"Udah santai saja. Kita lagi jam istirahat ini." ucap Richard mencegah Banu yang bergerak hendak berdiri menyambutnya.
Pria itu santai melepas sepatu wakai miliknya dan memilih duduk di sudut sebelah Hans, berhadapan dengan Banu, di sisi Nawang.
"Pak Richard sudah saya pesankan seperti biasanya. Mau nambah apa, Pak?" tanya Hans santai tapi tetap terdengar sopan.
Richard meraih buku menu yang ada di depan Nawang dan dengan tenang membolak- balikkan halamannya.
"Tadi kalian pesen cemilan apa aja?" tanya Richard sambil melirik Nawang sekilas lalu menatap Hans.
"Saya mendoan, Mas Banu pesen bakwan, Mbak Nawang jamur crispy, Sasi pisang coklat, Anda saya pesenkan tahu crispy seperti biasanya." terang Hans detail.
Nawang geleng- geleng kepala dalam hati.
Apa memang harus sedetail itu ya berurusan dengan orang ini?
"Udah itu aja dulu. Nanti kalau pengen nambah apalagi, gampang." jawab Richard sambil menutup buku dan kembali menggeser ke depan Nawang - tempatnya meraih buku menu tadi- seolah tak ada makhluk hidup di sana.
Nawang meringis getir dalam hati.
Ternyata dia benar- benar bukan apa- apa di depan seorang boss macam Richard.
"Tadi samar- samar Saya denger ada yang diledekin. Beneran nih Saya mau besanan sama Pak Sapto?" tanya Richard sambil menatap Banu dengan senyum jahil.
"Monggo ditanya langsung saja kepada oknumnya, Pak. Dua- duanya ada disini." jawab Banu sambil tertawa.
Satu jempolnya terarah menunjuk kepada Hans dan Sasi yang tersipu.
"Siapa yang mau menjawab? Hans? Atau Mbak Sasi? Atau Mbak Nawang mungkin?" tanya Richard sambil menatap Nawang dengan senyum tipisnya.
Nawang hanya menatap Richard sekilas, melempar senyum basa- basi lalu memilih kembali sibuk dengan ponselnya, menjawab banyak hal pertanyaan Nayla, admin baru di logistiknya.
"Hans? Mau jawab nggak?" tanya Richard dengan senyum meledeknya.
"Mau Saya sih gitu, Pak. Tapi beliaunya masih sulit." kata Hans berlagak berbisik tapi cukup jelas di dengar oleh semuanya.
"Kalau begitu berjuanglah dulu, Hans. Kami menunggu kabar baiknya. Bukan begitu Mas Banu? Mbak Nawang?" tanya Richard sambil tersenyum.
Banu mengiyakan dengan senang hati, sedang Nawang hanya tersenyum tipis basa- basi sekedar agar Richard merasa dihargai.
Lagian ngapain juga boss besar macam dia ngurusin percintaan bocah- bocah?
Kurang kerjaan banget kan?
Obrolan itu terjeda saat empat orang waitress muncul bersamaan membawa semua pesanan mereka.
Nawang yang posisinya paling dekat dengan waitress yang berdiri berbaris segera menerima uluran menu- menu dan diletakkannya di depan masing- masing teman makannya kali ini.
Sesaat dia ingat Bintang, anaknya.
Kalau sedang makan enak dengan teman- temannya begini, dia selalu ingat anaknya itu.
Jarang sekali dia bisa mengajak anaknya makan diluar.
Bukan karena nggak ada waktu, tapi karena nggak ada dana lebih untuk sekedar makan di tempat seperti ini.
Diam- diam Nawang menghela nafas sedih.
Richard mengulum senyum saat dilihatnya Nawang dengan tangkas menerima kemudian menata menu di depan masing- masing calon pemakannya.
"Makasih ya, Mbak." kata Nawang sopan setelah semua menu telah berpindah dari nampan para waitress ke atas meja lesehannya.
"Makasih Mbak Nawang, sudah tepat menata menu pesanan Saya." kata Richard setelah semua sudah siap untuk menyerbu pesanan masing- masing.
Nawang hanya mengangguk pelan sambil lagi- lagi mengulas senyum tipis.
Sasi dan Hans saling bertemu pandang dengan tatapan saling bertanya.
Hans sangat heran dengan keramahan Richard yang dirasanya bahkan terlalu lembut pada Nawang.
Bertahun- tahun mendampingi Hans bertemu rekan kerja seperti sekarang ini, baru kali ini Hans melihat Richard sampai mau menyapa duluan rekan kerja perempuannya.
Apalagi sampai berkali- kali Richard menyapa Nawang yang anehnya seperti nggak suka di sapa oleh Richard.
Setelah sekitar setengah jam mereka asik dengan makan siangnya, Hans memulai pembicaraan tentang dua barang yang akan mereka diskusikan.
Semua terlibat dalam pembicaraan itu secara profesional.
Sasi selalu melibatkan Nawang dalam menjawab pertanyaan detail tentang barang terutama dalam penggunaan bahan baku.
Dan Nawang dengan tenang dan gamblang bisa menjelaskan hingga Richard yang benar- benar awam pun mengerti.
Richard tersenyum dalam hati.
Kamu tidak berubah sama sekali, Nonaku.
Tetap sabar dan telaten dibalik wajah galak dan jutekmu itu.
Kesabaran di atas rata- rata yang kau balut dengan kegaranganmu.
"Kita ACC yang ukuran terakhir saja, Pak? Dengan finishing warna light salak." tanya Hans membuyarkan lamunan Richard.
"OK. Kamu lebih tahu soal itu. Silakan putuskan saja." jawab Richard tenang.
Hans mengangguk sopan.
Salah satu sifat baik dari boss nya adalah seperti ini.
Dia mampu menghargai karyawannya di depan orang lain.
Sekali dia memberi wewenang pada bawahannya, dia tidak mau 'melangkahi' wewenang bawahannya itu sekalipun dia punya hak mutlak untuk melakukannya.
"OK. Sudah kita putuskan semua item yang akan dipakai di proyek ini. Besok pagi saya email semuanya secara terperinci ke email Anda ya, Mas Hans." kata Banu.
"Ok, besok saya tunggu. Setelah nanti saya meeting kan dengan team saya, bisa langsung kita follow up soal proses produksinya." jawab Hans dengan gaya mengesankan.
Gaya bicaranya sudah seperti pengusaha beneran.
Diam- diam Sasi memuji dalam hati dengan gaya Hans barusan.
"Berarti urusan kita hari ini sudah selesai ya?" tanya Banu sambil tertawa lega.
"Bisa dibilang begitu. Monggo lho kalau masih ada keperluan lain. Tapi kalau masih mau ngobrol ya saya seneng sekali." jawab Hans sambil tersenyum.
"Kamu masih mau ngobrol atau kita balik kantor sekarang, Si?" tanya Banu pada Sasi.
Sasi tahu kalau Banu lagi- lagi meledeknya.
"Balik aja. Aku ada kerjaan soalnya." jawab Sasi.
"Mbak Nawang mau sekalian ikut balik?" tanya Banu pada Nawang yang langsung menatapnya bingung.
"Ya iya. Mosok aku mau kamu tinggal disini." jawab Nawang galak.
Banu hanya terkekeh.
"Dih galaknyaaaa.....Perusahaan kami beruntung punya mbak Nawang di logistik. Karena galak, aset perusahaan aman dalam pantauannya." kata Banu sambil tertawa diikuti tawa Hans dan senyum lebar Richard.
"Kalau begitu jaga baik- baik mbak Nawang. Kalau nggak, akan saya ambil dia dari perusahaan Anda agar menjaga aset- aset saya." kata Richard serius walau tetap dengan tersenyum.
Ada tatapan serius di matanya saat berkata seperti itu.
Dan Banu dapat melihat perubahan ekspresi di wajah flat Nawang walau sesaat.
Ada ekspresi kekagetan dan khawatir di wajah Nawang.
Dan itu cukup mengherankan bagi Banu.
"Pasti, Pak. Saya jaga semaksimal saya bisa." jawab Banu meyakinkan.
Richard mengangguk senang.
"Baik kalau begitu, kami pamit dulu ya, Pak. Mas Hans, terima kasih undangan maksinya." pamit Banu sambil mengulurkan tangan pada Richard dan Hans.
"Sama- sama, Mas Banu. Mohon maaf nraktirnya ala kadarnya." jawab Hans sambil menerima jabat tangan Banu.
Sasi dan Nawang menyusul kemudian, menyalami Richard dan Hans bergantian.
"Terima kasih ya, sudah mau ikut kesini." kata Richard lirih sambil menepuk punggung tangannya beberapa kali saat Nawang menjabat tangannya.
Tak ada yang mendengarnya selain Nawang.
Dan perkataan Richard barusan membuat Nawang terkejut.
Apa maksudnya perkataan Richard barusan?
Apakah ajakan Banu kali ini atas permintaan Richard?
Hans yang melihat Richard menepuk- nepuk punggung tangan Nawang dengan lembut, kembali keheranan.
Ada apa sebenarnya antara bossnya itu dengan Nawang?
🗝️🗝️🗝️ bersambung 🗝️🗝️🗝️
Udah mulai agak penasaran belum nih? 😃
Like dan komen ditinggalin disini dulu juga boleh banget lho 😊😃 Apalagi mau ninggalin hadiah dan vote, waaaaah lebih boleh lagi 🙈
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
suukaa.....
2022-05-03
1
Annisa Rahma
sa ae mas eric... 🤭🤭🤭💕💕💕💕
2022-03-14
1
Tuti Hastuti
melu deg deg an. nawang
2021-09-01
3