Pagi ini Alya sudah siap mengenakan pakaian formal untuk menghadiri interview kerja. Dengan menggunakan motor matic kesayangannya, ia hendak menuju alamat di mana kantor itu berada.
Sebelum itu, tak lupa ia meminta izin juga doa pada Heni. "Bu, doain Alya, ya! Nanti saat interview lancar dan Alya bisa keterima," senyum Alya mengembang penuh semangat.
"Iya Nak, ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, Anakku," Heni menatap Alya dengan haru, mengingat anak gadisnya kini telah tumbuh menjadi gadis dewasa dan mandiri. Merasai seperti baru kemarin gadis manis itu merengek minta gendong.
Setelah berpamitan, Alya segera berangkat.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ke alamat kantor yang dituju. Alya segera menuju Lobby dan mencari informasi ke meja Recepsionist. Setelah mendapatkan penjelasan, ia diarahkan menuju ruang interview dan bergabung bersama peserta yang lain di sana.
...***...
Akbar mengemudikan mobilnya dengan pandangan kosong. Matanya hanya melihat hilir mudik kendaraan di depan mobil, tetapi ia sedang memikirkan hal lain. Perkataan sang Ayah, kemarin terus saja berputar putar di kepalanya.
"Akbar ....! sampai kapan kamu akan hidup tanpa tujuan seperti ini? keseharianmu hanya keluar rumah pagi dan hampir tengah malam kau baru kembali!" geram Tama. Wajah laki-laki paruh baya itu mengeras menahan emosi.
Akbar hanya mematung mendengarkan teguran dari ayahnya. Memang kegiatan Akbar akhir-akhir ini menjadi kacau, dulu ia hidup normal seperti pemuda lain diusianya, memiliki banyak teman, bersemangat melakukan kegiatan yang positif. Hingga akhirnya harus terenggut akibat ulah sang Ayah yang menjadikan dia seperti sekarang. Dingin dan minim ekspresi.
Ia menjadi lebih pendiam, tertutup, juga membatasi berinteraksi dengan orang lain jika tidak benar-benar penting.
"Apa kau tidak berpikir ingin menjadi laki-laki sukses seperti Papa? memikirkan masa depanmu, meneruskan perusahaan Papa! " Tama mulai emosi ketika Akbar tidak menanggapi tegurannya.
"Apa kau juga tidak ingin membahagiakan Mama dan juga Adikmu? membuat mereka bangga!"
Kalimat terakhir yang diucapkan ayahnya membuat Akbar menoleh dengan tatapan tajam. Kalimat itu mampu mendorong gejolak emosinya yang tadinya tenang.
"Papa bilang aku tidak ingin membahagiakan Mama dan Nana? apa Papa lupa jika membahagiakan Mama dan Nana itu juga kewajiban Papa! kewajiban Papa yang sekarang sudah tidak bisa lagi Papa lakukan." Suara Akbar terdengar tenang tapi memberikan penekanan di setiap kata. Seulas senyum remeh tersungging dibibirnya.
Ucapan Akbar yang terlontar membuat Tama gemetar, tangannya terkepal menahan emosi. Tak mau kalah adu argumen dengan anaknya, Tama kembali berucap penuh emosi.
"Jadilah anak yang berguna! Papa membesarkanmu tidak mudah, Akbar! Harusnya kau tahu terima kasih untuk itu!"
Melihat perseteruan dua lelaki berbeda usia itu, membuat Lestari, seorang wanita paruh baya, dengan paras yang masih terlihat cantik diusia yang menapaki senja, melangkah dengan hati-hati menghampiri Akbar.
la mengusap lengan Akbar lembut, dan berucap beberapa kata, namun sanggup mencairkan suasana menjadi lebih tenang.
"Akbar ... cukup Nak, sudah cukup, hentikan!" ucap Tari lembut seraya tersenyum melihat ke arah Akbar. Tatapannya memohon, dan tak bisa disembunyikan jika ibu kandung dari Akbar itu tengah menahan air mata dalam senyumnya.
Melihat sang ibu bersedih, Akbar tak kuasa menahan sakit hatinya. Jantungnya seolah diremas hebat saat melihat kembali ke arah Tama. Jika saja laki laki yang ia panggil "Papa" itu tak menorehkan luka pada hidup sang ibu, keadaanya tak akan menjadi seperti sekarang.
Tak mau terus beradu argumen dengan Tama, Akbar memilih pergi menaiki tangga menuju kamar. Mengabaikan dua pasang mata yang tengah memandang.
"Papa tidak mau tau, besok kau harus datang ke perusahaan cabang, Papa menugaskan mu di sana! belajarlah di sana dengan baik! jangan berani-berani untuk menentang Papa, Akbar!" Akbar tak menghiraukan teriakan Tama yang terdengar meggema ke seluruh penjuru ruangan. Ia memilih abai dan segera masuk ke dalam kamar.
****
Suara notif pesan masuk pada ponsel membuyarkan lamunan Akbar.
Akbar melihat pesan yang terkirim dilayar ponselnya, kemudian beralih melihat jam tangan. Dengan penuh pertimbangan, ia akhirnya memilih memutar laju mobil untuk berbalik arah.
[Akbar, kali ini Mama mohon, Nak. Turutilah kemauan Papa. Demi Mama dan Nana]
****
Kini Akbar sudah berada di depan perusahaan yang disebut Tama kemarin. Perusahaan itu bergerak di bidang furniture eksport-import.
Untuk keluarga Akbar, perusahaan itu hanya dianggap perusahaan yang tidak begitu besar. Hanya anak cabang, dibandingkan dengan perusahaan JayaRaya Group yang lain. Meski demikian perusahaan itu mampu menaungi hampir seribu karyawan.
Dulu Akbar pernah ikut ayahnya mengunjungi perusahaan ini saat usianya masih remaja. Ketika diadakan perayaan tahunan yang selalu digelar untuk memperingati berdirinya bangunan ini.
Setelah hampir sepuluh tahun lamanya, tidak banyak yang berubah dari perusahaan itu. Hanya warna cat pada bagian depan bangunan yang berubah. Bangunannya masih terlihat sama.
Akbar memasuki area parkir dan segera dihampiri oleh security. Security itu bertanya secara sopan dan profesional perihal kedatangan Akbar.
"Panggilkan aku dengan Monic," pinta Akbar.
Dengan sigap Security menunjukkan jalan menuju ruang tunggu tamu. Security itu mungkin tidak tau jika Akbar adalah anak dari Pratama Hendarsyah, pemilik perusahaan ini yang memang kehidupan pribadi keluarganya jarang terekspos.
Akbar duduk di ruang tunggu sambil mengedarkan pandangan kesekeliling ruangan. Matanya terhenti pada satu ruangan kaca yang terletak tak jauh di sebrang ruangan tempat ia duduk.
Matanya mengawasi dengan seksama, seorang gadis berparas ayu dan manis tengah bercakap cakap dengan sesekali memperlihatkan senyum, mata gadis itu terlihat begitu teduh dengan banyak kedamaian di sorot matanya. Bulu mata yang lentik, terlihat beberapa kali mengerjap menambah keindahan dari wajah gadis itu. Tanpa sadar seulas senyum tersungging di bibir Akbar. Senyum yang sudah tidak pernah lagi ia tunjukkan beberapa tahun ini.
Terpesona.
Ya, itulah yang ia rasakan saat ini, kala menatap wajah gadis itu.
"Akbar!"
Suara merdu dari seorang wanita berparas cantik dengan tampilan elegan dan super mewah itu mengalihkan pandangan Akbar dari rasa terpesona pada gadis manis di sebrang sana.
****
**Hai para readers ini novel pertama ku
Mohon dukungannya untuk selalu kasih LIKE, KOMEN, juga VOTE di setiap episode nya.
Tambahkan juga di daftar favorite agar tahu saat Up setiap partnya
Like dan koment kalian sungguh berarti untuk Author karena bisa menjadi semangat untuk terus menulis**.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Amanda SassyKirana
suka ceritanya👍👍👏👏
2021-03-19
1
BELVA
slm kenal ya thoor
2021-01-27
1
🐝⃞⃟𝕾𝕳ᴹᵃˢDANA°𝐍𝐍᭄
sampai eps ini aku masih belum ngerti alur cerita nya😅
2020-11-26
1