Mimisan

Seminggu berlalu, Aileen sudah akrab dengan Hizkia, Lisa, dan Anne. Tentunya dengan beberapa murid lain di kelasnya, walau tak semuanya.

“Nanti, pas siap istirahat pertama, semua pada kumpul di aula ya,” teriak Peter memberi pengumuman di depan kelas.

“Ada apaan?” Tanya murid lain.

“Ada pertandingan persahabatan sekolah. Mereka bakalan tanding basket, kita wajib nonton buat dukung sekolah kita,” jelas Peter.

“Lo gak main?” Tanya Hizkia.

“Lo ngejek tinggi gue?” Ucap Peter memasang wajah emosi.

“Gue cuma nanya padahal,” jawab Hizkia santai tak bersalah.

“Gue yakin para cewek-cewek di sekolah ini datang ke aula bukan cuma mau dukung sekolah kita biar menang, pasti mereka sekalian mau lihat cowok-cowok tampan dari sekolah lain juga. Dasar!” Ucap Lisa sambil memperhatikan para perempuan yang ada di kelasnya.

“Dih, kayak lo gak gitu aja. Padahal lo ketua mereka buat lihat-lihat yang ganteng-ganteng,” ucap Hizkia mencibir Lisa.

“Ya jangan gitu dong, jangan diumbar kenapa coba. Gue kan pengennya kayak perempuan alim gitu loh. Ah lo mah gak asik,” ucap Lisa cemberut.

“Dih bodo!” Jawab Hizkia dengan wajah yang membuat Lisa semakin kesal dibuatnya.

Hingga istirahat pertama pun selesai, seluruh murid pun langsung berlarian menuju aula untuk menonton pertandingan basket yang mana akan membuat kaum hawa saling berteriak menyaksikan ketampanan para pemain dari sekolah mereka, maupun dari tim sekolah lain.

Memang aula mereka sangat besar dan peralatan yang ada sangat lengkap, sehingga saat ada pertandingan atau ada event besar, pihak sekolah akan menggunakan aula tersebut.

“Woi udah rame aja, ah di situ aja yok. Dekat tuh sama lapangan, mana pas lagi bangkunya masih kosong beberapa,” ucap Anne menunjuk bangku penonton yang terdapat beberapa bangku kosong dan disekitarnya para teman sekelas mereka.

“Cepat banget lo pada. Hampir aja kita gak kebagian tempat duduk,” ucap Lisa pada teman sekelasnya yang terlebih dulu duduk di sana.

“Iya dong, kesempatan cuci mata kan jarang-jarang terjadi. Tapi tumben lo lama, biasanya masalah lihat cowok, lo yang paling cepat,” jawab salah seorang dari mereka.

“Sttt, jangan keras-keras ngomongnya. Gue lagi jaga image biar kayak cewek misterius gituloh, walau dalamnya pengen banget gue teriak kalo mereka semua ganteng banget,” ucap Lisa dan membuat yang lain tertawa dibuatnya.

Sementara yang lain asik melihat-lihat para pemain yang akan bertanding, Aileen justru sedang mencari keberadaan sang kakak. Felysia yang duduk tak terlalu jauh darinya pun melambaikan tangan kearah Aileen, seakan sadar bahwa sang adik mencari dirinya.

Beberapa saat kemudian, pertandingan pun dimulai. Para murid perempuan pun langsung berteriak histeris memberi semangat kepada semua yang bertanding. Tak perduli itu tim lawan atau tidak, saat mereka melihat yang memegang bola tampan, maka mereka akan penuh semangat menyorakinya.

Namun tiba-tiba…

“AHHHHH!!!!”

BRUKKK!

“EH!!!” Kejut Lisa yang melihat hidung Aileen mengeluarkan darah.

“Awww,” ucap Aileen kesakitan.

Sedangkan para penonton yang mengira bola akan ke arah mereka pun melihat siapa yang jadinya terkena bola yang diyakini sangat kuat tersebut.

Aileen yang sebelumnya merasa bola yang terlempar keluar itu tidak akan mengenainya, justru menghantam tepat di wajahnya dengan sangat kuat.

“Astaga, lo mimisan!” Jerit Anne melihat darah dari hidung Aileen semakin banyak.

Aileen tak tahu harus berbuat apa, ia merasa semua wajahnya sakit, bahkan ia merasakan wajahnya sangat pedih karena bola yang mengenainya sangat kuat.

“Dek, lo ngank apa-apa? Ayo ke UKS sekarang,” ucap Felysia yang baru berlari dari bangkunya menuju bangku Aileen saat melihat adiknya terkena bola.

“Ayo, kakak bantu jalan yok. Masih bisa jalan kan?” Tanya Felysia khawatir.

Aileen hanya menganggkuk pelan sambil mencoba perpegangan pada kakaknya.

Hingga akhirnya mereka pun tiba di UKS. Felysia langsung menyerahkan Aileen kepada penjaga UKS untuk segera ditangani sementara Felysia menunggu adiknya di luar.

"Eh Felysia?" Ucap Daniel yang melihat keberadaan Felysia sedang duduk di depan UKS.

"Eh iya,” jawab Felysia canggung sambil beranjak berdiri dari duduknya.

"Lo ngapai disini? Gak ikut nonton pertandingan basket?" Tanya Daniel kemudian dengan masih setia berdiri di dekat Felysia.

"Sebenarnya tadi nonton sih, tapi adek gue malah kena bola basket sampe mimisan tadi. Dan, di sinilah gue nungguin adek gue,” jawabnya berusaha sesantai mungkin sambil menahan panas diseluruh wajahnya akibat berhadapan dengan seseorang yang disukainya.

Daniel hanya mengangguk menandakan bahwa ia kini mengerti kenapa Felysia ada di sini. Namun selang beberapa detik tak ada yang diucapkan Daniel. Terasa suasana semakin canggung dan atmosfer di sekitar mereka semakin panas.

Felysia mencoba berpikir sekeras mungkin mencari topik yang mungkin bisa mengusir rasa canggung tersebut, ditambah dia yang memang tak kuat lagi menahan rona di pipi dan telinganya.

"Eh, mmm lo dari mana? Kok tadi gue gak lihat lo di aula buat nonton basket?" Tanya Felysia kemudian, yang dengan penuh rasa syukur akhirnya mendapatkan sebuah topik pembicaraan.

"Lo nyariin gue ya?" Ucap Daniel balik bertanya pada Felysia. Felysia pun terdiam seketika.

"Hahaha. Gue bercanda kok,” ucap Daniel yang menyadari Felysia yang seketika menegang.

Felysia hanya ikut tertawa. Lebih tepatnya pura-pura tertawa. Ia merasa malu karena sang pujaan hati mengetahui bahwa dirinya selalu mencari keberadaannya tadi.

"Gue baru balik dari toilet, sekarang gue mau ke perpus lagi. Soalnya anak olimpiade beberapa minggu ini dipaksa belajar ekstra buat olimpiade yang bakal diadaain 2 minggu lagi. Oh iya, doain gue ya,” ucap Daniel dengan sebuah senyuman diakhir kalimat.

"Ah pasti kok, pasti!" Jawab Felysia penuh semangat.

"Makasih ya. Mmm, gue pergi dulu. Salam buat adek lo,” ucap Daniel sambil menepuk pelan lengan atas Felysia, seakan mentransfer sebuah energi baru yang selama ini belum pernah Felysia rasakan.

Felysia hanya tersenyum manis sambil menganggukkan kepala.

Dan setelah Daniel melangkah pergi, Felysia memegang lengannya yang tadi ditepuk oleh Daniel. Terasa hangat dan memabukkan. Bahkan Felysia masih bisa merasakan tangan Daniel seperti masih menepuk lengannya.

Senyum Felysia tak tertahan. Bahkan ia ingin berteriak kencang karena sesuatu dihatinya sungguh menggelitikinya kini.

Sementara di sebuah koridor sekolah, sosok pria yang baru saja menepuk lengan seorang perempuan, hanya bisa tersenyum malu mengingat apa yang baru saja dilakukan.

Ia bahkan melihat telapak tangannya dengan malu. Mengingat bagaimana hatinya berdetak kencang saat berada di dekat perempuan itu.

Ia pun menutup wajahnya dengan tangan yang tadi menyentuh perempuan itu. Berusaha menutupi betapa malunya ia kini.

Mengingat jarak perpustakaan yang tinggal beberapa langkah lagi, ia segera mengubah mimik wajahnya kembali menjadi sosok pria dingin.

Namun dia tak menyadari, walau dia sudah menjadi sosok yang dingin dan hanya fokus belajar, tetapi terukir sebuah senyuman di sudut bibirnya yang disebabkan oleh seorang perempuan.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!