"Aku senang sekali kamu mau datang ke sini," ucap wanita itu, lalu hendak duduk di sebelah Akbar. Di detik wanita itu duduk, di detik itu juga Akbar berdiri lalu menjauh dengan ekspresi tidak suka.
"Aku tidak ingin berbasa-basi disini! katakan apa yang harus aku lakukan, pekerjaan apa yang diberikan untukku?" tanya Akbar. Wajahnya terlihat mengeras. Sungguh ia merasa sangat muak dengan percakapannya dengan wanita itu.
Terlihat kekecewaan palsu muncul dalam raut wajah wanita itu.
"Baiklah, jika itu maumu, aku akan seprofesional mungkin dalam hal ini. Bekerjalah mulai besok, persiapkan dirimu sebaik mungkin. Aku akan menempatkanmu sesuai perintah Papamu."
Tidak ada tanggapan apapun dari bibir Akbar, hanya sebuah anggukan kecil menandai dirinya setuju.
Suasana hening pun menguar. Namun tak lama, teralihkan oleh suara ketokan pintu.
"Bu Monic! sesi wawancara karyawan baru sudah selesai," ucap salah seorang staff. Segera wanita bernama Monic itu memberi anggukan.
Monica Larasati adalah tangan kanan yang di percaya Pratama untuk menghandle urusan di beberapa perusahaan milik laki-laki itu termasuk perusahaan ini. Namun bukan itu yang menjadi titik berat wanita itu dalam hidup Akbar. Melainkan, wanita itu telah menjadi sumber dari segala kemelut kehidupan Akbar dan keluarganya.
"Akbar!" suara Monic terdengar berat seperti tersekat dit tenggorokan. Ragu-ragu dengan apa yang hendak ia sampaikan.
Shofi ... dia ...." Belum sempat Monic meyelesaikan kalimatnya, Akbar segera berdiri dari duduknya lalu melangkah menuju pintu.
"Jangan jadikan dia umpan dalam penunjang kemewahan hidupmu!" ucapnya yang terdengar seperti ancaman.
Tanpa menoleh lagi pada Monic, Akbar segera keluar dari ruangan itu.
Bersamaan Akbar keluar dari ruangan, bersamaan itu pula sebuah tubuh menabrak dirinya hingga terhuyung hendak jatuh. Akbar segera merengkuh tubuh itu dalam dekapannya dan berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tak jatuh.
"Astaga!" pekikan gadis itu. Ia berusaha lepas dari pelukan Akbar.
Mata Akbar bertemu dengan mata gadis itu, keduanya saling pandang. Akbar terkesima ketika dapat menatap mata gadis di hadapannya ini. Benar benar menenangkan hati saat menatap mata bening gadis itu.
Meta bening itu mengerjab, risih dan salah tingkah mendapat tatapan dari seorang lelaki seperti itu. Ia mencoba melepaskan cengkraman di kedua lengannya, namun yang ia rasakan cengkraman itu malah semakin kuat hingga ia sedikit kesakitan.
"Pak! maaf, tolong lepasin saya, lengan saya sakit," ucapnya memohon dengan kembali menggerakkan kedua lengannya untuk segera terlepas dari cengkraman Akbar. Namun Akbar masih bergeming, masih terpana dengan sorot mata gadis itu.
Mendengar suara berisik diluar ruangan, Monic melangkah keluar melihat apa yang sedang terjadi, matanya membelalak ketika melihat Akbar tengah saling pandang dengan seorang wanita dihadapannya.
Menyadari kedatangan Monic, Akbar sedikit melonggarkan cengkraman tangannya, dan menjadi kesempatan untuk gadis itu meronta dan akhirnya terlepas dari tangan Akbar.
"Maaf, maafkan saya, saya tidak sengaja menabrak Anda," ucap gadis itu dengan sesekali membungkukkan badannya, menunjukkan sikap sopan penuh rasa bersalah.
"Kau ....!" Monic hendak menegur gadis itu, belum sempat kalimatnya terselesaikan, terdengar suara seorang staff memanggil sebuah nama.
"Zahrani Alya Putri!"
"Iya, saya, Bu!" gadis itu berseru menjawab. Kemudian ia menoleh kembali kearah Akbar dan Monic.
"Sekali lagi maafkan saya, saya permisi dulu," ucap Alya lalu segera berlari kecil menuju ruang interview.
Melihat tingkah gadis yang memiliki nama indah seindah parasnya, Akbar kembali mengulas sedikit senyum di bibirnya. Irama jantungnya kini berubah berdetak lebih cepat.
Sejenak Akbar mematung melihat Alya menghilang memasuki sebuah ruangan. Hatinya yang dingin dan tidak pernah tertarik terhadap apapun beberapa tahun terakhir ini seolah merasakan hal lain. Jantungnya berdebar sedikit lebih cepat saat melihat mata gadis itu. Ada ketertarikan sendiri pada diri Alya.
Zahrani Alya Putri
Dalam hati Akbar menyebut nama itu berulang dan masih mematung di tempatnya.
"Kau tidak apa apa?" suara Monic seketika membuyarkan lamunannya.
Tanpa menoleh dan menangapi pertanyaan Monic, ia memilih untuk segera pergi.
"Karin! segera persiapkan semuanya untuk besok!" perintah Monic kepada sekertarisnya dan di sambut dengan anggukan mengerti oleh Karin.
"Semoga kau hanya bermain main saja di sini Akbar, bukan untuk berniat mengambil alih perusahaan ini. Jika sampai itu terjadi, tidak semudah itu. Kau harus berhadapan denganku terlebih dulu."
Monica membatin dengan tatapan yang tersirat kebencian dan khawatir.
***
Alya merebahkan diri diatas ranjang kamarnya. Setelah seharian menjalani sesi wawancara melamar pekerjaan, akhirnya staff memutuskan besok adalah hari pertama ia bekerja. Ia diterima sebagai admin di bagian produksi. Mengingat ia melamar hanya bermodalkan ijazah SMA.
Keinginannya untuk menjadi pekerja kantoran di sebuah perusahaan harus disimpannya dulu hingga kuliahnya selesai, tetapi ia sangat mensyukuri apapapun yang ada di hidupnya sekarang ini.
Terdengar suara ketukan pintu.
"Alya ... boleh Ibu masuk?" seru Heni di balik pintu.
Alya segera bangun dan membuka pintu. Terlihat ibunya tersenyum dan Alya segera memeluk ibunya.
"Alya diterima kerja, Bu," ucap Alya dengan bahagia.
"Alhamdulillah kalau begitu, kamu harus hati hati, ya, Nak. Pekerjaan ini pertama buat kamu, Al," tutur Heni. Wanita paruh baya itu tersenyum lembut sambil mengusap-usap punggung tangan Alya.
Alya segera mengangguk mendengar nasihat dari ibunya.
"Sekarang kamu mandi, sholat lalu segera makan, Bapak juga sudah datang tadi siang, nunggu kamu mau diajak bicara," sambung Heni.
"Alhamdulillah Bapak udah datang, Alya juga sudah kangen. Alya bersih bersih dulu ya Bu, lengket semua seharian keringetan," ucapnya.
Alya berjalan keluar kamar dan segera menuju kamar mandi. Membersihkan diri dan bersiap untuk bercengkeramah kembali bersama keluarganya.
****
Akbar melepas jaket dan duduk di sofa ruang tamu, menyandarkan kepalanya dengan mata terpejam di bahu sofa.
"Akbar, kamu capek, Nak?" Tari duduk di samping Akbar.
Mendengar ucapan ibunya, Akbar membuka mata dan menatap wajah Tari.
"Enggak, Ma," Akbar tengah memandang Tari. Ada sesuatu yang ingin ia utarakan, tapi lidahnya kelu tak mampu berucap. Ia takut salah dan malah melukai hati sang Mama.
Tari tersenyum lembut melihat kegusaran yang nampak pada wajah tampan putranya.
"Tidak apa apa, Nak. Semuanya akan baik-baik saja. Mama sekuat ini karna Mama punya kamu dan Nana," tutur Tari seraya mengusap pipi Akbar.
Akbar hanya termenung melihat wajah Tari. Perempuan cantik yang terlihat dari luar seperti perempuan lemah, ternyata memiliki kekuatan untuk tetap bertahan atas segala masalah yang selama ini ia hadapi. Segala kepahitan yang telah ditorehkan Ayahnya pada wanita itu.
"Akbar akan melindungi Mama dan Nana"
**--**-***-**--**
**Terima Kasih banyak untuk yang sudah membaca cerita ku ini,
Terima Kasih banyak yang sudah kasih like dan beberapa coment.
Terus kasih like ya readers sebagai wujud dukungan kalian buat Author, apalagi mau nulis coment walau cuma kata Next, itu berarti banget buat Author.
Terima Kasih**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
BELVA
mangatxzz
2021-01-27
2
Khalisah Rochman
bgus ceritax....
2020-12-19
1
Rivaldo Akbar
kayakx papa akbar punya selingkuhan, monic kah selingkuhan pak tama
2020-10-31
2