Sambil menunggu tokoh utama masuk ke ruangan itu, siang yang lumayan terik di luar itu di isi dengan obrolan ringan antara Banu dan Hans yang ternyata suka gowes.
Hingga satu suara berat menyapa dari pintu dan menyita semua atensi penghuni ruangan berukuran 6 x 7 meter itu.
"Selamat siang." suara berat namun ramah menguasai ruangan.
Tangan kanan pria itu dengan elegan yang tak dibuat- buat melepas kaca mata hitamnya.
Dan tak seorang pun tahu bahwa ada satu jantung yang berdebar sangat keras bahkan terasa nyaris copot karena suara itu.
Semua berdiri dari kursinya masing- masing dan tersenyum ramah mengiringi langkah pria tampan dan rapi yang kian mendekat.
Tak ada senyum di bibir tebal dan seksi pria itu, tapi wajahnya terlihat ramah.
"Maaf ya kalau harus menunggu lama." kata pria itu sambil beranjak duduk kemudian diikuti tamu- tamunya.
Setelah nyaman dengan posisi duduknya, pria itu baru mengedarkan pandangannya, memindai satu per satu wajah tamunya.
Dan jantungnya nyaris copot saat matanya beradu dengan mata sedih yang selalu diingatnya.
Ya Tuhan, benarkah dia?
Richard merasa perlu memulihkan kesadarannya lagi saat ini.
Susah payah dia berdehem untuk menormalkan detak jantungnya.
"Perkenalkan Pak, saya Deni, utusan dari PT.KAYUKU. Dan ini team kami. Mas Banu adalah desainer kami, Mbak Sasi adalah staff PPIC, Pak Agus adalah manager produksi, Bu Nawang adalah kepala logistik perusahaan kami. Dan saya adalah Deni, ketua team kali ini." kata Pak Deni memperkenalkan team yang dibawanya.
Ini benar kamu, Non.
Batin Richard tersenyum gembira, sangat gembira.
"Terima kasih untuk perkenalannya, Pak Deni. Seperti yang pasti telah disampaikan Pak Sapto kepada Anda sekalian, kita akan mencoba bekerja sama dalam proyek kami kali ini. Saya pribadi kurang begitu mengerti tentang desain interior, karena itu nanti team kami akan di handle oleh Hans yang lebih tahu soal interior. Mungkin ke depannya Anda bisa lebih intens berkomunikasi dengan Hans ya, Pak Deni." kata Richard dengan tegas namun tetap ramah.
Sesekali pandangan matanya mencuri lihat ke arah Nawang yang memilih selalu menundukkan pandangannya walau wajahnya tegak dan terlihat tanpa ekspresi.
Wajahmu masih saja dengan ekspresi seperti itu, Non. Tak berubah sedikitpun. Dasar menyebalkan.
Pembicaraan selanjutnya di dominasi oleh Hans, Banu, dan Agus yang membicarakan soal konsep, warna, jenis material kayu, dan jenis material finishing yang akan digunakan.
Sasi asyik menulis point- point yang dianggap penting dalam pembicaraan itu.
Sedang Nawang tekun mengikuti arah pembicaraan ketiga orang itu dan akan memberi masukan saat Banu atau Agus menanyakan tentang bagaimana baiknya atau bagaimana biasanya di produksi soal pemilihan dan pemakaian material.
Richard dan Deni terlibat pembicaraan ringan soal furniture dan printil- printilannya.
Mata Richard tak jarang melayang ke arah Nawang yang masih saja asyik terlibat diskusi.
Tak sekalipun dia mengalihkan pandangannya ke lain tempat, apalagi ke arah Richard.
Perempuan itu memilih tidak melirik sama sekali ke arah pria tampan yang telah mampu mengguncang harinya, bahkan sejak tadi pagi, saat mereka bahkan belum bertemu.
Dia merasa sepasang mata tajam sejak tadi sering melayangkan pandangan ke arahnya.
Biar saja. Biar dia puas- puasin melihatku.
Batin Nawang mengomel resah.
Hhhhh....andai saja dia bisa menghindari tugas bertemu klien hari ini, mungkin mood nya akan lebih baik.
Sayangnya dia nggak bisa menolak.
Mungkin hari ini giliran takdir kita untuk bertemu, Mas.
Aku bisa melihatmu lagi, walau ternyata kamu sudah tak mengenaliku lagi.
Tak apa. Mungkin ini juga lebih baik.
Nawang menarik napasnya pelan, sedih.
Walau sekilas tadi dia menangkap ada pijar keterkejutan di mata Richard saat pandangan mereka bertemu, namun nyatanya tak ada ucapan apalagi perbuatan Richard yang menunjukkan bahwa pria itu ingat bahwa mereka sudah pernah saling kenal sebelumnya.
Pria itu tenang- tenang saja ngobrol dengan Pak Deni.
Pembicaraan berakhir hampir jam tiga sore dengan kesepakatan besok Banu dan Agus akan berkunjung lagi ke proyek untuk melihat ruangan yang akan di jadikan sample peletakan beberapa interior yang telah dipilih tadi.
Richard masih duduk di ruangan itu sementara Hans mengantar para tamunya sampai depan gedung.
Pria berumur 25 tahun itu bergegas kembali masuk untuk menghampiri bossnya.
"Kamu tadi minta nomer telepon mereka?" tanya Richard begitu Hans duduk di depannya.
"Iya, Pak." jawab Hans keheranan.
Nggak pernah sebelumnya Richard repot- repot ngurusin nomor ponsel segala.
"Semuanya?" tanya Richard lagi.
"Iya, Pak. Tadi Pak Deni mengirimi semua nomor team nya. Kenapa ya, Pak?" tanya Hans penasaran.
" Tolong kirimkan semua nomor itu padaku sekarang!" perintah Richard sambil menatap Hans tajam.
Yang ditatap seperti itu tentu saja gugup.
Seingatnya sepanjang pertemuan tadi tak ada yang salah dengan mereka, kok tumben juga bossnya minta nomor ponsel rekanan bisnis sedetail ini.
"Semua, Pak?" tanya Hans menegaskan.
"Iya. Semua. Kenapa? Nggak boleh?" tanya Richard cuek.
"Boleh....boleh! Cuma nggak biasanya saja Anda begini." jawab Hans takut- takut.
"Tenang saja, aku tidak akan merebut pekerjaanmu. Aku cuma ingin mempelajari soal furniture lebih dalam. Siapa tahu ada peluang buka usaha baru kan? Mumpung aku nggak ada pekerjaan besar lainnya. Aku ingin terjun langsung ikut membantumu." kata Richard tenang, yang disambut anggukan mengerti oleh Hans.
"Sekarang kirimkan nomer mereka. Aku menunggumu, Hans." kata Richard membuat Hans tersentak salah tingkah, lalu buru- buru memegang ponselnya dan mengirim nomer- nomer yang diminta Richard.
"Ok, sudah aku save. Makasih ya." kata Richard sambil tersenyum tipis dan dibalas anggukan Hans.
"Besok janjian jam berapa kamu sama mereka?" tanya Richard lagi.
"Jam sepuluh mereka akan sampai disini. Cuma Mas Agus sama Mas Banu yang kesini." jawab Hans.
"Ok, besok aku akan kesini lagi. Sekarang aku pergi dulu." pamit Richard sambil beranjak berdiri dan memakai kaca mata hitamnya.
"Baik, Pak. Hati- hati di jalan." sahut Hans sopan.
"Ok, makasih ya. Anak- anak suruh hati- hati kerjanya ya. Aku nggak mau ada yang cidera." pesan Richard sambil melenggang pergi.
"Siap, boss." jawab Hans riang.
Hans tersenyum senang.
Walaupun boss nya itu nyaris tak pernah tertawa, tapi dia adalah sosok yang ramah dan baik hati pada bawahannya.
Beberapa kali pekerjanya ada yang terluka saat bekerja, dan Richard akan dengan sepenuh hati memastikan kehidupan keluarga pekerjanya terjamin selama orang itu belum bisa bekerja lagi.
Dia akan mengirim uang dengan jumlah yang cukup banyak sebagai tali kasih pada pekerja yang sedang terbaring sakit.
Karena itu, tak ada satupun pekerjanya yang ingin melepaskan diri dari perusahaannya.
Hans mengulik ponselnya kembali dengan tersenyum.
Ada satu kontak baru di ponselnya yang sangat ingin sekali dihubunginya.
🗝️🗝️🗝️ bersambung 🗝️🗝️🗝️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
hadir
2022-05-03
1
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
CLBK neh sepertinya.
tapi menurut prolog, kan status mereka sama-sama sudah menikah ya. hmm.. bakal ruwet dan ribet nih 🥴🥴🥴 sotoy mode on 😁🤣🤣🤣
2022-04-07
1
Annisa Rahma
cieee... cieee... cieee.. pinter amat alesannya mas eric 🤭🤭🤭💕💕💕💕💕💕
2022-03-13
1