Berkutat dengan banyaknya pekerjaan adalah hal yang sering Kinan rasakan. Ia bahkan bisa menghabiskan waktu seharian hanya untuk menyelesaikan segalanya.
Seperti saat ini, ia tengah sibuk membenahi tenda yang semalam rusak akibat angin besar. Dengan pekerjaannya, tentu membuat Kinan selalu sigap menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi. Termasuk soal tenda yang rusak atau masalah lainnya.
"Ya ampun itu anak gadis satu," gumam salah satu wanita paruh baya yang melihat langsung bagaimana Kinan mengatasi masalahnya. Namun, hal ini malah ditanggapi sinis oleh wanita paruh baya lainnya.
"Perawan tua dia mah." Sahutnya.
Memang perkataan itu bukan hanya satu dua kali Kinan dengar. Bahkan banyak yang mengatakan jika Kinan terkena guna-guna karena tak pernah mendapat jodoh meski usianya sudah menginjak kepala 3.
Kinan memilih turun. Ia memutuskan untuk merangkai bunga saja dibanding naik ke atas tenda. Namun, kakinya salah injak hingga akhirnya terjatuh. Untung saja seseorang menangkap tubuhnya.
Mereka saling bertatapan hingga akhirnya Kinan turun. Ia sungguh tak mengerti kenapa Aldo bisa menangkap tubuhnya dengan mudah. Padahal ia sangat ingat jika pria itu tengah sibuk dengan hal lain tadi.
Kinan, lo beneran gak tau soal perasaan gue? batin Aldo. Bahkan ia sudah memendam perasaannya sejak lama. Namun, ia tak punya keberanian untuk mengungkap. Apalagi Kinan punya kriteria tinggi untuk calon pasangannya.
"Al! Jangan ngelamun!" teriak Kinan, membuat Aldo segera menghampiri.
Bram menghela napas lega. Ia kemudian menghubungi seseorang saat sinyal ponselnya mulai muncul.
"Lia, saya udah ketemu sama pak Sulton." Tanpa basa-basi, Bram segera bicara. Ia tak mau membuang waktunya begitu saja.
"Beneran? Katanya gimana?"
"Katanya gak ada informasi soal Ayah kamu."
Berawal dari sebuah paksaan, Bram benar-benar harus menikahi gadis yang bahkan baru ia kenal selama tiga bulan terakhir. Gadis itu merupakan sekertarisnya.
Semuanya berawal sejak kesalah pahaman sang Ibu. Saat itu mereka tengah mengerjakan sesuatu. Hanya saja, suara Lia membuat sang Ibu merasa ambigu dan mengira sesuatu memang terjadi antara dirinya dan juga Lia.
Andai bukan karena paksaan, Bram pasti tak akan menikah dalam waktu dekat. Ia sudah melajang seumur hidup karena tak kunjung menemukan tambatan hati. Wajar saja, ia terlalu sibuk mengurus Perusahaannya.
"Baiklah, saya akan cari tahu lagi nanti." Bram meletakan ponselnya. Ia segera melajukan kendaraan, kembali menyusuri sebuah jalan sepi menuju jalan utama. Ia harap kali ini ia tak tersesat lagi. Terlebih akan sangat sulit untuk menemukan orang di sana.
...***...
Aldo duduk di samping Kinan. Ia memberikan sebotol minuman dingin yang baru saja ia beli. Bahkan ia juga sudah membuka tutup botolnya.
"Thanks ya," ujar Kinan sebelum meneguk minuman tersebut. Namun, belum juga terobati dahaganya, ponsel tiba-tiba berdering membuatnya harus segera mengangkat.
"Ada apa Moms?"
"Mam mom mam mom. Cepetan pulang!"
Kinan menjauhkan ponselnya saat sang Ibu mulai berteriak. "Apa lagi?"
"Anaknya jurangan beras udah dateng nih."
"Mah, emangnya sekarang zaman siti nurbaya apa? Kinan bisa cari cowok sendiri. Sekarang Kinan sibuk."
"Mau kapan? Kamu udah tiga satu sekarang. Mau nikah kapan?"
Pertanyaan pelik ini sungguh membuat Kinan muak. Entah sudah berapa ribu kali ia mendapat pertanyaan yang sama dari berbagai pihak. Hingga kalimat itu sungguh ingin Kinan hapus dari muka Bumi.
Mata Kinan tertuju pada Aldo. Mungkin jika ia meminta bantuan pria itu, ia tak akan mungkin didesak lagi untuk menikah dan dijodohkan dengan berbagai pria.
"Kinan udah punya pacar."
"Terus kapan pacar kamu ngelamar? Mama bener-bener pengen kamu cepetan nikah. Gimana kalo umur Mama bentar lagi?"
"Ish, ngomongnya sembarangan banget. Entar kalo di-aamiin-in gimana?" gurau Kinan yang tentu saja mendapat sebuah kata 'amit-amit' dari sang Ibu. "Udah dulu ya, Kinan masih sibuk nih."
Kinan menembuskan napas lega setelah memutus telepon itu secara sepihak. Ia malas jika harus mendengar ocehan sang Ibu soal pernikahan dan juga cucu. Bukankah tujuan hidup bukan seperti itu?
"Kenapa?" tanya Aldo saat Kinan kembali duduk di sampingnya dengan wajah kesal. "Disuruh nikah lagi?"
"Ih, lo cenayang ya?"
"Kenapa gak nikah aja coba? Tujuan lo ngebahagiain orang tua 'kan? Apalagi sekarang Bapak lo udah gak ada."
"Mau gimana lagi, Al? Gue kurang setuju sama cowok yang dipilih sama Mama. Masa ya, dia pilih cowok tua buat gue."
"Emangnya lo gak tua?"
Aldo segera mengaduh saat Kinan memukul kepalanya dengan botol.
"Seenggaknya yang beda 2 atau 3 taun lah. Yang dipilihin Mama umurnya beda 10 taun. Lebih parahnya lagi gue mau dijadiin istri kedua coba." Kinan memang masih fokus pada karirnya. Itulah kenapa ia sangat sulit untuk menemukan pria yang akan jadi pasangannya. Lalu, kekayaan Kinan sekarang sudah cukup untuk membuat para pria mundur.
Kinan menatap Aldo lalu menangkup wajah pria itu. "Lo jadi pacar pura-pura gue ya? Kalo ditanya nikah, bilang aja lagi nabung."
"Lo sehat?"
"Of course. Daripada gue terus didesak, mending lo bantuin gue. Janji deh naik gaji."
Aldo memang senang mendengar hal ini. Bukankah ini sebuah keuntungan untuknya? Meski hanya pura-pura, setidaknya ia bisa lebih dekat dengan Kinan.
Jentikan jari di hadapan wajah, membuat Aldo mengedipkan matanya. "Kenapa ngelamun? Lo mikirin utang?"
"Oke gue mau."
"Cuman di depan Ibu negara gue aja ya. Selebihnya kita tetep partner kerja," jelas Kinan, membuat Aldo segera mengangguk.
Kinan beranjak sambil mengedarkan pandangan. Semuanya sudah sangat sempurna tinggal makanan yang nantinya akan tersaji.
"Lo mau ke mana?"
"Periksa ibu-ibu yang masak," jawab Kinan. Memantau hal ini memang lebih menyenangkan. Kinan bisa mencicipi dan memastikan makanan-makanan itu sempurna.
"Boleh saya bantu?" tanya Kinan, membuat merekaa mengangguk.
"Néng, ngurus pernikahan terus, kapan nikah?"
Kinan memutar malas kedua bola matanya. Inilah satu alasan Kinan malas mempekerjakan orang terdekatnya. Namun, ia tak mau melihat para tetangganya tak memiliki pekerjaan. Itulah kenapa ia mempekerjakan para ibu-ibu di sana untuk urusan dapur.
"Nanti, Bu. Kinan masih sibuk banget sekarang." Berusaha tetap ramah. Ya, meski kesal, Kinan masih mempertahankan sikap sopannya. Ia tetap menjawab dengan santun meski pertanyaan itu pada kenyataannya cukup membuatnya kesal.
Kinan memang sering dielu-elukan sebagai calon menantu sempurna. Dengan paras cantik karena memiliki keturunan timur tengah, kecerdasan, serta kekayaannya, tentu membuat banyak orang tua ingin menjadikan Kinan sebagai menantu mereka. Namun, Kinan bukan tipe orang yang suka pada pria lebih muda. Ia ingin pria yang umurnya lebih tua darinya.
Kinan mencicipi salah satu makanan yang sudah jadi kemudian mengacungkan jempol. "Enak banget. Gak salah Kinan minta tolong ke ibu-ibu."
"Tapi, makanan yang ini susah," ujar salah satu ibu pada Kinan sambil menunjukan kertas berisi resep.
"Oh ... ini? Biar Kinan aja," ujar Kinan lalu melambaikan tangan pada Aldo untuk bergabung. "Bantuin gue, Al. Makanan western nih."
"Lagi? Ya ampun, masih aja ada."
*****
****Bandung, 20 Maret 2021****
****Salwaa RJ****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments