Kinan sibuk menjelaskan beberapa paket pesta pernikahan yang ia tawarkan. Dari mulai pesta outdoor, indoor, hingga pool party. Namun, hingga detik ini Bram masih belum mau memutuskan. Bahkan hal ini sudah sangat cukup untuk membuat Kinan merasa kesal.
"Gimana kalo nyicip makanannya? Setelah ini Bapak mungkin bisa memutuskan." Kinan mengatakannya dengan perasaan sangat kesal. Wajar saja, ia sangat lelah dan pria itu terus menambah pekerjaannya. Apalagi Bram menolak untuk berkeliling dengan pegawai Kinan.
"Apa kamu yakin udah jelasin semuanya?"
Kinan menghela napas. Ia mengepal erat tangannya untuk mengendalikan diri. Ia baru tahu jika pria dingin bisa lebih menyebalkan dari pria biasa.
Kinan mengeluarkan ponselnya lalu mencoba menghubungi Aldo. Ia harap kali ini pria itu benar-benar bisa membantunya. Ia tak mau jika tangannya melayang hanya karena Bram yang terus menerus memancing amarahnya.
"Al, ke sini cepetan," ujarnya kemudian menutup langsung telepon itu. Ia lalu menatap kesal pria yang ada di hadapannya sebelum mengentakkan kaki dan pergi.
Bram berniat untuk menyusul. Namun, ponselnya tiba-tiba saja berdering, menampilkan nomor tak dikenal. Dengan segera Bram mengangkatnya dan terkejut soal pernyataan jika pak Sulton ditemukan. Ia pikir ia tak akan pernah bisa bertemu dengan pria itu. Mengingat bagaimana sulitnya akses menuju kantor Ayahnya Lia.
"Saya pasti bakal temuin pak Sulton," gumamnya. Berdasar ingatannya, dulu pak Sulton dan juga cinta permatanya tinggal di rumah. Namun, Bram tak yakin apakah Lia adalah gadis kecil yang dulu pernah bekerja pada keluarganya atau bukan.
"Permisi, CEO AP Holding's apa Anda masih sibuk?" Kinan memberikan tatapan tajam serta melipat kedua tangannya. Namun, hal ini sama sekali tak membuat pria itu takut. Bram justru menaikan sebelah alisnya sebelum memilih ke sebuah meja di mana tersimpan buku katalog.
Kinan menggerutu saat Bram berlalu begitu saja. Sungguh, ini kali pertamanya harus mengurus pernikahan seseorang yang sangat menyebalkan dan banyak menimang. Bahkan biasanya tak selama Bram.
"Anda mempermainkan saya?" tanya Kinan masih dengan melipat tangannya. "Oh ... Apa Bapak suka sama saya, ya? Bilang aja kali kalo pengen kenal deket."
Bram menoyor pelan dahi Kinan. Namun, hal ini tetap membuat gadis itu mengusap dahi. "Jangan kepedean. Nih ya, calon istri saya lebih cantik dari kamu."
"Lagian kenapa dari tadi terus muter-muter tanpa pilih apa pun? Saya punya banyak kerjaan dan saya udah cape banget. Terus kenapa gak mau keliling sama karyawan? Ba--" Kalimatnya terhenti saat Bram menutup mulut Kinan dengan buku katalog yang sedang ia lihat. Bahkan hal ini cukup untuk membuat Kinan melempar buku itu.
"Halaman lima puluh tujuh. Kayaknya itu cukup bagus. Paket VIP." Bram mengatakannya dengan dingin. Ia lantas memungut buku tersebut, tersenyum kemudian berlalu seperti tak melakukan sesuatu.
"Siapa sih calon istrinya? Pasti dijodohin nih, mana ada orang yang mau nemenin dia. Bahkan bayangan aja kayaknya ogah," gumam Kinan kemudian menghela napas. Ia juga membuka katalog itu dan mengumpat saat tak mendapati halaman lima puluh tujuh. Bahkan hanya ada halaman tiga puluh lima sebagai akhir katalog konsep pernikahan ala India itu.
"Gimana, Kin?"
"Telat!"
...***...
Kinan memakai koyo di kiri dan kanan dahinya. Jangan lupakan soal sang Ibu yang sibuk mengerok punggung putrinya.
"Makanya cepetan nikah. Jadi gak perlu kayak gini," ujar sang Ibu, membuat Kinan memutar malas kedua bola matanya. Ia merasa muak sebab ucapan soal pernikahan itu terus saja muncul.
"Ma, aku belom siap cuman diem di rumah dan ngurusin dapur. Apalagi ngurus anak. Mama aja tau kalo aku gak bisa ngurus diri sendiri," elak Kinan. Namun, sepertinya hal ini sama sekali tak menggoyahkan keinginan sang Ibu untuk melihat putrinya menikah. "Terus nih ya, aku pengennya sekali doang nikahnya."
Ibu Kinan mendorong pelan punggung sang putri. "Kamu nyindir Mama?"
"Gak nyindir sih. Cuman, Kinan tau gimana rasanya liat Mama sama Ayah cerai. Jadi, Kinan pengen ketemu cowok yang bener-bener tepat buat Kinan."
"Bisa aja kamu ngelesnya. Mama udah nemuin cowok yang pas buat kamu, tapi kamu malah nolak."
Kinan menurunkan kembali bajunya kemudia. berbalik. "Masalahnya Mama jodohin aku sama om-om. Ya mana mungkin aku mau."
"Emangnya kamu masih ABG?"
"Kinan pasti nemuin cowok yang tepat, Ma. Tenang aja. Entar Kinan kasih cucu deh buat Mama." Kinan beranjak menuju kamar. Satu-satunya hal yang sangat ingin ia lakukan saat ini adalah tidur. Apalagi setelah rasa lelahnya benar-benar menumpuk.
Lain halnya dengan Kinan, Bram kini sudah berada di depan kantor kepala desa tempat pak Sulton bekerja. Ia sungguh ingin menemui pria itu dan mendapatkan informasi lebih banyak lagi. Ia juga ingin meminta restu dan meminta bantuannya untuk menjadi wali.
Bram mengerutkan dahi saat tak mendapati adanya tanda-tanda kehidupan di sana. Ia mencoba menghubungi sang asisten. Ia yakin Raka--asistennya--mengetahui sesuatu soak pak Sulton. Ia sudah melewati perjalanan panjang, kini ia justru dibuat kecewa karena tak mendapati pria yang ia cari ada di sana.
"Permisi, Pak. Apa Pak Sulton ada di sini?" tanya Bram saat seorang perangkat desa melangkah masuk.
"Oh, Pak Sulton. Dia téh bilang, kalo ada yang cari bilangin aja gak ada, mau ngumpet," jawabnya dengan logat Sunda yang sangat kental. Bahkan hal ini sampai membuat Bram heran kenapa pak Sulton harus bersembunyi.
"Mari atuh, saya antar."
"Gak usah, saya temuin beliaunya nanti saja. Tolong kasih ini saja." Bram memberikan kartu namanya pada pria berseragam itu. Ia juga tersenyum sebelum masuk kembali ke dalam mobil.
Kehadiran Bram di sana memang cukup mengundang atensi. Terlebih karena jarang sekali ada orang kota datang ke sana kecuali Kinan yang selalu bolak-balik dengan mobil.
...***...
Kinan sudah tiba di kantornya. Ia sudah disuguhi banyak sekali pekerjaan. Dari mulai perekrutan, kerja sama, dan yang lainnya. Meski begitu, Kinan tak merasa terbebani. Apalagi ia merupakan pemilik perusahaan kecil itu.
"Al, lo udah sewa hotel buat pesenan nomor 3 'kan?" tanya Kinan sambil berjalan menuju ruangannya.
"Beres dong."
"Terus gimana soal makanannya? Tim satu udah liat menunya?" tanyanya lagi saat membuka kertas itu. "Oh, gue sampe lupa. undangan pesenan nomor 2 udah beres 'kan?"
"Udah siap dikirim."
Bagi Kinan, tak ada yang membuatnya kesulitan di dunia ini. Kecuali pertanyaan soal kapan nikah dan pria menyebalkan Bram. Ia bisa dengan mudah menyelesaikan segala masalahnya dan itu sudah cukup.
"Kinan, Alia lagi sakit. Jadi buat acara besok siapa yang ngurus soal riasannya?"
"Cadangannya gak ada?" tanya Kinan, membyat Aldo segera menggeleng. "Gue aja. Jadi, lo yang temuin klien nomor 4. Dia VIP."
"Bukannya dia gak mau diladenin sama karyawan?"
"Bilangin aja gue sibuk. Dia bukan raja yang harus diladenin khusus cuman sama gue. Urus dia ya."
Bagus, gue gak perlu ketemu sama cowok nyebelin itu. Kalo gue lagi hamil, anak gue pasti mirip banget tuh sama dia karena gue keselnya sampe ubun-ubun, batin Kinan.
*****
**Bandung, 27 Mar 2021
Salwaa RJ**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments