#5 Sisi Lain

Bram tengah sibuk dengan pekerjaannya saat ini. Ia terus memantau saham perusahaan keluarganya dengan pikiran melayang. Ia masih memikirkan soal pernikahan terpaksa yang direncanakan oleh sang Nenek. Ia hanya tak yakin bisa memperlakukan Lia dengan benar. Ia juga akan memastikan jika dirinya tak akan jatuh cinta sampai kapan pun pada gadis itu.

"Gak mungkin saya batalin," gumamnya kemudian mengetuk-ngetuk meja. Ia merasa sangat ragu untuk pernikahan ini. Terlebih karena ia baru mengenal gadis itu.

"Mas Bram ...." Panggilan itu membuat Bram terperanjat. Baru saja ia akan berpikir mengenai pernikahan itu, Lia sudah muncul di hadapannya. "Mas, bukannya hari ini liat desain undangan?"

"Nanti aja, saya lagi badmood," ujar Bram. Namun, hal ini justru membuat Lia mengerucutkan bibirnya.

"Mas gak seneng nikah sama aku? Terus nikahannya gak bakal mungkin ditunda, Mas."

Bram mengusap wajahnya. "Bukan gitu. Cuman, saya dalam kondisi yang gak bisa ngurusin hal kayak gitu."

Kali ini Bram mendekatkan kursinya ke meja, berpura-pura mengerjakan sesuatu agar Lia mau percaya. Namun, gadis itu justru memutar malas kedua bola matanya lalu memeriksa apa yang Bram kerjakan.

"Kan itu bisa dikerjain sama Mas Wira. Nikahan cuman satu kali seumur hidup."

Ia tahu soal itu. Namun, keraguan membuatnya sedikit maju-mundur soal pernikahannya. Soal cinta, mungkin itu bisa mengikuti. Hanya saja, ia takut jika hal yang sebelumnya terulang. Ia tak mau jadi pihak yang tersakiti lagi nantinya.

Semua ini bermula sejak beberapa tahun yang lalu. Tepatnya saat Bram masih berada di bangku perkuliahan. Jangan pernah berpikir jika Bram belum pernah jatuh cinta. Pria itu bahkan pernah berada di titik bucin pada saat itu.

Bram pasti melakukan segalanya untuk sang kekasih. Namun, siapa sangka? Hari di mana seharusnya mereka menikah, sang kekasih tak kunjung datang. Bahkan hal ini membuat Bram sedikit takut untuk kembali merencanakan pernikahan. Ia juga punya pandangan baru soal wanita.

"Oke, saya bakal temuin WO itu sekarang," ujarnya kemudian meraih ponselnya. Ia segera menghubungi Kinan.

"Gak usah ganggu. Saya gak bisa ketemu hari ini. Paling malem."

"Gimana bisa kamu lebih nyolot dari saya?!"

"Maaf, Pak Bram. Saya lagi sibuk dan repot sekarang."

Bram menatap kesal ponselnya saat Kinan tiba-tiba saja menutup teleponnya. Bahkan selama ini tak ada yang berani menutup telepon seorang Bram begitu saja. Namun, sepertinya Kinan tak peduli soal itu. Terlebih karena gadis itu tengah sibuk membantu mendekorasi tempat hajatan.

"Kinan, turun gak lo?!" ujar Aldo dari bawah. Namun, hal ini justru mendapat jawaban sebuah gelengan dari Kinan. "Lo bisa jatoh."

"Bodo. Ini lagian ya, tim tenda kenapa gak bener banget sih? Mereka ngaret banget. Tulis nama mereka," ujarnya sambil tetap membenahi tenda itu. Namun, ia justru terjatuh karena salah injak tangga.

Kinan memejamkan mata saat teriakan dari orang sekitar mulai terdengar. Dengan tinggi tenda sekitar 3 meter, tentu akan sangat mengerikan jika Kinan benar-benar jatuh. Namun, ia cukup beruntung karena Aldo bisa dengan cepat menangkap tubuhnya.

Tatapan mereka bertemu. Baru kali ini Kinan merasa asistennya itu terlihat sangat tampan. Padahal biasanya selera gadis itu akan sangat tinggi dengan alasan memperbaiki keturunan. Namun, kali ini ia malah jatuh pada pesona pria itu dari dekat.

"Kinan, lo gapapa 'kan?" Pertanyaan Aldo segera membuat Kinan turun dari gendongan pria itu. Ia berdeham untuk menjernihkan pikirannya.

Aduh, Kinanti Lestari, sadar. Kenapa lo malah terpesona sama Aldo? batinnya. Ia memang sering bersama dengan pria itu. Namun, baru kali ini Kinan merasa jika Aldo terlihat sangat luar biasa.

Kinan menghentakkan kaki lalu pergi begitu saja, membuat Aldo tersenyum sambil menatap tangannya. Ia merasa sangat bangga karena bisa menjadi penyelamat Kinan. Ia harap suatu saat hati Kinan akan luluh padanya.

...***...

Kinan terus menguap sambil menunggu keputusan Bram soal undangan. Ia sudah sangat lelah karena pernikahan yang ia garap. Selain itu, ia juga terlalu kenyang sehingga matanya terasa semakin berat.

Kinan memilih untuk tidur di meja itu sambil menunggu Bram. Untung saja hari ini Aldo ikut dengannya. Sehingga, ia bisa beristirahat meski hanya sebentar.

Bram berniat membangunkan Kinan. Namun, Aldo segera menghalanginya. Ia lalu menggeleng sebagai kode jika Bram tidak boleh membangunkan Kinan.

"Pilih saja, saya yang akan menulisnya." Aldo mengeluarkan ponselnya untuk mencatat pilihan Bram.

"Saya VIP." Bram melipat kedua tangannya, membuat Aldo memutar malas kedua bola. mata. Ia tahu jika Bram klien VIP. Namun, apa bedanya jika Aldo yang menulis pesanannya? Lagi pula Kinan tengah tertidur sekarang.

"Saya tahu, tapi seharusnya Bapak mengerti kesibukan Kinan. Dia tidak sempat beristirahat."

"Urusannya sama saya apa?" tanya Bram kemudian membangunkan Kinan. Namun, ia dibuat terkejut saat mendapati darah sudah mengotori meja.

"Ya ampun." Aldo memberikan tisu basah pada Kinan. Ia tahu jika Kinan pasti kelelahan karena rutinitasnya. Meski Kinan merupakan pemilik wedding organizer, ia tetap mengurus segalanya.

Kinan membersihkan darah yang ada di meja serta atas bibirnya. Ia sepertinya terlalu nyenyak hingga tak sadar jika darah sudah sejak tadi mengalir.

"Minum dulu," ujar Aldo setelah membuka tutup botol air mineral miliknya. Ia sungguh khawatir dan berharap Kinan bisa beristirahat dalam waktu yang cukup lama.

Bram hanya bisa terdiam. Ia tak tahu jika Kinan memang benar-benar kelelahan. Ia pikir Kinan hanya berusaha untuk menghindarinya. Apalagi mereka berdua sama-sama punya first impression yang buruk.

"Jadi gimana? Udah nentuin?" tanya Kinan dengan tisu yang ia masukan pada hidungnya agar mimisannya bisa berhenti.

Bram mengangguk kemudian menunjukannya pada Kinan.

"Oke, Al, tulis ini terus hubungin tim desain untuk bikin terus cetak," ujar Kinan, membuat Aldo segera mengangguk. "Ah iya, bisa tulis nama panjang sama nama orang tua? Jangan lupa sama orang-orang penting."

Bram meraih buku catatan Kinan. Namun, hhal ini justru membuat Kinan terkekeh.

"Kirim lewat email aja. Al, pulang yuk."

Bram cukup heran dengan perubahan sikap Kinan. Padahal biasanya, gadis itu akan terus memasang wajah kesal dan kalimat yang penuh penekanan saat bicara pada Bram. Namun, kali ini Kinan bicara dengan lembut.

"Saya harus pulang duluan." Kinan segera beranjak kemudian menarik tangan Aldo untuk pulang. Hal ini tentu membuat tatapan Bram tertuju pada tautan tangan mereka berdua. Ia jadi ingat pada mantan kekasihnya dulu. Mungkin jika pernikahan itu benar-benar terjadi, ia bisa sangat mencintai istrinya.

Bram tersenyum miris. Lagi-lagi ia terjebak dengan jeratan masa lalu dan luka tak berakhir itu. Ia selalu berharap jika trauma pernikahan itu bisa teratasi. Bahkan semakin banyak hal yang ia siapkan, ia semakin merasa takut hal yang sebelumnya akan kembali terjadi. Namun, ia yakin Lia tak seperti itu. Apalagi gadis itu sangat menempel padanya.

Saya harap kamu gak bakal pergi gitu aja di hari pernikahan, batin Bram. Ia kemudian beranjak, memutuskan untuk kembali ke kantor dan mengurus segalanya. Ia lebih suka mengurus pekerjaan dibanding dirinya sendiri. Terlebih karena kejadian mengenaskan yang pernah terjadi. Bram memilih menyibukkan dirinya.

*****

**Bandung, 29 Maret 2021

Salwaa RJ**

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!