu kehancuran seperti apa lagi yang akan menimpa artis kesayangannya ini.
“Baiklah, kamu istirahat saja dulu. Abang mau keluar cari makan.” Kata Adli.
Nabila mengangguk. Lalu mengajak bik Nah, pembantu yang akan membantunya selama dirantau. Adli hanya mampu mebantu membayarkan gaji bik Nah selama persembunyian Nabila. Karena bila tidak dibantu, tentu saja tabungan Nabila tidak akan cukup untuk biaya hidup selama di Singapura.
Dua jam kemudian, Adli kembali ke apartemen Nabila. Dia membawa dua kantung plastik besar berisi makanan dan bahan makanan. Dia masuk dan menyerahkan pada Nabila. Beberapa menit kemudian datang orang mengirimkan dua gulung karpet. Adli membelikannya.
“Oke, kalian berdua baik-baik saja disini ya? aku balik pulang dulu. Kalau ada waktu dan kebetulan harus ke singapura aku akan mampir kesini melihat kalian. Semoga rahasia kehamilan diluar nikah kamu tetap tertutupi selama berada dipersembunyian ini. Dan setelah anak kamu lahir baru kita fikirkan langkah selanjutnya.” Setelah berkata seperti itu, Adli berpamitan untuk pulang ke Indonesia.
\=\=\=o0o\=\=\=
Enam tahun kemudian.
Bayi dalam kandungan Nabila sudah lahir dengan sehat dan selamat. Bayi itu perempuan dan diberi nama Diva Kasih Nabila, dan kini sudah berusia lima tahun. Sekarang Nabila sudah harus kembali ke tanah air. Uang nya sudah menipis, untuk terus hidup di negeri orang dalam keadaan menganggur.
Diva Kasih Nabila tumbuh besar dengan sehat. Nabila sangat bahagia melihat tumbuh kembang putrinya itu. Kulitnya yang putih bersih, hidung mungil dengan mata lebar yang jernih. Gelak cerianya mengisi rumah kecil itu, memberikan lebih banyak warna kebahagiaan disana.
“Assalamu’alaikum…” Teriak Nabila dari depan pintu.
“Waalaikumusalam.” Jawaban dari balik pintu. Suara khas gadis kecil Diva. “Ibu, mama Bila datang.” Suara anak kecil itu memanggil ibunya. Kunci pintu diapartemen dibuat berlapis membuat seorang anak kecil tak mampu untuk menjangkau dan membukakan pintu.
Sebentar kemudian terdekar bunyi kunci berputar. Dan pintu pun terbuka. Seorang anak kecil berusia lima tahun menghambur memeluk kaki Nabila. Nabila tersenyum dan membelai ujung kepala anak kecil itu.
“Bi Nah, ini belanjaannya. Tolong bawa masuk ya.” Kata Nabila sambil menyodorkan kantung plastik berisi belanjaan sehari-hari. “Ayo Diva, kenapa seperti ini kan baru ditinggal mama Billa sebentar.”
“Es krim.” Rengek Diva. Anak kecil itu telah tumbuh besar dan cerdas.
“Hmmm… itu sudah dibawa masuk ama ibu.” Tunjuk Nabila kearah Bi Nah.
Nabila membiasakan Diva untuk memanggil bi Nah dengan panggilan ibu, sedangkan Diva memanggil dirinya mama.
Nabila belum memasukkan Diva kesekolah, meskipun sudah waktunya bagi Diva untuk masuk taman kanak-kanak. Nabila mempertimbangkan kondisi tabungannya yang semakin menipis. Ada kemungkinan dia tidak akan bisa bertahan hidup lebih lama lagi di Singapura.
Malamnya sebuah ketukan dipintu rumah kecil Nabila. Setelah pintu terbuka sosok Adli sang manajer berdiri disana. Nabila dipersilahkan masuk. Mereka duduk dilantai yang beralaskan karpet didepan tv. Bi Nah menyuguhkan kopi untuk Adli. Mereka terlibat perbincangan ringan sekedar basa-basi melepas kangen. Sampai pada akhirnya Adli membuka obrolan tentang masalah kepindahan kembali ke tanah air.
“Nabila, kondisi keuangan sudah tidak mungkin lagi untuk kalian tinggal di Singapura lebih lama lagi. Maafkan aku.” Kata Adli membuka percakapan.
“Tak ada yang perlu dimaafkan bang, abang tidak bersalah. Lagipula aku harus menjalani ini karena masa laluku.”
“Sudahlah, aku rasa itu sudah tidak perlu dibahas lagi. Sekarang kamu harus menatap masa depan demi kelangsungan hidup kamu dan putrimu.” Jawab Adli.
“Iya bang. Kapan kita balik?” Tanya Nabila. Dia sangat antusias bisa balik ke tanah air, meskipun dia tahu tidak ada orang tua ataupun sanak keluarga yang akan menjemputnya. Nabila hanya berharap bisa kembali bekerja seperti dulu.
Membesarkan Diva Kasih Nabila sebagai single parent akan sangat berat bila dia tidak bekerja.
“Aku telah mengaturnya, baik tempat tinggal kamu disana juga. Aku juga telah mendaftarkan Diva ke taman kanak-kanak dekat dengan rumah yang kalian tinggali nantinya.”
“Makasih bang.” Seru Nabila dan memberikan pelukan pada sang manajer yang selalu care pada dirinya. “Tapi…. Apakah aku bisa bekerja seperti dulu lagi bang?” TTanya Nabila dengan lirih setelah melepaskan pelukannya.
“Bisa, tapi untuk saat ini job untuk kamu baru pemotretan dan syutin iklan produk. Belum ada job besar seperti dulu lagi.”
“Ah, syukurlah. Yang penting ada pemasukan dulu bang.” Seru Nabila senang.
Bersambung…
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Menulis kisah romance bener2 deh menguras fikiran, salut deh tuk para author yang bisa menulis kisah romance sampe berjilid2
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Yunanda Hutabarat
semangat trus
2022-03-06
0
Yani Spt
aku suka gaya bahasa nya thour ga ribet..semangat trus thour
2021-03-26
5
Shifa
bagus ceritanya, semangat terus thor nulisnya
2021-03-21
5