Sudah sebulan Eloni di culik oleh Affandra. Namun belum juga ada tanda-tanda dia akan di lepaskan. Selama sebulan ini, dia tidak pernah keluar karena memang tidak di izinkan. Dia hanya di kamar. Sesekali dia keluar ke balkon melihat pemandangan luas pekarangan rumah itu. Sampai sekarang, dia tidak tahu dimana dia berada. Dia hanya tahu itu adalah rumah milik Affandra berdasarkan keterangan dari pelayan. Lebih dari itu, dia tidak di izinkan untuk mengetahuinya. Tubuhnya semakin kurus, pandangannya kosong. Dia seperti mayat berjalan. Tubuhnya hidup tapi jiwanya sudah mati. Dia tak lagi menangis saat Affandra menyetubuhinya. Dia sudah mati rasa. Dia hanya menangis ketika mengingat orang tuanya.
Di atas balkon sambil memandang keluar, pikirannya melayang. “Ibu, Ayah, Kak Elona, bagaimana kabar kalian? Eloni rindu.” Hanya itu yang keluar dari mulutnya. Bersamaan dengan itu, dua titik air mata keluar dari sudut matanya. Dia tidak punya sesuatu yang bisa di jadikan sebagai pengobat kerinduannya. Hanya ponselnya tapi tak tahu entah kemana.
Gerimis di luar seakan tahu apa yang sedang di rasakan Eloni. Dari balik pintu berdiri Affandra memperhatikan Eloni. Ada rasa sesal telah membuat Eloni seperti itu. Sekalipun sakit hati, tak seharusnya dia melakukan itu.
Setelah lama duduk di atas balkon, Eloni berbalik untuk ke kamarnya. Melihat Eloni berbalik, Affandra langsung bersembunyi. Dia tak ingin Eloni tau kalau dia memperhatikannya dari tadi.
Keesokan malam, dua anak buah Affandra masuk ke kamar Eloni.
“Hari ini, kami akan melepaskanmu! Jadi bersiaplah sekarang!” perintah salah satu di antara mereka.
Eloni bergeming. Tidak ada respon sama sekali. Dia tidak teriak-teriak senang karena akhirnya akan keluar. Baginya sama saja, di sini atau di luar. Masa depannya sudah hancur. Dan terlebih lagi, dia malu bertemu dengan orang tuanya.
Karena tak ada respon, akhirnya anak buah Affandra harus memaksanya. Affandra yang berada di balik pintunya, menyaksikan Eloni yang di bawa oleh anak buahnya. Keluar dari rumah, Eloni di masukkan ke dalam mobil yang kacanya tak ada, sehingga dia tidak bisa melihat ke luar. Di mobil, Eloni hanya diam saja. Dia tidak bicara atau berontak sama sekali. Hampir dua jam perjalanan, akhirnya mobil berhenti.
“Kamu jangan bicara macam-macam kalau tak ingin keluargamu dalam bahaya!” ancam lelaki yang duduk di sampingnya. Eloni tak merespon. Lalu kemudian lelaki itu memberikan Eloni sebuah amplop. Lantas dia di turunkan. Setelah turun, mobil itu langsung berlalu.
Dia melihat ke sekelilingnya. Tempat itu adalah tempat pertama kali dia di culik. Di pinggir jalan tak jauh dari rumahnya. Dia lalu berjalan menuju ke rumahnya. Namun dia hanya memandanginya dari jauh.
"Ayah, Ibu, Kakak, kalian lagi ngapain? Eloni kangen, tapi Eloni malu untuk bertemu kalian." ucap Eloni lirih sambil menyeka air matanya. Setelah puas memandangi rumahnya, dia lalu bergegas pergi karena takut akan ada orang yang melihatnya.
Ketika berjalan, dia tak sengaja bertemu dengan Bu Rani, tetangga mereka.
“Elona, kamu mau kemana?” tanya Bu Rani santai karena mengira itu Elona.
Eloni tak menjawab, dia langsung bergegas menjauh sambil terus menunduk.
“Ada apa dengannya? Tapi dia terlihat sangat kurus. Padahal baru tadi siang aku bertemu dengannya dan badannya tidak seperti itu,” ujar Bu Rani sedikit heran. Tiba-tiba dia teringat Eloni. “Jangan-jangan…” Seketika dia langsung mengejar Eloni, namun dia tidak menemukannya karena Eloni sudah bersembunyi. Lalu dia bergegas ke rumah Bu Ratih.
“Bu Ratih! Bu Ratih!” panggil Bu Rani terburu-buru.
“Ada apa tante?” tanya Elona setelah membuka pintu. Dan betapa terperanjatnya setelah melihat Elona. Elona memang saat itu sedang tidak bekerja karena merasa tak enak badan.
“Mana Ibumu? Bu Ratih! Pak Reno!” panggil Bu Rani langsung masuk ke dalam tanpa mempedulikan Elona.
“Ada apa Bu?” tanya Bu Ratih yang baru muncul bersama dengan Pak Reno.
“Bu, saya melihat Eloni tadi di depan!” ucap Bu Rani sambil nafasnya naik turun.
“Apa!” seru Pak Reno, Bu Ratih dan Elona bersamaan.
“Tante jangan bohong, kalau memang itu adalah Eloni kenapa dia tidak kesini,” ujar Elona tidak percaya.
Sementara itu Pak Reno dan Bu Ratih masih diam karena terkejut.
“Saya tidak bohong Bu! Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri, saya bahkan sempat menegurnya karena mengira dia adalah Elona!” ujar Bu Rani dengan yakin.
“Sekarang dia di mana?” tanya Pak Reno.
“Dia pergi, dia terlihat berusaha menghindari saya,” jawab Bu Rani.
“Eloni! Eloni! Anakku!” panggil Bu Ratih sambil meneteskan air mata.
Lalu mereka pun bergegas keluar mencari dan memanggil manggil Eloni.
“Eloni, kamu di mana sayang,” panggil Ibu Ratih.
"Eloni! Eloni!" teriak mereka semua.
Namun tak ada tanda-tanda sama sekali tentang keberadaan Eloni.
Mereka menyusuri dan bertanya pada setiap tetangga, namun tak ada yang melihatnya.
Dari balik tembok salah satu rumah yang berada tak jauh dari situ, Eloni memandang wajah kedua orang tuanya. Dadanya terasa sesak. Hatinya hancur berkeping-keping.
“Maafkan Eloni, ayah, ibu,” ucap Eloni tercekat karena berusaha menahan tangisnya. Dia ingin sekali memeluk ayah dan ibunya. Dia sangat merindukan mereka, namun itu tidak mungkin dia lakukan untuk saat ini.
Sementara di sana tergambar jelas wajah kecewa dari ayah dan ibunya, karena tak berhasil menemukan Eloni. Mereka sudah berputar-putar dan bertanya kesana sini namun tak juga ada petunjuk. Akhirnya, mereka memutuskan untuk kembali ke rumah. Terlihat Bu Ratih mengusap air matanya. Eloni tak mampu melihatnya. Akhirnya air mata yang berusaha di tahannya dari tadi luruh juga. Dia terisak-isak namun berusaha menutup mulutnya agar tak di dengar oleh orang lain.
“Maafkan aku, ayah ibu, kakak!” ucap Eloni lirih. Setelah melihat orang tuanya sudah pergi, dia keluar dari tempat persembunyiannya. Malam ini dia tak tahu harus kemana. Sementara waktu sudah hampir menunjukan pukul sepuluh malam.
Bermodal uang yang di berikan anak buah Affandra tadi, Eloni mencari-cari penginapan. Hampir setengah jam dia berputar-putar, akhirnya dia menemukannya. Malam itu, dia merasa sedikit lega karena akhirnya bisa melihat wajah orang tuanya. Rindunya sedikit terobati setelah sebulan dia tidak pernah bertemu.
Dia berjanji, jika semuanya sudah baik-baik saja, dia akan datang menemui orang tuanya. Dia menghela nafas panjang. Dia sama sekali tidak menyangka hidupnya akan berakhir seperti ini. Dulu, dia berfikir, dia akan menjadi seorang akuntan sukses. Dari dulu memang dia menyukai pelajaran Akuntansi. Namun kini, semua itu hanya menjadi angan-angan belaka. Semua itu gara-gara laki-laki bernama Affandra yang telah merenggut semuanya. Seketika dia menjadi geram. Tangannya terkepal menahan emosi. Dia berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan pernah memaafkan Affandra. Laki-laki itu harus mempertanggung jawabkan perbuatannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Lies shandie
affandra jahat banget ih 😭😭😭
2021-04-10
2
Luwes Hartati
semangat Thor
2021-04-04
1
coni
5 like n rate
semangat up-nya thor 🥰😍
mari saling mendukung
2021-04-01
0