Terpaksa Menikahi Pelacur
"Jangan menyentuhku!" ucap lelaki itu. Pria itu bernama Darren.
Wanita yang hendak menyentuhnya pun mengernyitkan keningnya. Merasa bingung dengan ucapan pria yang sekarang berada tepat di hadapannya. Wanita itu bernama, Dania.
Memang seharusnya begitu, bukan?
Ia harus melayani setiap lelaki yang memanggilnya. Tapi kenapa pria itu serasa enggan disentuh olehnya.
"Aku mau kau berhenti dari pekerjaanmu!" kata Daren acuh.
Wanita itu tertawa terbahak.
"Berani membayar berapa kau memintaku untuk berhenti dari pekerjaanku!" ucap Dania menantang.
Bukannya menjawab Darren malah pergi meninggalkannya.
"Hey! Mau kemana?" teriak Dania. Darren yang kala itu mulai menghilang dari pandangannya.
Lama Darren tak kunjung kembali. Membuat wanita itu merasa bosan karena tak ada yang bisa ia lakukan selain menunggunya.
Dania mencoba menyalakan televisi yang tersedia di kamar itu. Tapi tak ada acara yang menarik untuknya, ia mematikan kembali televisi itu.
Karena jenuh, Dania lebih memilih untuk membaringkan tubuhnya di atas kasur. Karena rasa kantuk datang menerpanya. Nyaman, itu yang dirasakannya.
Ini kali pertama ada orang yang membookingnya secara mewah dan berkelas.
Tak lama kemudian, Darren kembali dan membawa sebuah paperbag di tangannya. Ia melihat Dania yang tertidur di kasur. Lalu ia meletakan paperbag tersebut di atas kasur itu tepatnya di samping Dania.
Darren meraih laptopnya yang terletak di atas meja kerjanya. Ia memeriksa dokumen di sana.
Sambil menunggu Dania terbangun.
Darren mendengar suara ketukan pintu.
"Masuk!" ucap Darren. Seorang pelayan datang membawa secangkir kopi, karena tadi ia memang sempat memesannya.
Pelayan itu pun pergi setelah meletakan kopinya di atas meja. Harum kopi itu menyeruak di ruangan itu sampai terasa di penciuman Dania.
Sehingga membuat Dania terbangun karena aroma kopi tersebut.
"Kau sudah bangun?" tanya Darren. Ia mendapat anggukkan dari Dania.
"Cepat bersihkan tubuhmu! Dan itu baju yang harus kau pakai." Tunjuk Darren pada paperbag yang ada di dekatnya.
Dania menoleh ke samping kirinya, ia melihat paperbag tersebut.
Lalu Dania beranjak dari tempat tidur itu, tak lupa ia membawa baju yang di berikan Darren untuknya. Dania melihat baju itu sesaat berada di dalam kamar mandi.
"Tidak salah! Dia menyuruhku memakai baju ini," ucapnya sambil meletakkan baju itu di dadanya. Ia sedikit bercermin lalu tersenyum.
"Tidak terlalu buruk!" ucapnya lagi.
Suara pintu terbuka terdengar di pendengaran Darren. Ia melihat ke arah pintu tersebut. Dania 'lah yang keluar dari sana dan mengenakan baju yang di berikan oleh Darren.
Darren yang melihatnya pun merasa takjub. "Kania." Seketika ia menggelengkan kepalanya. "Bukan! Dia bukan Kania!" gumam Darren dalam hati.
Dania menghampiri Darren. Lalu ia duduk tepat di sampingnya.
"Bagaimana?" tanya Dania.
"Apanya?" Darren balik bertanya.
"Baju ini! Apa ini cocok untukku?"
"Cocok." Darren bangkit dari duduknya lalu melangkahkan kakinya.
"Mau kemana?" tanya Dania.
"Ayo kita pergi," kata Darren. Lalu Dania mengekor dari arah belakang. Namun langkah Darren yang begitu cepat membuat Dania tertinggal, ia merasa risih dengan baju yang dikenakannya saat ini. Baju itu sampai menutupi kaki jenjangnya.
Seketika Dania mengangkat baju itu sampai selutut karena tidak bisa mengejar langkah Darren.
"Apa kau tidak bisa memperlambat jalanmu," ucap Dania sedikit berlari. "Aku tidak terbiasa memakai baju seperti ini." Tunjuknya pada baju yang ia kenakan.
Akhirnya Dania dan Darren pun sampai pada mobilnya yang terpakir di halaman. Halaman yang begitu luas, membuat siapa saja pasti akan merasa terpana jika memandangnya.
"Kita ini sebanarnya mau kemana?" tanya Dania setelah berada di dalam mobil.
"Pasang seatbelt mu," pinta Darren.
Namun Dania kesusahan saat memasangkan sabuk pengamannya. Mau tak mau Darren harus membantunya.
Pandangan mereka saling beradu. Hembusan napas keduanya tercium di penciuman maaing-masing. Dengan cepat Darren memasangkan seatbelt itu.
Darren menarik tubuhnya kembali dan menetralkan detak jantung yang sempat tak beraturan. Darren menghirup napasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya secara kasar.
Kini ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Kendaraannya membelah jalanan ibu kota. Dania menatap jalanan dari arah jendela samping mobil itu. Sebenarnya ia pun merasakan apa yang Darren rasakan tadi.
Bau mint itu masih terasa di penciumannya.
Dania memegang dadanya mencoba merasakan detak jantungnya yang terasa berdetak begitu kencang. Tidak seperti biasanya.
Ia sudah terbiasa satu mobil bersama laki-laki. Tapi Dania merasakan ini berbeda.
"Kau tidak menjawab pertanyaanku," ucapnya memecah keheningan. Sebenarnya ia merasa gugup saat itu. "Kita mau kemana?" tanya Dania kembali.
Darren memilih fokus dalam mengemudi. Ia tak mau menjawab pertanyaan Dania yang terasa tak terlalu penting. Nanti juga ia akan tau sendiri kemana Darren akan membawanya. Itu pikirnya.
Hampir tiga jam setengah menempuh perjalanan. Dania merasakan lapar yang begitu cukup menyiksa perutnya. Cacing-cacing itu seakan menari-nari di dalam sana.
"Apa kita bisa bertepi sebentar? Aku lapar!" kata Dania terus terang.
Darren melihat jam yang tepasang di tangannya. Lalu ia menepikan mobilnya di pinggir jalan.
"Daerah sini tidak ada restoran atau kape," ujar Darren pada Dania.
"Tapi aku sungguh merasa lapar!"
"Baiklah kita akan mencari pedagang sekitar sini," kata Darren mencoba menenangkan Dania yang tengah kelaparan. Ia teringat, sejak tadi pagi Dania memang belum sempat makan apapun.
Darren memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Tepat di depan gerobak si penjual bakso.
Dengan cepat Dania turun dari mobil yang di tumpanginya. Ia bergegas menghampiri si penjual bakso itu.
"Mang, pesan satu mangkok," kata Dania. Ia memesan hanya untuknya sendiri. Jika Darren mau ia pasti akan memesannya sendiri. Pikir Dania. Tapi mana mungkin ia mau dengan makanan di pinggir jalan pikir Dania lagi.
Dania tak terlalu memikirkan tentang Darren. Bahkan Darren tak keluar dari mobilnya sama sekali. Ia malah sibuk dengan ponselnya. Sesekali Dania melihat ke arah Darren. Darren yang sedang tersenyum melihat ponselnya. Membuat Dania berpikir bahwa Darren sedikit tidak waras. Dania langsung bergidik ngeri, bagai mana jika pemikiran Dania benar!
Dengan cepat Dania menggelangkan kepalanya.
"Neng, ini baksonya," kata si penjual itu mampu membuyarkan lamunan Dania.
"Eh, iya mang. Terima kasih," ucap Dania.
Dania kembali memasuki mobil yang ditumpanginya tadi. Darren yang mengetahuinya pun langsung menjalankan mobilnya kembali.
Setelah beberapa menit kemudian. Mobilnya berhenti tepat di sebuah rumah yang tak terlalu besar. Namun cukup bagus.
Suasana yang begitu nyaman dan sejuk. Tempat itu sangat jauh dari kota. Ia sengaja menjadikan tempat itu untuk peristirahatannya.
"Daddy ...," ucap seorang anak kecil. Anak yang hampir berumur tiga tahun itu berlari menghampiri Darren. Dan langsung memeluknya.
Dania terkejut melihat dan mendengar apa yang diucapkan anak kecil itu. "Daddy!" kata Dania pelan.
Kini anak kecil itu tengah melihat ke arahnya.
"Apa itu momih?" tanya Syiera kepada Darren. Anak kecil itu bernama Syiera. Darren mengangguk.
Syiera berlari menghampiri Dania lalu memeluknya. Ia juga berkata tengah rindu padanya.
"Momih," ucapnya sembari memeluk tubuh Dania. Dania arahkan pandangannya pada Darren.
Darren mengangguk dan membiarkan apa yang dilakukan Syiera kepada Dania.
_
_
_
_
Jangan lupa like dan komennya.
fot kalian bisa ngaruh ke cerita selanjutnya.
Jadi aku minta dukungannya terimakasih🙏🙏
Tambah ke favorit juga ya?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Maya Ratnasari
kafe
2024-02-20
0
Marlina Wulan
aku berselancar di novel mu kak... heheh maafkan aku kalau aku ahirnya mengepoi semua novelmu habisnya novel faforit aku di apk sebelah sekarang irit up sih... ya udan sambil nunggu sambil jalan2😌😌😌😌...
2023-05-19
0
❤️MOMMY JEJE💋💋💋
mampir sini dulu yak, sambil nungguin SAFAR (Sarah Farhan)😁
2022-11-10
0