Banu menatap Sasi dengan tatapan meledeknya.
"Ngapain sih ngeledek gitu liatnya?!" sungut Sasi salah tingkah.
"Siapa yang ngeledek?!" bantah Banu masih dengan tatapan meledeknya.
"Mas Banu nyebelin ih!" sentak Sasi.
"Ikut nggak?" tawar Banu lagi.
"Nggak!" jawab Sasi galak.
"Nyesel lho ntar." kata Banu sambil tertawa jahil.
"Mas Banuuuuu!" teriak Sasi jengkel.
"Sasi, ini kantor ya, bukan lapangan! Kamu mau jadi Tarzanwati?" hardik Pak Deni yang tiba- tiba nongol di depan pintu.
Banu semakin lebar tersenyum meledek pada Sasi dengan omelan Pak Deni pada gadis itu.
"Mas Banu itu lho, Pak. Dari tadi ngeledekin terus. Sebel tau nggak?!" omel Sasi sambil menatap Banu jengkel.
"Kamu ngapain sih,Nu nungguin Sasi dari tadi?" tanya Pak Deni curiga.
"Lagi merayunya." jawab Banu sambil mengerling genit pada Sasi yang mendengus kesal.
"Jangan macem- macem." geram Pak Deni.
"Udah punya istri juga... " sahut Sasi.
"Tumben kalian kompak." kata Banu sambil tertawa.
Sasi manyun dan Pak Deni hidungnya mekar karena bahagia.
"Proyek KHARISMA gimana? Udah ACC semua gambarmu?" tanya Pak Deni.
"Masih ada dua gambar, tv stand sama cabinet yang masih mau kita diskusikan nanti siang. Hans ngajak ketemuan sambil makan siang nanti. Makanya aku ngerayu Sasi buat ikut. Dia kan PPIC yang tahu segala macam ukuran barang." kata Banu mencari dukungan agar Sasi bsa ikut meeting nanti.
"Kamu kenapa nggak mau ikut, Si?" tanya Pak Deni sambil menatap Sasi.
"Kerjaanku banyak, Pak. Aku harus segera bikin MRP untuk 10 WO karena WO harus segera turun ke produksi." sergah Sasi.
"Ngajak lainnya kan bisa. Arifin tuh nganggur dari pagi." tunjuk Sasi pada teman di sebelahnya.
"Nganggur dari Hongkong?! Ngitung kubikasi dua puluh kontener nganggur dia bilang." kata Arifin sambil tepok jidat.
Sasi terkikik geli.
Dia memang sengaja cuma meledek Arifin yang cenderung pendiam.
"Udah, Si, kamu ikut meeting Banu aja. MRP bisa kamu kerjakan besok lagi. Yang urgent harus terbit berapa MRP?" tanya Pak Deni.
"Besok setidaknya lima MRP harus keluar." jawab Sasi bohong.
Padahal besok dia mengeluarkan tiga MRP saja sudah aman.
"Biar nanti aku ngomong sama purchase soal MRP yang mungkin telat terbit." kata Pak Deni.
"Nggak usah repot- repot, Pak. Biar aku bilang sendiri sama purchase." sergah Sasi.
Kalau Pak Deni ngomong sama purchase, bisa ketahuan dong bohongnya.
"Ya udah kalau gitu. Yang penting hari ini kamu ikut Banu.Ya?" tanya Pak Deni memastikan.
"Inggih, Sendiko dawuuuuuuh." jawab Sasi emosi. Wajahnya ditekuk dua belas saking kesalnya.
Pak Deni tertawa kemudian berlalu.
"Dandan yang cantik, biar Hans tambah klepek- klepek." kata Banu sambil berlari karena Sasi melemparnya dengan tipe - ex.
"Cieeeee....Sama Hans nih?" goda Arifin sambil melongokkan kepalanya dari atas pembatas kubik mereka.
"Kamu mau aku goreng?! Ikut- ikutan ngeledek aku?" bentak Sasi sambil menimpuk kepala Arifin dengan buku yang asal di sambarnya.
"Awwww!!!!" rintih Arifin sambil mengelus pucuk kepalanya yang sakit karena timpukan penuh tenaga dari Sasi.
"Ini kepala tiap tahun dizakatin ya, Si! Asal timpuk aja." omel Arifin.
"Luweh!" sahut Sasi sambil tertawa.
( Serah!).
"Ya Allah, jodohkanlah Sasi dengan Hans ya Allah, aamiin." doa Arifin lantang, sengaja agar Sasi mendengarnya.
"Nggak usah di dengar ya Allah." sahut Sasi keki.
Walau dalam hatinya malu- malu mengamini juga doa itu.
"Lagakmu nggak mau sama Hans. Padahal bucin banget tuuuu." ledek Arifin.
"Sotoyyy!" elak Sasi sambil tersipu.
"Cieeeee yang tersipu." ledek Arifin semakin gencar.
"Iiiiiih, kenapa pada nyebelin sih cowok- cowok sini?!" omel Sasi sambil berdiri kasar dari kursinya.
"Iya, yang nyenengin cuma cowok yang di KHARISMA." ledekan Arifin keluar lagi.
"Pak Deniiiii, Arifin nakaaaal!" teriak Sasi yang mulai mati gaya karena terus- terusan diledekin.
"Cieeee, manggil dewa penolongnya...." sahut Arifin sambil ngakak.
Sasi akhirnya memilih kabur dari ruangannya dengan membawa serta tas dan laptopnya dan menghampiri ke ruangan Banu yang ada di sebelah ruangannya.
Sepuluh menit lagi jam istirahat.
Berarti dia harus berangkat menuju ke tempat makan tempat janjian teamnya bersama Hans.
"Nawang dipanggil sana, Si." perintah Banu yang tahu Sasi akan menghampirinya.
"Mbak Nawang ikut?" tanya Sasi senang.
"Iya. Hans yang minta." jawab Banu.
Sasi keheranan dalam hati.
Hans minta ketemu Nawang? Mau membahas apa lagi?
Tapi Sasi kemudian tidak terlalu memperdulikan itu.
Yang penting dia punya teman cewek dan teman buat ngobrol nantinya.
🗝️🗝️🗝️🗝️
Nawang melangkah malas begitu turun dari mobil yang membawanya bersama Banu dan Sasi menuju sebuah resto makan masakan Jawa bernuansa klasik itu.
Dia tahu siapa yang akan di temuinya di dalam nanti selain Hans.
"Kamu sakit atau kelaparan sih, Mbak? lemes gitu." tanya Sasi sambil mengaitkan lengan kanannya ke lengan kiri Nawang.
"Stress aku." jawab Nawang yang nggak dimengerti kedua temannya.
"Stress kenapa?" tanya Sasi penasaran.
"Stress nggak punya uang." jawab Nawang asal.
Nggak mungkin baginya mengaku kalau dia stress karena sebentar lagi dia akan ketemu lagi dengan Richard.
Ya! Richard!
Tadi pagi pria itu mengirim WA padanya - dan itu cukup membuat shock dirinya- mengatakan kalau mereka akan bertemu siang ini.
Nawang kesal saja kenapa ada yang ngasih nomer ponselnya ke orang lain tanpa konfirmasi dulu padanya.
Dalam kasus nomernya yang bisa sampai di Richard, jelas tersangka utamanya adalah Hans, secara tempo hari Pak Deni memberikan nomernya ke Hans.
Harusnya kan Hans minta ijin dulu kalau mau membagi nomernya ke orang lain, sekalipun orang lain itu adalah boss nya sendiri.
Nanti sepertinya dia harus menegur Hans soal itu.
"Sabar, paling lambat besok kita gajian." sahut Banu menghibur.
"Serius?" tanya Sasi nggak percaya.
"Ya iyalah! Ini kan akhir bulan, Bocah!" jawab Banu.
"Aku lupa." kata Sasi sambil nyengir.
"Uang bocah ini masih banyak, makanya nggak pernah ngitung tanggalan." kata Nawang yang disambut tawa Banu.
"Tau aja mbak e." kata Sasi sok yes.
"Itu Hans." kata Banu sambil mengarahkan telunjuknya ke sebuah saung lumayan lebar.
Saung itu bisa muat untuk sekitar delapan orang.
Nawang berdesir.
Tapi dia tiba- tiba lega saat dilihatnya Hans hanya duduk sendirian.
Berarti Richard tidak ikut bersama Hans siang ini.
Syukurlah, batinnya.
"Kasian, orang cakep duduk sendirian." sapa Banu setelah berada di samping Hans yang sedari tadi asik dengan ponselnya.
"Eh, Mas! Mari....mari...." kata Hans kaget.
Senyumnya semakin lebar saat matanya bertemu dengan tatapan tersipu Sasi.
"Mari Mbak Nawang, silakan pilih tempat duduk." kata Hans ramah yang hanya disambut senyuman Nawang.
"Sasi nggak disilakan nih?" tanya Banu menggoda Hans yang kemudian tersipu.
"Silakan, Si....pilih aja posisi ternyamanmu." kata Hans sambil tersenyum manis.
"Posisi ternyamanku disisimu, Mas." kata Banu dengan suara dibuat- buat sambil pura- pura batuk dengan melirik Sasi.
Sasi merengut malu.
Kenapa sih para seniornya seneng banget ngeledekin dia belakangan ini tanpa kenal tempat?
Sasi memillih duduk disamping Nawang yang duduk berseberangan dengan Hans.
"Mau tukar posisi? Biar nyaman pandang- pandangannya?" tanya Nawang sambil tersenyum meledek.
Sasi mencubit paha Nawang sampai Nawang meringis kesakitan.
"Jangan ikut- ikutan deh, Mbak!" geram Sasi dengan suara ditekan.
Nawang terkekeh sambil menatap Hans yang ternyata sedang tersenyum menatap Sasi yang sedang salah tingkah.
"Ini kita disini beneran mau bahas kerjaan kan,Nu?" tanya Nawang pada Banu.
"Lha iya. Emang kenapa?" tanya Banu keheranan.
"Ya siapa tahu aja kita cuma disuruh jadi lalat dan obat nyamuk disini." jawab Nawang sambil mengerling ke arah Hans dan Sasi bergantian.
"Mbak Nawang ikut- ikutan ngeledekin aja." kata Hans sambil tertawa kecil.
"Kasian Sasi dari tadi diledekin terus." sambung Hans sambil menatap lembut pada Sasi.
"Lho, kok tahu kalau kita ngeledekin Sasi dari tadi? Sasi ngadu sama kamu ya?" tanya Banu penasaran.
"Iya, hahaha...." jawab Hans sambil tertawa lepas menatap Sasi yang kemudian menyembunyikan wajahnya di atas lengannya yang terlipat di atas meja.
"Mas Haaaans....." geramnya, yang jelas terdengar oleh Banu dan Nawang.
"Cieeeee, Mas Hans loh!" seru Banu sambil tergelak.
Nawang ikut tertawa.
"Waaah, seru sekali nih kayaknya." sebuah suara berat membungkam tawa Banu dan membuat wajah cerah Nawang tiba- tiba menegang.
🗝️🗝️🗝️ bersambung 🗝️🗝️🗝️
Gimana, masih betah disini? 😃
Yuk gambar jempolnya ditekan bentar yuuuk.......😁😅
Komen yang seru juga yuuuuk.....😊😆
Hadiahnya juga ditinggalin yuuuuuk 🙈
Happy reading.....💖
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Yanti Budisaputri
baguuus...sampe mengulang lagi bacanya lhoo...
2024-02-12
1
Lestari Agus
pennulisannya cukup bagus
2022-07-12
2
☠ᵏᵋᶜᶟ༄༅⃟𝐐𝐌ɪ𝐌ɪ🧡ɪᴍᴏᴇᴛᴛ𝐀⃝🥀
di bully habis²an deh kamu Si 😅☺️☺️🤣🤣🤣🤣🤣
2022-04-07
1