Meski ini bukan kali pertama Ardi datang ke sekolah TK tapi tetap saja tatapan ibu-ibu dari mulai yang muda sampai yang tua membuatnya risih. Disaat seperti ini, ia ingin keponakannya itu segera keluar dari kelas. bahkan bisik-bisik ibu-ibu muda itu terdengar jelas oleh telinganya. “Uh hot daddy banget yah daddy nya Retha itu.” Ucap salah satu mama muda sambil melirik Ardi.
“Iya bener. Udah kayak artis aja yah.” timpal yang lainnya.
“Apalagi papanya Retha… uh lebih-lebih deh. Makanya aku tuh nggak masalah nungguin si dede sekolah seharian juga kalo bisa liat yang bening-bening gini mah.” Heboh ibu-ibu yang sudah cukup berumur menimpali.
Pintu kelas terbuka, satu-persatu annak-anak keluar.
“Daddy Ardi…” gadis berambut panjang yang dikuncir dua itu berlari menghampiri Ardi. Gadis kecil itu mencium punggung tangan Ardi kemudian menggandeng tangan daddy nya.
“Kok Daddy yang jemput? Kata Mama tadi pagi ntar yang jemput Papa.”
“Papa Retha lagi ada rapat, jadi daddy aja yang jemput nggak apa-apa kan?”
Retha menggeleng hingga rambut panjangnya ikut bergerak kesana kemari, “Nggak apa-apa. Aku seneng kok pulang sama daddy.”
Ardi mengusap pucuk kepala ponakan yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.Ia bahkan tak peduli orang-orang dikantor menganggap dirinya duda karena sering membawa Retha ke kantor. Ia justru merasa Retha sudah menyelamatkannya dari perempuan yang terus mengejarnya. Tak jarang Ardi mengajari Retha untuk menganggu perempuan yang berusaha mendekatinya.
Seperti beberapa minggu yang lalu saat Bunda Mira menyuruhnya menemui putri dari temannya, Ardi membawa Retha dan membuatnya perempuan itu mundur sekaligus saat Retha berkata ‘Tante jangan deket-deket daddy aku. Nanti mommy aku marah.’
Meskipun kata-kata yang terucap dari bibir mungil Retha itu berefek pada guyuran minuman di wajahnya, tapi Ardi tersenyum puas. Tak hanya disiram minuman ia juga dihadiahi umpatan kasar. Sejak saat itu Bunda Mira menyerah memilih peempuan untuk Ardi karena putra bungsunya itu selalu menggagalkannya.
Ardi memasangkan sabuk pengaman pada Retha kemudian melajukan mobilnya meninggalkan TK. “Retha main di kantor daddy dulu nggak apa-apa yah?”
“Iya Dad. Retha juga mau ketemu onty Arum ntar boleh yah. soalnya onty Arum udah janji mau kasih aku permen.” Celotehnya.
“Iya nanti daddy panggilin onty Arum.”
Sepanjang perjalanan Retha menceritakan kegiatan belajarnya hari ini. Dari mulai berbaris sebelum masuk kelas, bernyanyi hingga menggambar bebek. Gadis kecil itu membuka tasnya dan menunjukan gambar yang ia buat tadi. “Nih daddy gambar aku, dapat nilai lima bintang loh dari bu guru.” Ucapnya bangga.
Ardi melihat sekilas gambar Retha kemudian kembali focus ke kemudi, “pinter emang anak daddy.” Pujinya.
Retha memasukan kembali buku gambarnya ke dalam tas. “aku kan anaknya Mama Freya sama Papa Arka, bukan anak daddy.” Protes Retha.
“Kata bu guru kalo Adiknya papa itu harus aku panggil 'Paman' tapi kenapa aku malah manggil 'daddy' yah?” gadis itu tampak berfikir.
“Kata guru Retha itu bener. Anggap aja Daddy itu panggilan paman tapi spesial.” Ujar Ardi asal. Panggilan daddy itu sudah biasa sejak Retha lahir karena Ardi dan seseorang yang sekarang entah dimana menganggap Retha sebagai anak sendiri karena mereka dulu ikut sibuk berjuang memenuhi ngidam orang tua Retha.
“Tapi kata bu guru kalo daddy itu artinya ayah. Kok aku jadi bingung yah?” Retha masih terus berceloteh dengan polosnya.
Ardi jadi pusing sendiri menghadapi keponakannya yang cerdas. Wajahnya sih Freya banget, cuma matanya yang mirip Arka, tapi kecerdasannya tidak diragukan lagi merupakan gen sang kakak.
“Udah nggak usah bingung-bingung. Retha tetep panggil daddy aja yang penting Retha tau kalo daddy itu paman Retha, adiknya papa Arka.”
Retha tampak berfikir kembali, tapi tak lama gadis kecil itu mengangguk setuju.
“Kakak Retha pinter.” Ardi kembali mengelus kepala keponakannya.
“Daddy aku mau itu…” Retha menunjuk pedangan asongan yang sedang menjajakan dagangannya di lampu merah. Bukan pedagang asongan cangcimen alias kacang ciki permen yang ditunjuk Retha, melainkan tukang manisan buah.
Ardi menurunkan kaca mobilnya kemudian memanggil tukang manisan itu. Seperti biasa ia membeli satu buah manisan kedondong untuk ponakannya. Kebiasan ngidam yang menurun ke Retha mengingat betapa gilanya Arka meminta kedondong muda yang manis, kini si caby dewasa yang sudah diberi nama Aretha Rahardian itu suka sekali makan kedondong. Tapi beruntung hanya manisan kedondong, bukan kedondong muda yang manis. Jika iya, bisa-bisa ia stress untuk kesekian kalinya.
“Makasih Dad.” Retha menerima manisan itu dengan sumringah dan langsung memakannya. “Daddy Ardi mau?” tawarnya sambil mengacungkan potongan kedondong.
Ardi hanya menggelengkan kepala kemudian melajukan lagi mobilnya saat lampu hijau menyala. Hatinya terasa sakit setiap kali membeli manisan kedondong untuk Retha. Kenangan-kenangan indah bersama seseorang seolah terus naik ke permukaan padahal ia sudah berusaha menguburnya dalam-dalam.
Setibanya di kantor, Ardi menuntun gadis kecil itu. Keduanya berdiri di depan pintu lift, menunggu pintu berlapis besi itu terbuka. Ada beberapa karyawan juga yang berdiri di belakang mereka. Begitu pintu lift terbuka semuanya masuk ke dalam lift.
“Aku… aku yang yang mencet Dad.” Rengek Retha begitu Ardi mau menekan tombol angka di samping pintu.
Ardi segera mengangkat tubuh keponakannya hingga gadis itu bisa mencapai tombol lift, “tujuh belas kan yah Dad.” Ucapnya setelah menekan angka tujuh belas.
“Wah putrinya Pak Bos pinter yah.” puji salah satu karyawan di belakang mereka.
Ardi tak menggubris ucapan karyawannya, begitu pula dengan Retha yang sedang sibuk menatap layar menyala yang menunjukan angka lantai yang mereka lewati.
Tiba di lantai tujuh belas Ardi keluar dengan Retha.
“Pak ini ada berkas titipan Bu Arum.” Manda memberikan berkas itu sebelum Ardi membuka pintu.
“Hai cantik…” sapa Manda pada gadis kecil yang dia anggap putri dari bosnya.
“Hai juga onty Manda.” Balas Retha. “aku masuk dulu yah onty.” Imbuh Retha kemudian mengikuti Ardi masuk ke dalam ruangan.
Manda tersenyum ramah, “iya sayang.” Kemudian ia menutup pintu ruangan Ardi dan kembali ke mejanya. “Uh calon anak mommy Manda ngegemesin banget.” Ucapnya dalam hati.
Sesuai permintaan Retha, Ardi menghubungi Arum dan meminta dia untuk datang ke ruangannya. Wanita yang sudah memiliki satu putra itu memberikan tiga buah permen loli pada Retha.
“Wah onty ini permen mahal yah.”
“Nggak kok sayang. Murah.” Balas Arum.
“Yah berati bohong dong.” Retha membuka bungkus permen kemudian memasukannya ke mulut. Sementara Ardi dan Arum saling tatap tak mengerti maksud Retha.
Gadis kecil cerdas itu seolah paham dengan tatapan heran kedua orang dewasa yang duduk di sampingnya. Dia menarik keluar permen loli dari mulutnya. “Itu loh Dad yang di TV. Katanya ini permen susu mahal. Tiga permen ini setara dengan satu gelas susu."
.
.
.
.
Tinggalkan jejak kalian guys… like, komen dan favoritkan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dina Marliana
belum baca yg cerita nya Ardi sama miya gass keunnnn 👍👍😁
2024-04-19
0
Ita rahmawati
masih penasaran kmna minggatny miya ya,,dia yg mncintai dlm diam selama berthun² kok tetiba pergi,,pasti ad alasanny 🤔🤔🤔
2023-03-24
1
auliasilviana
arum temen satu jurusan mama freya sama mommy miya udah nikah ternyata
kirain eh kirain hehejl
2022-08-17
0