“Anak udah dua Fre, masih aja kamu nonton drama korea.” Sindir Ardi yang melihat Freya anteng dengan HP sambil bersandar di bahu Arka, sementara dia menjaga Retha dan Shaka yang sedang nonton kartun spons kotak berwarna kuning.
“Cuci mata Di, yang bening-bening. Tuh Retha sama Shaka aja good looking banget itu karena aku rajin nonton drakor pas hamil.” Jawabnya tak masuk akal.
“Iya kan Bang?” imbuhnya pada Arka, yang hanya dijawab dengan elusan lembut di kepalanya.
“Kok Retha kagak ada mirip-miripnya sama aku yah? padahal kan aku yang setengah gila nurutin keinginan tuh bocah pas dalam kandungan.” Protes Ardi.
“Makanya bikin sendiri kalo pengen mirip. Jangan ngaku-ngaku anak orang. Pake minta di panggil daddy segala.” timpal Arka.
“Iya ntar bikin deh. Bikinnya sih udah bisa, tapi patnernya yang kagak ada.” Pungkas Ardi.
“Alesan nggak ada patner! Tiap di rekomendasikan patner aja selalu ngelak.” Ujar Bunda Mira yang baru saja bergabung bersama mereka. Nenek dan kakek Retha itu baru kembali dari acara reuni dengan teman-teman SMA.
Retha dan Shaka menghampiri kakek dan neneknya, seperti biasa langsung menyalami keduanya, kemudian kembali bermain.
“Bukannya ngelak Bun, tapi emang belum ada yang cocok.” Bantah Ardi.
“Gimana mau cocok Di? Orang belum apa-apa kamu udah ngejauh, mana tiap ketemu perempuan yang bunda kenalin kamu selalu bawa Retha. langsung mundur dong calonnya.” ucap Mira.
“Maksud Bunda apa? Kok Retha di bawa-bawa?” tanya Freya.
“Sorry yah Di, gara-gara anak aku, calon kamu jadi pada mundur.” Imbuhnya merasa tak enak hati, karena memang tak dipungkiri ia sering meminta tolong Ardi untuk menjemput Retha. Bahkan anak sulungnya itu sering ikut Ardi pergi kemana pun.
“Bukan salah kamu sayang. Emang si Ardi nya aja yang nggak mau deket sama siapa pun. Bukan salah Retha juga.” Jawab Mira.
“Iya Fre bukan salah kamu. Aku juga seneng-seneng aja kok ngejagain Retha. dia udah kayak anak aku sendiri.” Ujar Ardi. “Iya kan Retha sayang anaknya daddy?” tanyanya pada Retha.
“Yes Dad, I am your little princess.” Jawab Retha.
“Pinter.” Ardi mengelus puncak kepala keponakannya.
“Nah itu salahnya di situ.” Ujar Bunda Mira. “Itu yang bikin perempuan pada kabur karena mereka ngira Retha itu anak kamu. Ditambah lagi tiap ketemuan kamu selalu ngajarin Retha buat bilang ‘nanti Mommy aku marah’ iya kan? Ngaku!” Ucap Mira dengan sedikit marah, karena di acara reuni tadi dirinya sedikit malu. Anak dari temannya yang hendak ia jodohkan dengan Ardi beberapa hari lalu mengadu pada orang tuanya jika Ardi sudah punya anak tapi masih mau-maunya mengikuti rencana perjodohan dari mamanya.
Arka yang melihat situasi sedikit memanas menyuruh Freya untuk membawa anak-anak ke kamar. Dengan sedikit bujuk rayu Retha dan Shaka akhirnya mau mengikutinya ke kamar.
“Jawab Bunda Di.” Ujar Mira. Ia benar-benar geram kali ini. Ia tak menyangka jika Ardi akan melakukan hal konyol sejauh itu. Selama ini Mira kira anak bungsunya masih gagal move on dan perlu dibantu dengan merekomendasikan anak-anak dari temannya yang ia anggap layak dan baik. Tapi nyatanya putranya itu benar-benar melakukan hal di luar batas normal.
Ardi tak bisa menjawab ucapan Bunda Mira karena semua benar adanya. Ia memang sengaja mengajak Retha setiap bertemu dengan calon-calon yang diajukan bundanya. Ia juga mengajari Retha supaya berbicara soal Mommy nya yang akan marah jika ada yang berdekatan dengannya.
“Bunda sudahlah semua butuh waktu. Jangan marah-marah seperti itu. Tak baik untuk kesehatan.” Arka berusaha menengahi.
“Butuh waktu? Mau berapa lama lagi Ar? Ini sudah lewat empat tahun, tapi adik kamu masih seperti ini. Dia mungkin sudah menikah. Atau mungkin sudah memiliki anak. Mau sampai kapan kamu nunggu Mi…” Bunda Mira tak menyelesaikan kata-katanya begitu melihat Ardi yang sudah beranjak dari duduknya.
“Mau kemana kamu? Bunda belum selesai bicara. Duduk!” ucap Mira tapi tak membuat anak bungsunya kembali duduk di sofa, Ardi hanya berbalik menatapnya dengan sendu.
“Maafin aku Bun, karena aku udah bikin bunda kecewa. Aku pulang dulu.” Pamitnya kemudian berlalu dari ruang keluarga.
Semenjak berhasil merintis usahanya Ardi memang memilih tinggal di apartemen. Bukan apartemen miliknya, melainkan apartemen milik Arka yang merupakan hadiah pernikahan dari Mira dan Bayu. Tapi berhubung kakaknya kembali ke rumah utama karena sang bunda yang ingin selalu bersama cucu-cucunya juga Freya yang kala itu masih kuliah membutuhkan banyak bantuan untuk mengurus Retha.
Arka menyusul Ardi ke depan, “sekali-kali nginep di sini Di. Ucapan Bunda yang tadi nggak usah dimasukin ati. Bunda cuma khawatir sama kamu. kamu udah dewasa, udah tau apa yang seharusnya kamu lakuin. Cinta boleh aja Di, tapi jangan sampe cinta bikin kamu jadi bo doh. Dia yang mencintaimu tak akan pernah meninggalkan mu.” Ucap Arka kemudian menepuk bahu adiknya.
Ardi hanya mengangguk dan berjalan masuk ke dalam mobilnya. Ini bukan kali pertama Arka memberinya nasehat. Bukan pula selama ini ia tak berjuang melupakan orang selalu membuatnya tertawa bahagia seolah dunia milik berdua selama dua tahun sebelum akhirnya menghilang bak ditelan bumi. Tapi nyatanya sekeras apa pun ia berusaha menghapus kenangan, semua seolah sia-sia. Empat tahun berlalu masih terasa seperti baru kemarin baginya.
Ardi melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga terparkir dengan sempurna di basement apartemen. Niatnya kembali ke apartemen tempatnya tinggal tapi kenyataannya kini ia malah sedang berdiri di depan pintu apartemen gadis yang telah meninggalkannya.
Kebiasaan baru seorang Ardi selama empat tahun kebelakangan ini, selalu mengunjungi tempat ini setiap kali hatinya terusik. Ia tersenyum mengejek dirinya sendiri sambil menekan pin pintu yang bahkan tak diganti oleh pemiliknya sebelum pergi.
Apartemen yang tetap bersih meskipun tak berpenghuni karena ia menugaskan orang untuk membersihkan setiap seminggu sekali. Ia duduk di sofa sambil meng hisap rokok di tangan kanannya. Satu batang rokok habis, ia menyandarkan bahunya di sofa dengan tatapan menuju langit-langit berwarna putih. Menghela nafas pajang kemudian menengok ke sisi kiri, tepat enam tahun lalu ia duduk disana dengan menangkup pipi seorang gadis.
“Sekarang gue mau jujur sama lu Mi. Gue cinta sama lu. Gue mau lu jadi bibinya si caby.”
Miya tak menjawab, gadis itu diam seribu bahasa dan menghambur memeluk Ardi.
“Jadi gimana mau nggak jadi bibinya si caby?” Tanya Ardi setelah Miya melepas pelukannya.
“Mau. Kenapa nggak dari dulu aja sih Di? Lu nggak tau apa gue nahan perasaan gue mati-matian, takut baper sama perhatian berlebihan yang lu kasih selama kita pura-pura.” Ucap Miya sambil berderai air mata bahagia.
“Maaf karena gue terlalu lama menyadari perasaan ini. Kamiya Maulida, I love you.”
“Love you too Ardi Rahardian.” Balas Miya.
Ardi menangkup wajah Miya, ia menghapus air mata yang membasahi pipi gadisnya. “Jangan nangis.” Ucapnya kemudian mengecup bibir Miya, membuat gadis itu mematung seketika. Tak ada tanda-tanda penolakan Ardi mendaratkan kembali bibirnya, membiarkan bibir mereka berkenalan semakin dalam.
“Lagi?” tanya Ardi setelah melepas tautan bibir mereka.
Dan dengan bodohnya Miya mengangguk membuat Ardi tertawa kemudian mencium pipi Miya.
“Kok pipi?”
“Kalo bibir ntar bisa-bisa gue kebablasan.” Jawab Ardi.
Malam itu mereka membuktikan jika sahabat jadi cinta itu nyata adanya. Tapi kini semua tinggal kenangan, menyisakan sakit yang masih jelas terasa begitu perih. Ardi hanya tersenyum getir menertawakan takdir yang selalu tak memihak padanya soal cinta.
“Kamiya Maulida kamu di mana?” gumamnya sebelum akhirnya ia terlelap ke alam mimpi.
.
.
.
Dukung aku melalui like, komen dan favoritkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Ita rahmawati
kok jd sedih y 🥺🥺🥺🥺
2023-03-24
0
Ersa
lanjut
2023-01-13
0
momy ida
kamiya maulida disinih bang Ardi.... lagi maen nih dirumah gw😂😂😂
2022-11-25
0