"Bu, lama lagi gak?" Tanya Aileen yang tak sabaran dengan cara kerja petugas UKS yang membersihkan hidungnya dengan gerakan antara hati-hati dengan lamban itu.
"Makanya, kalau nonton tuh hati-hati. Masa nonton aja sampai mimisan,” jawab sang penjaga UKS dengan wajah masamnya.
"Tadi saya duduk-.”
"Diam dulu ah, susah ini Ibu bersihkan darahnya,” potong sang ibu penjaga saat Aileen ingin memberi penjelasan.
Hingga beberapa saat kemudian darah dari mimisan Aileen tadi pun sudah bersih dari wajahnya.
"Nah sudah bersih. Sepertinya tahan tubuh kamu kuat, jadi kamu tidak perlu seperti anak-anak yang lain. Cuma kena gores dikit aja langsung minta izin biar bisa tidur di ruang ini,” ucap sang ibu penjaga yang kini merapikan alat P3Knya.
"Iya Bu, saya permisi ya Bu. Makasih banyak Bu,” ucap Aileen sambil keluar dari ruangan uks tersebut sambil membawa kacamatanya.
"Kak?" ucap Aileen menghampiri sang kakak.
"Eh udah Dek? Masih sakit gak?" Tanya sang kakak sambil menarik tangan adiknya pelan, menuntun agar ikut duduk di sampingnya.
"Kalo sakit sih sakit banget kak, panas perih-perih gitu. Tapi gue malas kak sama tuh penjaga UKS,” jawab Aileen sambil memelankan suaranya saat mengatakan isi hatinya tentang ibu penjaga UKS.
"Sekarang kaca mata lo gimana dek?"
"Nih,” ucap Aileen menunjukkan kacamata yang berwarna hitam di genggamannya yang sudah terbelah menjadi dua bagian.
"Untung kacanya gak ikut pecah, cuma gagangnya doang. Kalo enggak bisa jadi ada adegan horor,” ucap Aileen sambil memandang kacamata yang sudah menemaninya selama 2 tahun itu.
"Tapi lo masih bisa beraktivitas tanpa merasa terganggu kan dek?" Tanya Felysia.
"Gue gak buta kak. Gue cuma rabun. Paling nanti kalo lihat sesuatu yang agak jauh jadi kabur,” jawab Aileen menanggapi.
"Jadi sekarang gimana? Lo masih mau ikut nonton basketnya?"
Aileen tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya pertanda ia setuju dengan ajakan kakaknya tersebut.
Sesampainya mereka di lapangan dan kembali ke tempat duduknya masing-masing, mereka dapat melihat bahwa para pemain sedang beristirahat.
"Eh dah balik? Sini-sini duduk sama Om,” ucap Hizkia yang melihat Aileen sudah kembali dengan darah yang sudah bersih dari sekitar wajahnya.
"Dih Om-Om apaan lo? Harusnya tante dong,” ucap Lisa.
"Para tante-tante jangan berantem dong. Kasih minum kek sama yang baru datang,” ucap Aileen yang kini sudah duduk kembali di samping Hizkia yang memang mulai tadi menjaga tempat duduk tersebut agar tidak direbut oleh orang lain.
"Lo mau gue cabik-cabik ya?" ucap Hizkia menatap tajam Aileen sambil mengangkat tangan seperti bersiap menghajar Aileen.
"Eh eh, itu tuh, itu!" seru Lisa memburu, menunjuk seorang pria yang mereka anggap sangat tampan dari sekolah sebelah.
"Mana? Mana? Tangan lo awas dulu dong!”
"Woi ganteng banget sumpah!"
"Dia gak ada niatan pindah sekolah ke sini apa?"
"Kita culik dia aja yok? Gak bisa dibiarin tuh ketampanannya,” respon teman-teman sekelas mereka yang lain.
"YAK PERTANDINGAN AKAN KITA MULAI KEMBALIII!" Ucap sang komentator memberitahukan kepada para penonton bahwa pertandingan akan dimulai.
Setelah turnamen persahabatan sekolah tersebut selesai para peserta didik dipersilahkan untuk pulang ke rumah masing-masing.
Dan di sinilah Aileen, di depan sekolah sedang menunggu sang kakak untuk pulang bersama.
"Eh Dek, gue gak ikut pulang ya, gue mau ngerjain tugas kelompok bareng teman-teman gue Dek,” ucap Felysia yang sudah tiba di depan sekolah.
"Terus pulangnya gimana?" Tanya sang adik.
"Hmm, nanti aja deh gue kabari ya Dek. Kalo tugasnya cepat siap, gue pulang naik bus aja,” jawab Felysia meyakinkan adiknya agar tidak khawatir. Aileen lalu menganggukkan kepala tanda mengerti.
Setelah merasa mendapat izin dari sang adik dengan anggukan kepala, ia segera pamit dan pergi menemui teman-temannya yang Aileen yakini adalah teman sekelompok kakaknya.
"Gue pergi ya Dek. Hati-hati!"
"HATI HATI YA ADEK FELYSIA!" Ucap teman-teman Felysia serentak.
Aileen hanya tersenyum manis sambil menganggukkan kepalanya. Setelah melihat sang kakak dan teman-temannya sudah berjalan pergi, Aileen pun bersiap pulang dengan sepedanya. Ia segera memakai helmnya dan menaiki sepedanya.
____
"Dek, jemput gue di sekolah ya. Naik motor aja ya biar cepat,” ucap Felysia ketika menghubungi Aileen. Namun tiba-tiba sambungan telepon tersebut terputus karena daya baterai handphone Aileen yang habis.
"Yah, habis,” ucap Aileen melihat layar handphone yang kini berwarna hitam.
"Eh betulan dah siap gak ya? Ah berangkat aja lah,” ucap Aileen beranjak dari duduknya dan menuju kamarnya untuk mengambil hoodienya.
"Mau kemana sayang?" Tanya sang ibu yang baru dari dapur menuju ruang keluarga dan melihat Aileen yang turun dari tangga sambil merapikan hoodie yang dipakainya.
"Ah, jemput kakak Ma. Barusan ditelpon. Aku pergi ya Ma,” ucap Aileen berpamitan sambil memakai sepatunya.
Setibanya ia di sekolah, ia tidak menemukan sang kakak di sana. Ia bahkan sudah bertanya pada sang penjaga sekolah, namun ia juga tidak mendapat jawaban entah di mana sang kakak.
Ia akhirnya memutuskan untuk duduk di sebuah bangku yang berada di bawah pohon rindang dekat gerbang yang biasa digunakan para murid untuk menunggu jemputan.
"Ekhem!"
Aileen mengarahkan pandangannya yang awalnya hanya melihat sepatunya kini beralih ke seseorang yang berjalan ke arahnya.
"Lo yang kemarin kan? Adek Felysia kan?" Ucap Daniel memulai percakapan.
"Iya kak, gue Aileen,” jawab Aileen singkat sambil menggoyang-goyang sepatunya
"Jadi lo betulan adeknya? Ngapain di sini?" Ucap Daniel tak percaya dengan takdir yang begitu berpihak padanya. Daniel pun kini ikut duduk di samping Aileen dan mencoba akrab dengan Aileen.
“Lagi jaga ternak Kak. Ya lagi duduklah Kak,” jawab Aileen sambil masih asik menggoyang-goyangkan sepatunya.
"Eh Kak, boleh pinjam handphone gak? Tenang Kak gue bukan maling. Kalo gue mau maling juga rugi banget cuma ngambil handphone,” lanjut Aileen yang baru memikir cara menghubungi kakaknya.
"Buat apa?"
"Mau hubungi kak Felysia. Soalnya handphone gue tinggal di rumah gara-gara lowbat. Tadi dia nyuruh jemput di sini, tapi ini malah ngank ada,” jelas Aileen panjang lebar meyakinkan Daniel.
Daniel pun langsung memberi handphonenya cepat, berusaha menjadi superman bagi adik dari perempuan yang baru-baru ini membuatnya merasakan sesuatu yang aneh di hatinya.
"Tapi gue gak punya nomor kakak lo,” ucap Daniel setelah memberi handphonenya.
"Gue hapal kok Kak, tenang aja,” jawab Aileen yang kini sedang menekan beberapa angka di layar tersebut.
Cukup lama untuk panggilan telepon tersebut diangkat. Hingga terdengar jawaban dari sebrang sana.
"Kak, ini Aileen. Gue udah di sekolah. Kakak di mana sih?" Buru Aileen yang mulai tadi sudah bosan menunggu sang kakak.
"Ohh, oke oke,” jawab Aileen menjawab sambungan telepon tersebut. Llalu beberapa saat kemudian memutus sambungan tersebut dan memberi handphone tersebut kepada sang pemilik.
"Nih Kak, makasih banyak ya,” ucap Aileen sambil mengeratkan hoodie yang dipakainya.
"Hmm, gue pulang duluan ya. Jemputan gue udah datang,” ucap Daniel sambil beranjak pergi dengan handphonenya yang belum ia simpan dan masih bertengger digenggamannya.
Sesudah ia masuk kedalam mobil jemputannya, ia langsung mengecek handphonenya lagi. Ia menekan aplikasi telepon dan melihat riwayat panggilan. Ia langsung bisa melihat beberapa digit nomor yang baru saja dihubungi menggunakan handphonenya.
Ia langsung menyimpan nomor tersebut dan menuliskan Felysia sebagai nama dari kontak tersebut. Ia kemudian menutup kembali handphonenya dan menyimpan handphone tersebut ke saku celananya.
Sebuah senyuman kini kembali lagi terukir dibibirnya. Ia berusaha mengusir pikirannya tentang perempuan itu dengan melihat keluar dari jendela mobil. Namun sosok perempuan itu sepertinya sungguh menguasai pikirannya sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments