#3 Be My Client

Kinan menghela napas seraya menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa. Setelah hampir satu minggu ia sibuk, ia bersyukur karena akhirnya ia bisa beristirahat.

Dering ponsel membuat Kinan segera meraihnya dengan malas. Ia yakin ini mungkin orderan selanjutnya. Bahkan ia merasa cukup muak dengan semua ini.

"Apa ini benar K's Wedding Organizer?"

"Ya, saya pemiliknya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Kinan kemudian meraih buku catatannya. Bisa saja orang yang saat ini menghubunginya sedang membutuhkan jasanya.

"Bisa bertemu?"

"Kirimkan alamatnya, saya akan segera ke sana," ujar Kinan, membuat pria yang menjadi lawan bicaranya segera mengatakan tempat di mana ia berada.

Untuk beberapa alasan, Kinan merasa jika suara itu terasa tak asing baginya. Namun, ia segera mengenyampingkan hal itu sebab ia bertemu dengan banyak orang selama ini. Bisa saja suaranya sama, bukan?

Kinan segera menghubungi Aldo setelah sambungan telepon itu terputus. Namun, ia segera membulatkan mata saat mendengar ocehan seorang wanita dari seberang sana. Ia menatap layar ponselnya, memastikan jika ia tak salah menghubungi seseorang. Namun, nomor yang ia hubungi justru benar.

"Kinan, jauh-jauh dari Aldo. Kamu tuh gak pantes buat anak saya."

Kinan memijat pelan kepalanya. Ia sedang membutuhkan bantuan Aldo. Namun, sepertinya untuk saat ini ia tak bisa meminta bantuan dari pria itu. Padahal biasanya Aldo adalah orang pertama yang akan menemui klien.

Lain halnya dengan Kinan, saat ini Bram nampak bosan berada di butik. Sudah berjam-jam ia di sana hanya untuk melihat Lia mencoba berbagai gaun. Untuk pernikahan ini, sepertinya hanya Lia saja yang terlihat bahagia. Sedangkan Bram terlihat tak tertarik sama sekali dan memilih satu jas saja.

"Kamu udah hubungi WO yang aku kasih tau 'kan?"

Bram hanya berdeham sebagai jawaban. Ia merasa jika semua paksaan ini membuatnya muak. Namun, demi perusahaan ia rela melakukan semua ini. Ia tak mau perusahaannya jatuh pada sang Kakak hanya karena ia belum menikah.

Lia duduk di samping Bram. Namun, hal ini sama sekali tak mengganggu atensi pria itu. Bram hanya serius menatap beberapa pekerjaannya pada tab. "Mas, kamu beneran gak ketemu soal Ayah aku?"

"Saya udah usahain. Cuman belum ketemu. Besok saya akan ke sana lagi," ujarnya. Bram hanya ingin membuktikan jika Lia benar-benar cinta pertamanya. Ia bukan hanya ingin membantu Lia. Ia juga ingin mengetahui soal fakta itu.

Bram beranjak. "Udah selesai 'kan? Saya harus pergi untuk meeting. Untuk WO, saya yang akan menemuinya sendiri."

Lia tersenyum saat Bram sudah keluar dari butik itu. Ia juga sebenarnya tak terlalu senang soal pernikahan ini. Namun, harta keluarga Bram membuatnya gencar untuk mendapat cinta pria itu. Ia harap Bram tak akan pernah bertemu dengan Ayahnya agar sebuah fakta yang ia sembunyikan tak akan bisa diketahui.

Mas, aku bakal pastiin kamu gak akan berpaling, batin Lia diakhiri senyum kemenangannya.

...***...

Kinan sudah tiba di kafe yang diminta kliennya sebagai tempat pertemuan. Namun, hingga minumannya hampir habis pun, pria itu masih belum datang.

Kinan mencoba menghubungi kliennya. Namun, sayang sekali ia sama sekali tak bisa menghubungi calon kliennya.

"Jangan bilang gue diboongin, nih orang bener-bener, ya," kesal Kinan. Ia kemudian berniat untuk pergi. Namun, kehadiran Bram membuatnya memutar malas bola matanya. Apalagi saat pria itu duduk di meja yang sama dengannya.

"Maaf, saya terlambat."

Kinan melipat kedua tangannya dengan wajah kesal. Andai Aldo yang menemui pria itu, mungkin Kinan tak akan sekesal ini.

Bram meletakan kartu namanya. "Bram Ari Pratama, CEO AP Holding's."

Tak mau kalah, Kinan juga meletakan kartu namanya. "Kinan Lestari, Founder K's Wedding Organizer."

"Saya udah tau. Makanya saya mau kamu yang ngurus soal pernikahan saya dalam waktu satu bulan."

Kinan membulatkan mata saat mendengar pernyataan Bram. Bahkan biasanya ia menggunakan waktu dua bulan untuk mempersiapkan sebuah pernikahan. Apalagi ia yakin pernikahan Bram akan dilaksanakan dengan sangat mewah.

"Emangnya saya jin?"

"Itu tugas kamu. Intinya saya ingin persiapannya dilakuin selama satu bulan."

Kinan merasa kesal. Namun, sebisa mungkin ia menahan diri agar tak kehilangan klien. "Oke, kita bahas bayaran di muka."

Bram mengeluarkan cek dari sakunya. "Berapa pun yang kamu mau."

Dih, sombongnya, batin Kinan. Namun, ia tetap meraih cek tersebut kemudian mengisinya dengan nominal yang biasanya ia tetapkan.

"Oke, kamu bisa cairin ini dan apa kamu bisa mulai persiapannya besok?" tanya Bram, membuat Kinan menghela napas.

"Maaf ya, pak. Saya bukan robot dan butuh istirahat."

"Emang saya peduli?" tanyanya dengan dingin. Hal ini tentu membuat Kinan ingin sekali memukul pria itu untuk melampiaskan kekesalannya. Ia juga bukan seorang Bandung Bondowoso yang bisa membangun seribu candi dalam waktu semalam.

"Bisa jelaskan konsep apa yang bapak inginkan?"

Bram menopang dagu kemudian berpikir. Namun, detik berikutnya ia menggeleng hingga membuat Kinan memukul pelan dahinya. "Saya juga gak tau."

"Saya gak bawa katalog karena biasanya, pertemuan pertama cuman untuk bahas uang sama konsepnya. Terus hari selanjutnya, saya bakal tunjukin katalognya," jelasnya dengan menekan kata 'biasanya' agar Bram bisa mengerti. Namun, sepertinya hal ini tak membuat Bram mengerti.

"Kalo gitu kenapa gak liatin katalognya aja langsung?"

"Kalo mau ke kantor pusat sih gapapa," ujar Kinan. Ia pikir Bram akan menolak sehingga hari ini ia bisa menikmati hari liburnya. Namun, pria itu justru setuju begitu saja.

"Ngebet banget pengen nikah. Kenapa? Pacar Bapak udah hamil?"

Atensi seluruh kafe tertuju pada Kinan sekarang. Bahkan Bram sampai membulatkan mata karena terkaan Kinan.

Kinan segera meminta maaf dan memutuskan untuk meneruput kembali minumannya. Ia benar-benar malu sebab menjadi pusat perhatian tadi.

"Kamu pikir saya seberengsek itu?"

"Bisa jadi 'kan? Bapak pengen semuanya selesai cepet. Apa lagi kalo bukan buru-buru sebelum perut pacar Bapak keliatan gede?" tantang Kinan. Namun, hal ini justru membuat Bram segera menarik tangannya untuk meninggalkan kafe tersebut.

"Bisa gak sih gak kasar-kasar?" kesal Kinan.

"Habisnya kamu bikin saya malu. Saya udah bilang, saya gak seberengsek itu," ujarnya.

Kinan memperhatikan wajah pria itu. Memang dari wajahnya tak akan mungkin Bram melakukan hal yang tidak baik. Bahkan tatapannya terlihat sangat dingin. Bagaimana bisa Bram mendekati seorang wanita 'kan? Namun, itu tak mustahil terjadi. Bisa saja itu merupakan kesalahan satu malam yang dilakukan Bram karena mabuk.

"Gak usah jadi korban drama atau sinetron," ujar Bram seolah menerka isi kepala Kinan. Namun, gadis itu segera berdecih kemudian berjalan menuju mobil milik Bram. "Siapa yang bilang kamu boleh naik mobil saya?"

"Jangan so' so'an, nyasar baru tau rasa nanti. Emang tau jalannya ke mana?"

Tahan, Bram, cuman satu minggu aja. Yang penting pernikahannya beres dan Nenek bahagia, batinnya. Bagi Bram, kebahagiaan sang Nenek memang yang utama. Itulah kenala ia memilih untuk menerima perjodohan itu.

*****

**Bandung, 26 Mar 2021

Salwaa RJ**

Terpopuler

Comments

Daryati Daryati

Daryati Daryati

lnjut ...

2021-04-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!