“Sayang, kamu di mana Nak?” ucap Bu Ratih dengan isak tangis sambil memeluk foto Eloni.
Hari ini, sudah seminggu sejak kehilangan Eloni, belum juga ada kabar. Dari kepolisian pun sudah angkat tangan. Mereka tak bisa mendapatkan petunjuk sama sekali. Pak Reno memeluk Bu Ratih yang menangis tersedu-sedu.
“Sabar Bu, doakan agar anak kita tidak kenapa-kenapa,” ucap Pak Reno dengan menahan perasaan pilu.
“Hiks hiks hiks…Anakku, di mana kamu sekarang, apa kamu baik-baik saja,” ucap Bu Ratih tersendat-sendat karena tangisnya.
Di tengah kesedihan mereka, terdengar suara ketukan pintu dari luar. Segera Pak Reno bergegas membukakan pintu. Terlihat seorang laki-laki muda.
“Apa benar ini rumah Pak Reno Tan,” tanya lelaki itu.
“Iya benar,” jawab Pak Reno.
“Ini ada kiriman untuk bapak,” ucap lelaki itu sambil memberikan sebuah amplop.
Pak Reno menerimanya dengan berbagai tanya di kepalanya.
“Terima kasih,” ucap Pak Reno setelah menerima amplop itu.
“Sama-sama Pak. Saya permisi dulu,” ucap lelaki itu kemudian pergi.
Setelah lelaki itu pergi, segera Pak Reno menutup pintu dan kembali. Hari ini, Pak Reno tidak pergi bekerja karena sedang di liburkan oleh kantor. Dia juga tidak mengerti kenapa kantor mendadak meliburkan mereka.
“Siapa Mas?” tanya Bu Ratih setelah Pak Reno kembali.
“Pengirim paket, dia memberikan amplop ini,” jawab Pak Reno sambil memperhatikan amplopnya.
“Apa ada nama pengirimnya?” tanya Bu Ratih.
“PT Eratex Tekstil!” jawab Pak Reno sambil membaca kop surat yang berada di amplopnya.
“Loh, itu bukannya nama pabrik tempat Mas kerja?” tanya Bu Ratih.
Pak Reno hanya mengernyitkan dahinya. Dia memang tidak begitu hapal apa nama tempat pabrik kerjanya. Dia hanya tahu itu sebuah pabrik tekstil. Dulu, saat di ajak temannya, dia langsung ikut tanpa bertanya lebih lanjut. Pak Reno yang saat itu hanya lulusan SMP tidak mau melewatkan kesempatan yang tidak akan datang dua kali.
“Coba di buka Mas,” pinta Bu Ratih. Sejenak masalah Eloni teralihkan. Kemudian Pak Reno pun membuka amplop itu. Terdapat uang di dalamnya serta sebuah surat. Pak Reno kemudian membaca baris per baris surat itu dan beberapa saat air mukanya berubah. Dia terduduk lemas. Terdiam beberapa saat.
“Ada apa Mas?” tanya Bu Ratih heran melihat suaminya. Lalu diapun mengambil surat itu dan betapa terkejutnya. Tangis yang tadi sempat senyap kini terdengar lagi.
“Kenapa Mas, begitu banyak cobaan kepada kita. Belum selesai masalah Eloni kini masalah baru muncul. Hiks hiks hiks...” ujar Bu Ratih sambil terisak.
Surat itu berisi tentang PHK. Dan uang yang ada di dalamnya, adalah pesangon yang di berikan oleh perusahaan pada Pak Reno. Pak Reno hanya diam. Dia tak bisa berkata apa-apa. Tiba-tiba saja dia berdiri, langsung keluar dan mengendarai motor bututnya. Panggilan dari Bu Ratih tidak dia hiraukan. Dia menuju ke kantor pusat untuk memprotes PHK sepihak yang di lakukan perusahaan tanpa pemberitahuan sebelumnya. Sampai di kantor pusat, dia langsung menerobos masuk.
“Bu, di mana ruangan pemilik kantor ini?” tanya Pak Reno menahan emosi.
“Maksud bapak, Pak Affandra?” tanya resepsionis itu kembali.
“Siapapun namanya saya tidak peduli! Saya hanya ingin bertemu dengan pemilik kantor ini!" ujar Pak Reno.
“Maaf, apa bapak sudah membuat janji sebelumnya?” tanya resepsionis itu lagi yang membuat Pak Reno semakin marah.
“Saya bilang, saya mau ketemu dengan pemilik kantor ini!!!” ucap Pak Reno setengah berteriak.
“Maaf Pak, tapi bapak harus membuat janji dulu sebelum bertemu,” ujar sang resepsionis yang membuat kesabaran Pak Reno habis.
Tanpa persetujuan dari sang resepsionis, Pak Reno langsung menerobos masuk ke dalam hingga membuat satpam yang berjaga di situ harus menahannya. Di tengah pertengkaran antara Pak Reno dan satpam, muncul Affandra yang hendak keluar.
“Ada apa ini?” tanya Affandra yang melihat ada keributan.
“Ini Pak, bapak ini mau menerobos masuk ingin menemui bapak,” jawab si satpam.
“Apa benar bapak ingin menemui saya?” tanya Affandra pada Pak Reno.
“Benar Tuan,” jawab Pak Reno.
“Baiklah, lepaskan dia!” perintah Affandra pada satpam.
“Baik Pak."
“Bapak ikut saya!” perintah Affandra pada Pak Reno.
“Baik Tuan." Pak Reno pun mengikuti Affandra ke ruangannya.
“Silahkan duduk!” perintah Affandra.
“Sekarang katakan apa maksud bapak ingin menemui saya,” ucap Affandra ketika Pak Reno duduk.
“Tuan, saya mohon untuk membatalkan PHK saya. Saya punya istri yang sakit dan anak yang harus kuliah. Dari mana saya akan mendapatkan uang jika saya di berhentikan,” ucap Pak Reno sambil memohon.
“Maaf Pak. Itu sudah menjadi keputusan perusahaan dan tidak bisa di batalkan!” ucap Affandra tegas.
“Tapi Tuan, saya mohon pertimbangkan lagi keputusan itu,” ujar Pak Reno memelas.
“Maaf. Saya tidak punya banyak waktu. Saya harus pergi sekarang!” ujar Affandra lalu berdiri.
"Tuan, saya mohon! Tolong jangan pecat saya! Saya punya istri dan anak yang harus di biayai,” ujar Pak Reno sambil berlutut. Namun Affandra tak peduli.
“Satpam, bawa bapak ini keluar!” perintah Affandra setengah berteriak.
“Tuan saya mohon, Tuan! Tuan!” teriak Pak Reno masih berusaha untuk membujuk Affandra. Namun Affandra tidak peduli, dia terus berjalan meninggalkan Pak Reno yang sedang meratapi nasibnya.
Setelah di keluarkan dari kantor itu, Pak Reno mengendarai motor bututnya ke pabrik tempat dia bekerja selama bertahun-tahun. Dia memandang pabrik itu dengan penuh perasaan. Dia menarik nafas berat. Dia sangat ingat, dari hasil bekerjanya di situ, dia dapat membangun rumah meskipun sangat sederhana. Menyekolahkan Elona dan Eloni. Dan motor butut yang dia pakai sekarang ini pun adalah hasil keringatnya saat bekerja di situ.
Seketika air matanya jatuh. Kini dia tidak bisa lagi kembali ke sana. Betapa pedih dan hancur hatinya. Dia menangis sesenggukan. Lama dia menunduk di situ hingga dia di kagetkan oleh seseorang.
“Pak Reno!” panggil lelaki itu mengagetkan. “Maaf Pak, saya hanya menjalankan perintah. Saya tidak bisa berbuat apa-apa,” ucap lelaki itu yang ternyata adalah mandor yang bertugas di pabrik itu.
“Iya, tidak apa-apa Pak. Mungkin juga sudah waktunya saya harus istrahat setelah bertahun-tahun mengabdikan hidupku di sini,” ujar Pak Reno berusaha tegar.
“Iya Pak, semoga bapak mendapatkan pekerjaan yang lebih baik” ucap si mandor lalu pamit.
Lalu Pak Reno pun kembali mengendarai motor bututnya untuk pulang ke rumah dengan berbagai pikiran di kepalanya. Sampai di rumah, Bu Ratih yang terlihat khawatir langsung menyambutnya.
"Mas, dari mana?" tanya Bu Ratih.
"Aku baru saja dari kantor pusat untuk memprotes PHK itu," jawab Pak Reno.
"Lalu bagaimana? Apa PHKmu akan di batalkan?" tanya Bu ratih penuh harap.
Pak Reno tak menjawab. Dia hanya menggeleng.
Bu Ratih tertunduk lemas. Hatinya terasa pilu. Harapan hidupnya benar-benar hancur. Eloni, putrinya tersayang kini hilang entah kemana. Pekerjaan suaminya yang menjadi penyangga utama hidup mereka kini hilang juga. Bu Ratih menangis tersedu-sedu, meratapi hidup mereka yang begitu menyedihkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
NAZERA ZIAN
kasihan pak reno, bagaimana reaksinya saat tau yang nyulik eloni adalah pria yg sdh tega memecatnya tanpa perasaan..?
2022-08-18
0
Luwes Hartati
lanjut Thor
2021-04-04
1