Tak lama, Neva datang dengan membawa cake tiramisu hangat di tangannya. Ia melangkah bersemangat untuk memberikannya pada Vano dan sikecil Arai. Langkahnya terhenti saat menemukan dua laki-laki tampan itu tertidur dengan saling berpelukan. Dia bahagia dan terharu dalam hatinya. Pelan, ia meletakkan cake tiramisu di atas meja lalu pergi kekamar untuk mengambil selimut. Tidak ingin membangunkan dua kekasihnya itu, ia menyelimuti keduanya dengan sangat hati-hati. Ia memperhatikan wajah Arai yang terlelap dalam pelukan Vano lalu pandangannya berganti memperhatikan Vano. Menatap laki-laki itu dengan keharuan yang menyelimuti hatinya, ia merasa bersalah padanya. Sangat merasa bersalah.
Ya. Pemeriksaan yang mereka jalani bukanlah sebuah pemeriksaan kehamilan tetapi mereka tengah menjalani pemeriksaan rutin agar segera mendapatkan malaikat kecil bersama mereka.
Kemudian sebuah suara terdengar, Yuna datang, Neva segera menoleh dan menempatkan jari telunjuknya di bibir, ia memberi isayat agar Yuna tidak bersuara. Yuna menatap Neva dan langsung menemukan putranya yang tertidur bersama Vano. Kedua sudut bibirnya melengkung indah.
“Sepertinya mereka baru saja tertidur,” ujar Neva.
Yuna mengangguk pelan. Ia kemudian mengajak Neva untuk keruang sebelah. Mereka berbincang disana. Yuna membuka buah tangan yang ia bawa. Tak lama, Mama menuruni tangga dan langsung menemukan mereka. Yuna berdiri dan mencium pipi kanan dan kiri Mama.
“Kalian disini. Mana pangeran tampanku?” tanya Mama sambil mencoba mencari cucunya.
“Tidur,” jawab Neva. Kemudian mereka berbincang disana. Mereka melakukan panggilan video pada Nora di seberang sana.
“Hmmm senangnya bisa berkumpul,” kata Nora dengan senyum.
Pukul dua siang hari, Yuna dan Si kecil Arai pamit untuk kembali. Sikecil tampan menjabat tangan Oma, Tante cantik dan Paman Vano. Dia mendapatkan ciuman yang sangat banyak hingga pipinya terasa sakit.
“Tante becok main kerumah aku ya … tama Oma, sama Paman,” ujarnya sebelum benar-benar pamit.
“Besok Tante berkunjung kerumah Mama Mahaes, sayang. Lusa ya, Tante kesana,” jawab Neva. Ia mengusap pipi keponakannya dengan gemas. Sikecil mengangguk.
“Ditunggu ya, Tante ….” Yuna menyahut.
“Okey,” jawab Neva dengan senyum lebar. Kemudian ia menoleh kearah Vano. “Paman, kau siap bukan?” tanyanya.
“Siap kapanpun Tuan putri,” jawab Vano.
“Yeyyy,” Arai bersorak senang.
Kemudian Yuna pamit pada semuanya dan kemudian ia masuk kedalam mobil berasama anaknya.
“Bye … bye. Oma, Tante tantik, Paman Vano ….” Dia melambai setelah berada di dalam mobil.
“Bye, Sayang. Hati-hati,” Oma menyahutnya.
Mobil Yuna perlahan pergi meninggalkan rumah besar mertuanya. Dia langsung menoleh menatap tajam anaknya.
“Jadi kenapa kau kabur dari sekolah hari ini?” Yuna tidak tahan untuk menanyakan alasan putranya. Bibirnya sudah bersiap untuk mengomel.
“Aku tidak akan mengatakan alasannya.” Arai menjawab dengan santai. Jawaban yang membuat Yuna semakin menatapnya tajam. Ia bahkan menggeser duduknya agar menghadap kerah anaknya.
“Kenapa?” tanyanya.
“Karena Momm akan mengomeliku,” jawab Arai dengan masih santai. Dia memperhatikan jalanan dari kaca depan.
Yuna tertawa kecil dan segera menelan omelan yang sudah ia siapkan. Baik, dia tidak akan mengomel kali ini. Agar dia tahu alasan si kecil bolos lagi.
“Kau sangat tahu bagaimana membuat Mommymu kalah,” ujar Yuna pelan sebelum menyetujui untuk tidak mengomel. Kemudian dia memasang senyumnya, “Ok, sayang … tampannya Momm. Kali ini Momm tidak akan mengomel. Serius, janji,” Yuna mengacungkan kedua tangannya. Arai menoleh kearahnya, kedua bola mata jernihnya menatap Yuna. Jika sudah berjanji maka tidak boleh mengingkari, itu kata Daddy jadi dia percaya saat Yuna mengucapkan janji dan kemudian mulut mungilnya terbuka untuk memberikan jawaban.
“Aku bosan, Momm.” Jawabnya jujur. Kedua bola matanya masih menatap Yuna dengan sungguh. Ya, dia tidak sedang berbohong.
Yuna diam beberapa saat sebelum menghela nafasnya pelan. Masih dengan alasan yang sama, batinnya. Tangannya terangkat dan merangkul pundak Arai dengan perhatian, meminta putranya untuk mendekat.
“Sayang, apa kau tidak suka pelajarannya?” tanya Yuna. Arai mengangguk pelan, ia menyandarkan kepalanya pada Yuna.
“Atau sebenarnya kau tidak suka cara gurumu mengajar?”
“Dua-duanya,” jawab Arai jujur.
“Hmmm kenapa kau tidak suka cara gurumu mengajar? Apakah kau kurang mengerti?”
“Ibu guru mengulangi pelajaran yang sama setiap hari,” jawabnya. Yuna mengangguk. Ia akan berdiskusi lagi dengan guru pembimbing di sekolah putranya.
“Momm akan mencoba membantumu menjelaskannya pada Daddy,” ujar Yuna.
Arai melepaskan pelukannya dan menatap Yuna.
“Aku akan bilang sendiri pada Daddy, Momm.”
Yuna tersenyum dan mengusap rambut putranya lembut. Putranya memang sedikit bandel tapi dia bertanggung jawab. Dia akan membereskan sendiri apa yang sudah ia perbuat.
“Pintar,” puji Yuna. Kemudian tangannya turun dan mencubit gemas pipi pangeran kecilnya. “Kau … menyebalkan, sama menyebalkannya dengan Daddy,” ujarnya kesal. “Kau tidak tahu bagaimana Momm mencemaskanmu, bagaimana Momm berlari dari rumah dan langsung meminta Albar untuk mengantar kesekolah. Kenapa kau bolos lagi, kenapa kau meninggalkan sekolah, kemana kau setelah dari sekolah. Bisakah kau membuat Momm tidak cemas, hmmm. Rasanya jantungnya Momm hampir lepas dari tempatnya.”
“Auuu … sakit, Momm.” Kedua tangan Arai mengambil tangan Yuna dari pipinya. Yuna segera menangkap pangeran kecilnya lalu memegang kedua pundaknya.
“Kau bahkan sudah berani menaiki taksi sendiri, hmm. Bagaimana jika kau diculik lalu mereka akan menyekapmu, lalu mereka akan meminta tebusan yang sangat banyak, atau mereka akan mencincangmu. Bukankah itu sangat menyeramkan,” Yuna mulai menakutinya. Sejujurnya ia sendiri yang sangat takut dengan itu. Ia membayangkan jika Arai sampai diculik dan mencelakainya.
“Apakah ci penculik tudah bosan hidup?” jawab Arai dengan singkat. Ia kembali memperhatikan jalan depan dan menyilangkan kedua kakinya dengan anggun. Astaga … Yuna dibuat gemash padanya. Itu sungguh gaya Si Daddy. Yuna segera menyiapkan kesepuluh jarinya lalu menggerakkannya di pinggang si kecil.
Arai tertawa mendapat klikitik dari Yuna.
“Daddy, help me,” dia berteriak.
Albar tersenyum lebar di tempat duduknya menyaksikan cerita hari ini dari Tuan Kecilnya. Si Tuan kecil tidak tahu jika Albar baru saja mengeluarkan jurus pembalapnya tadi pagi saat Nyonya muda memberitahu jika Tuan kecil kabur dari sekolah.
“Ceritakan, dengan apa kau kabur kali ini?” tanya Yuna. Rasanya ini adalah karma untuknya. Sifat suka kaburnya dari sekolah turun pada putranya. Kebiasaan yang sangat buruk.
Sekarang dia tahu bagaimana rasanya menjadi orang tua yang dipanggil kesekolah karena sang anak bolos.
______
Catatan Penulis.
Nahhh kan kan kan. Up lagi kan.
Semoga sukaaaa ... saranghae.
Mau tambahan up lagi?? S&K heheheee. Banjiri kolom komentar, ntr sore nanas kasih Up lagi. Siap? Siap dengan kehadiran Daddy Leo dan visual Arai? Yuhuuu ... Like, komentar, tab love, rate bintang lima.
(Idihhh syaratnya banyak amat nas 🙄😴)
Biarin, weeeek.
Padamu kesayangan muach muach.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Noor Sukabumi
gumush bnget sih m tingkahnya baby Arai🥰🥰🥰
2024-08-24
0
@Ningsih
ah aray 🫶
2024-07-25
0
Mmh dew
❤🧡💛💚💙💜
2024-07-18
0